Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

Apa Yang Sedang Kita Cari

Written By Rudianto on Rabu, 18 Mei 2011 | 08.50


Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.”
(QS Ali ‘Imraan [3] : 83)
Sahabat, “Sekali kita hidup dan sekali kita gagal dalam menyikapinya, maka kegagalan beruntun akan menanti sepanjang masa. Di dunia akan sengsara, sakaratul maut penuh derita, di alam kubur tersiksa, di alam mahsyar merana dan menjadi penghuni tetap di dalam neraka.” Membaca kalimat bijak itu, kita ingat kembali dengan ungkapan Imam Ja’far bin Muhammad Ash-Shidiq, ia berkata,”Siapapun yang hari ini dan hari berikutnya sama, maka ia adalah orang yang tertipu. Siapapun yang akhir dari dua hari yang dilewatinya buruk, maka ia adalah orang yang terkutuk. Siapapun yang tak melihat adanya pertambahan dalam dirinya, maka ia adalah orang yang kekurangan. Dan siapapun yang dirinya berkekurangan, maka kematian lebih baik baginya daripada kehidupan.”

Dua nasihat yang sarat makna itu mengingatkan kita pada kondisi kekinian, dimana kita hidup dan menjalani kehidupan. Kita saksikan betapa banyak saudara, sahabat ataupun mungkin kita sendiri yang hingga hari ini tidak tahu tentang arti hakikat dan tujuan hidup. Terlihat perilaku manusia kebanyakan tidak tampak memperlihatkan kesadaran, tetapi justru memperlihatkan kemungkaran. Entahlah, sesungguhnya mereka tidak tahu, atau tidak mau tahu? Tetapi itulah potret buram yang sedang dipertontonkan makhluk yang bernama manusia.

Marilah kita bertanya,”Sesungguhnya apa yang sedang kita cari?” Mungkin kita sudah begitu lelah berjalan. Entah sudah berapa tempat kita datangi dan sudah berapa daerah kita singgahi. Namun hingga hari ini kita masih terus berjalan, mencari-cari apa sesungguhnya yang kita cari? Sudahilah perburuan dunia yang memang tak pernah memberikan kepuasan. Marilah kita catat dalam hati, bahwa tujuan hidup yang sejati adalah apabila kita mencapai kemuliaan rohani.

Sebab keutamaan rohani adalah sesuatu yang sangat berharga yang dapat diraih manusia. orang yang mempertahankan jiwa dalam khasanah rohani dan memposisikan dunia hanya sebagai persinggahan dan tempat mengumpulkan bekal, mereka akan memperoleh kepuasan dalam perjalanan hari-harinya. Maka mereka tidak mau menukar kekayaan rohani dengan keuntungan materi sebanyak apapun. Kesadaran rohani yang paling dalam adalah kesadaran bahwa hidup adalah kesementaraan yang harus dilakukan dengan tanggung jawab. Dalam dirinya tertanam keyakinan bahwa dunia ini akan berakhir, dan hanya orang-orang yang bertanggung jawab untuk menunaikan amanahnya yang akan memperoleh kemenangan. Sebab hidup bagi mereka adalah bukan semata-mata menuruti selera hawa nafsu, mengejar karir, menumpuk-numpuk harta kekayaan, atau mengejar pangkat dan jabatan.

Menarik tentang apa yang diungkapkan oleh Syaikh Ahmad Athaillah ketika berbicara tentang hidup. Beliau katakan: “Ada dua kedudukan manusia dalam mengarungi hidup ini, yaitu sebagai ‘abid (penghamba) kepada ma’bud-nya (yang dihamba), yang gelarnya adalah ‘abdullah (hamba Allah). Sebagai sesama hamba Allah dengan tugas menyelamatkan pemberian Allah dari kerusakan dan kemusnahan, gelarnya adalah khalifatullah. Dalam arti lain, tugasnya menunaikan kewajiban terhadap Allah, memuja dan mengingat-Nya, tetapi juga ia harus menjalankan kehidupan pribadinya dengan keluarga dan masyarakat sekelilingnya. Jika kedua tugas ini dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan dan peraturan Allah, maka keberadaan manusia bukan saja mendapatkan kemuliaan tetapi juga sesuai dengan tujuan ia diciptakan. Itulah dua posisi hidup manusia, yaitu sebagai hamba Allah dan sebagai khalifatullah. Dua posisi ini semakin memperjelas tentang siapa dan untuk apa kita hidup. Dan sekaligus memperjelas apa yang sedang kita cari dalam hidup.

Sebagai hamba Allah yang meyakini bahwa kehidupan ini ada dalam genggaman-Nya dan menyadari bahwa setiap gerak akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya, maka konsep tujuan hidup yang mengakar dalam dirinya adalah menggapai keridhaan Allah melalui penghambaannya yang secara sadar dan ikhlas dilakukannya. Karena itulah bagi setiap muslim hidup bukan hanya sebatas ada di dunia, tetapi selalu berusaha memberikan makna tentang keberadaannya itu. Hidup yang bermakna tidak diukur dari seberapa lama kita hidup, tetapi diukur dari seberapa efektifkah kita mampu memanfaatkan hidup. Pencarian kita tentang makna hidup bukan didasari pada kepentingan-kepentingan materi semata, tetapi harus didasari akan tanggung jawab kita sebagai hamba yang setiap geraknya selalu terukur pada ketentuan Allah. Dengan konsep hidup yang seperti ini kita akan mengetahui apa sesungguhnya yang sedang kita cari. Tiada lain hanyalah menggapai ridha Ilahi untuk kebahagiaan hakiki.