05.15 | 1
komentar
Jadwal KRPH Maret-April 2013
Written By Rudianto on Selasa, 26 Februari 2013 | 05.15
Tangisan Kematian
Written By Rudianto on Senin, 18 Februari 2013 | 02.54
Meski kita mencarinya, tidak semua nikmat dan lezat yang kita
dapat,kemudian parallel dengan kebaikan, hingga kita selalu
mensyukurinya. Sebab, banyak diantaranya yang palsu dan menipu, yang
karenanya kita harus senantiasa waspada. Sebuah kesadaran akan hakikat
kenikmatan yang membahagiakan dan lama, kini hingga nanti, di akhirat.
Kita harus percaya, ada nikmat dalam dosa dan maksiat, hingga hamba-hamba yang mabuk syahwat terlena oleh rasa itu, dalam pemahaman tentang keharamannya ataupun tidak. Membiarkan diri mereka terseret pusaran waktu dalam kelezatan semu, bahkan memburu tanpa ragu dan rasa malu seolah mereka tercipta untuk itu ; menjadi budak nafsu.
Mereka lupa, bahwa kenikmatan dosa akan memudar seiring ketidakberdayaan jiwa melawan ajakannya karena telah tertawan, juga membebaskan diri dari jeratannya karena telah mengakar dalam. Rasa yang kini menjadi hampa dan tawar saat mereka sadar bahwa sudah terlalu sulit untuk berkelit meninggalkannya. Mereka jatuh disebuah titik jenuh dengan peluh yang telah menguras tenaga dan usia. Hingga tiada lagi yang tersisa selain sesal dan kecewa, juga sunyi yang mencekam menakutkan.
Inilah hakikat kehinaan dan tanda kebinasaan. Yang terjadi karena terlepasnya diri dari penjagaan dan perlindungan Allah, penutup pintu maksiat dan dosa, meski ia tipudaya seluruh penghuni bumi dan angkasa. Yaitu setelah taufiq dari-Nya tak lagi menyapa sebab nafsu meraja dan berkuasa, hingga mengeluarkan hamba dari ketaatan kepada-Nya. Saat itulah Allah menyerahkan hamba itu, beserta seluruh permasalahannya kepada dirinya sendiri. Melayang tanpa pegangan tangan dan kehilangan tempat kaki berpijak. Linglung dalam bingung sebab beratnya menghadang semua serangan maksiat yang luar biasa dahsyat. Hingga ia pasrah dan menyerah kalah.
Karenanya, merasa senang dalam nikmatnya dosa adalah kejahilan. Tentang siapa sesungguhnya yang dikhianati, tentang siapa yang sebenarnya merugi, tentang ancaman bahaya besar yang terlupakan, juga tentang iradah yang salah. Sebuah ketidaksadaran akut yang membutakan seluruh akal sehat dan perasaan. Dengan puncaknya adalah perasaan bangga dalam dosa, serta hebat dalam maksiat. Yang karenanya dia ingin terus melakukannya lagi, melakukannya lagi, dan lagi, bahkan hingga dia megajak khalayak ramai untuk mengikuti jejak dirinya. Pada saat itulah, dia berada dalam bahaya yang lebih besar daripada dosa itu sendiri.
Padahal, dosa adalah luka, yang mestinya menggelisahkan jiwa dan membuatnya merana tidak bahagia. Jiwa yang suci akan selalu membencinya dan merasa terbebani, dengan tingkat kebencian yang sebanding kadar kesuciannya. Hingga saat kegelisahan dalam maksiat yang dia perbuat menipis, dia mencurigai kualitas iman miliknya. Dan ketika rasa itu menghilang, dia menangisi hatinya yang telah mati. Bukankah, memang luka tidak akan menyakitkan bagi si mayit?
Kita harus percaya, ada nikmat dalam dosa dan maksiat, hingga hamba-hamba yang mabuk syahwat terlena oleh rasa itu, dalam pemahaman tentang keharamannya ataupun tidak. Membiarkan diri mereka terseret pusaran waktu dalam kelezatan semu, bahkan memburu tanpa ragu dan rasa malu seolah mereka tercipta untuk itu ; menjadi budak nafsu.
Mereka lupa, bahwa kenikmatan dosa akan memudar seiring ketidakberdayaan jiwa melawan ajakannya karena telah tertawan, juga membebaskan diri dari jeratannya karena telah mengakar dalam. Rasa yang kini menjadi hampa dan tawar saat mereka sadar bahwa sudah terlalu sulit untuk berkelit meninggalkannya. Mereka jatuh disebuah titik jenuh dengan peluh yang telah menguras tenaga dan usia. Hingga tiada lagi yang tersisa selain sesal dan kecewa, juga sunyi yang mencekam menakutkan.
Inilah hakikat kehinaan dan tanda kebinasaan. Yang terjadi karena terlepasnya diri dari penjagaan dan perlindungan Allah, penutup pintu maksiat dan dosa, meski ia tipudaya seluruh penghuni bumi dan angkasa. Yaitu setelah taufiq dari-Nya tak lagi menyapa sebab nafsu meraja dan berkuasa, hingga mengeluarkan hamba dari ketaatan kepada-Nya. Saat itulah Allah menyerahkan hamba itu, beserta seluruh permasalahannya kepada dirinya sendiri. Melayang tanpa pegangan tangan dan kehilangan tempat kaki berpijak. Linglung dalam bingung sebab beratnya menghadang semua serangan maksiat yang luar biasa dahsyat. Hingga ia pasrah dan menyerah kalah.
Karenanya, merasa senang dalam nikmatnya dosa adalah kejahilan. Tentang siapa sesungguhnya yang dikhianati, tentang siapa yang sebenarnya merugi, tentang ancaman bahaya besar yang terlupakan, juga tentang iradah yang salah. Sebuah ketidaksadaran akut yang membutakan seluruh akal sehat dan perasaan. Dengan puncaknya adalah perasaan bangga dalam dosa, serta hebat dalam maksiat. Yang karenanya dia ingin terus melakukannya lagi, melakukannya lagi, dan lagi, bahkan hingga dia megajak khalayak ramai untuk mengikuti jejak dirinya. Pada saat itulah, dia berada dalam bahaya yang lebih besar daripada dosa itu sendiri.
Padahal, dosa adalah luka, yang mestinya menggelisahkan jiwa dan membuatnya merana tidak bahagia. Jiwa yang suci akan selalu membencinya dan merasa terbebani, dengan tingkat kebencian yang sebanding kadar kesuciannya. Hingga saat kegelisahan dalam maksiat yang dia perbuat menipis, dia mencurigai kualitas iman miliknya. Dan ketika rasa itu menghilang, dia menangisi hatinya yang telah mati. Bukankah, memang luka tidak akan menyakitkan bagi si mayit?
02.54 | 0
komentar
Teman Dalam Kesendirian
Written By Rudianto on Minggu, 17 Februari 2013 | 07.08
Sungguh, tidak mudah menjaga keistiqamahan atas pilihan iman dizaman
seperti ini. Saat rasa iman semakin tawar dan hambar. Saat
penopang-penopangnya semakin sulit ditemukan. Dan saat lingkungan
semakin tak mendukung. Adakah yang tetap teguh dalam kesendirian, yang
sering mencekam?
Ibarat perjalanan, hari-hari menapaki jalan iman adalah pertaruhan. Tentang keyakinan akan kebenaran dan janji keselamatan, juga kesabaran penempuhan yang seolah tak berkesudahan. Sedang mata yang nanar dan langkah yang limbung membuat jalan lurus ini tak tampak benderang. Ia serupa gulita belantara lebat yang pekat dengan berbagai jebakan. Terlihat terjal berliku dalam kesunyian yang menakutkan. Kini, siapakah yang sanggup berjalan ketika dia merasa sendiri?
Meski, jika kita meneliti petunjuk yang terbaca jelas, juga jejak-jejak pendahulu yang meninggalkan bekas, kita bisa lega bernafas. Inilah jalan penghantar kesuksesan hakiki yang kita cari. Kita percaya, pernah ada manusia yang menempuhinya, dahulu kala, dalam jumlah yang melimpah, sebab dari jeja yang tertinggal kita bisa melacaknya. Mereka adalah hamba-hamba yang mendapat anugerah Allah ; para Nabi dan Rosul, para Syuhada’, dan para shadiqin. Merekalah sebaik-baik teman perjalanan!
Keyakinan yang cukup akan hal ini mutlak perlu. Agar kita tak ragu melangkah sebab kita bukanlah sang pembuka jalan. Agar kita tak lagi takut meski hanya menjadi pengikut. Agar azzam kita tak memudar meski jejak-jejak itu semakin samar. Juga, agar bashirah kita tak menumpul digerogoti fakta-fakta palsu yang terus muncul.
Selanjutnya adalah kesabaran. Sebab tekat baja bisa saja lebur, keyakinan bisa hancur, dan langkah-langkah kaki bisa terhenti, untuk kemudian mundur teratur, jika kita tidak pandai merawatnya. Itu berarti ada jalan lain yang kita tempuh, sedang kayakinan tentang kebenarannya tidak kita miliki utuh.
Di sinilah kesabaran dibutuhkan agar perjalanan tak menjadi beban berat. Bashirah ditajamkan agar setiap perjalanan menjadi nikmat. Nafsu muthmainah dimenangkan agar kuat menghadang setiap seruan jahat.hingga perjalanan pulang ini terasa dekat. Hanya sekejap waktu yang akan berlalu, insyaallah.
Maka berlakulah semestinya itu;vjika yakin dan sabar semakin kuat, semakin kita bisa tegar melangkah di jalan ini. Pun jika ia semakin lemah, maka langkahlangkah kaki akan berbalik arah sebab tidak sanggup memikul beratnya beban perjalanan. Tidak tahan melangkah dalam kesendirian. Apalagi tanpa teman!
Tapi lihatlah! Kebenaran ini menyusup ke dalam kalbu, menancap kuat dengan hebat, kemudian member keyakinan pasti. Ia serupa mata yang bersua sinar mentari pagi. Yang ketika ia yakin, maka menjadi tidak penting lagi siapa yang menolak dan menyetujui. Sebab kebenaran memang tidak memerlukan persetujuan makhluk, siapapun dia. Kebenaran adalah pemakluman dari Sang Rahman. Kalo kita percaya!
Maka, teman dalam kesendirian adalah keyakinan akan kebenaran, Islam!
Ibarat perjalanan, hari-hari menapaki jalan iman adalah pertaruhan. Tentang keyakinan akan kebenaran dan janji keselamatan, juga kesabaran penempuhan yang seolah tak berkesudahan. Sedang mata yang nanar dan langkah yang limbung membuat jalan lurus ini tak tampak benderang. Ia serupa gulita belantara lebat yang pekat dengan berbagai jebakan. Terlihat terjal berliku dalam kesunyian yang menakutkan. Kini, siapakah yang sanggup berjalan ketika dia merasa sendiri?
Meski, jika kita meneliti petunjuk yang terbaca jelas, juga jejak-jejak pendahulu yang meninggalkan bekas, kita bisa lega bernafas. Inilah jalan penghantar kesuksesan hakiki yang kita cari. Kita percaya, pernah ada manusia yang menempuhinya, dahulu kala, dalam jumlah yang melimpah, sebab dari jeja yang tertinggal kita bisa melacaknya. Mereka adalah hamba-hamba yang mendapat anugerah Allah ; para Nabi dan Rosul, para Syuhada’, dan para shadiqin. Merekalah sebaik-baik teman perjalanan!
Keyakinan yang cukup akan hal ini mutlak perlu. Agar kita tak ragu melangkah sebab kita bukanlah sang pembuka jalan. Agar kita tak lagi takut meski hanya menjadi pengikut. Agar azzam kita tak memudar meski jejak-jejak itu semakin samar. Juga, agar bashirah kita tak menumpul digerogoti fakta-fakta palsu yang terus muncul.
Selanjutnya adalah kesabaran. Sebab tekat baja bisa saja lebur, keyakinan bisa hancur, dan langkah-langkah kaki bisa terhenti, untuk kemudian mundur teratur, jika kita tidak pandai merawatnya. Itu berarti ada jalan lain yang kita tempuh, sedang kayakinan tentang kebenarannya tidak kita miliki utuh.
Di sinilah kesabaran dibutuhkan agar perjalanan tak menjadi beban berat. Bashirah ditajamkan agar setiap perjalanan menjadi nikmat. Nafsu muthmainah dimenangkan agar kuat menghadang setiap seruan jahat.hingga perjalanan pulang ini terasa dekat. Hanya sekejap waktu yang akan berlalu, insyaallah.
Maka berlakulah semestinya itu;vjika yakin dan sabar semakin kuat, semakin kita bisa tegar melangkah di jalan ini. Pun jika ia semakin lemah, maka langkahlangkah kaki akan berbalik arah sebab tidak sanggup memikul beratnya beban perjalanan. Tidak tahan melangkah dalam kesendirian. Apalagi tanpa teman!
Tapi lihatlah! Kebenaran ini menyusup ke dalam kalbu, menancap kuat dengan hebat, kemudian member keyakinan pasti. Ia serupa mata yang bersua sinar mentari pagi. Yang ketika ia yakin, maka menjadi tidak penting lagi siapa yang menolak dan menyetujui. Sebab kebenaran memang tidak memerlukan persetujuan makhluk, siapapun dia. Kebenaran adalah pemakluman dari Sang Rahman. Kalo kita percaya!
Maka, teman dalam kesendirian adalah keyakinan akan kebenaran, Islam!
07.08 | 0
komentar
Semoga Kita Pantas
Written By Rudianto on Sabtu, 16 Februari 2013 | 21.10
Bagi hamba yang mengerti, berjalan di atas shirathal mustaqim, jalan
yang lurus, adalah sebuah keniscayaan yang menafikan selainnya, demi
keselamatan dirinya dunia akhirat. Sebuah adimarga nana gung yang sudah
ada, benderang, dan terbentang panjang sejauh mata memandang, bagi hamba
ayng terpilih. Namun, ia sangat membingungkan bagi kebanyakan orang,
yang membuang diri mereka dalam kuasa nafsu dan kubangan dosa.
Sebab itu, jalan ini tidak akan pernah bisa ditempuh seorang hamba kecuali dengan hidayah dari Allah, dan dengan pertolongan-Nya. Hamba pilihan yang mengenal Allah beserta hak-hak-Nya, beribadah dalam keistiqamahan yang terjaga, serta membebaskan diri dari kebodohan tentang dosa yang membuatnya gagal mengenali petunjuk, juga pelaksanaan maksiat yang bertentangan dengan tujuan keselamatan. Hamba yang menempuhinya dengan sekuat tenaga meninggalkan jalan mereka yang dimurkai, juga jalan mereka yang sesat.
Kia harus tahu, bukan amal shalih semata yang akan menyelamatkan kita, bahkan Rosulullah SAW, dari kekalahan dan kegagalan sejati, azab Allah, meski ia melimpah ruah memenuhi penjuru waktu yang tergunakan untuk memunculkannya. Sebab, ia akan selalu kurang, penuh lubang, dan jauh dari kesempurnaan. Ia tidak akan pernah sepadan dengan ganjaran keselamatan, kecuali Allah menetapkan kepantasan untuknya dengan rahmat dan karuni-Nya.
Untuk itulah kita harus menegakkan salah satu pilar kepantasan itu, yang insyaallah, adalah taubat! Sebuah jalan kemenangan dimana Rosulullah SAW yang ma’shum pu melakukan tujuhpuluh sampai seratus kali, bahkan lebih, setiap harinya. Hingga Allah memerintahkan kaum muslimin untuk bertaubat, bukan semata karena dosa, namun bahkan setelah mereka beriman, bersabar, berhijrah, dan berjihad!
Karena taubat bukanlah sebuah permintaan maaf biasa, ia baru sah hukumnya jika disertai pengenalan kita akan dosa, kemudian mengakuinya sebagai kesalahan, berjanji untuk tiak mengulangi, serta mengimpaskan kezhaliman yang pernah kita perbuat kepada si teraniaya. Kita memohon kepada Allah agar Dia membebaskan kita dari pengaruh buruknya, juga kecenderungan hati kepadanya. Sebab bagaimanapun, dosa dan maksiat tidak akan pernah berjalan di atas kebenaran, apapun alas an dan penyebabnya!
Maka, mari meraih pertolongan dan perlindungan Allah! Agar kita tidak sendirian menghadapi masalah kehidupan, yang kompleks dan berat, yang rumit dan sulit. Hingga semua menjadi mudah dan sederhana, serta menjadi penopang kepantasan kita memperoleh rahmat dan fadhilah Allah itu.
Yaitu dengan berpegang teguh kepada agama-Nya. Menjalanan perintah-Nya sepenuh cinta, keikhlasan, dan ketundukan. Sebab, dengan itulah kita membangun tameng dan benteng pertahanan menghadapi berbagai godaan dan rintangan yang menghadang. Dimana taubat kita, sesungguhnya sangat bergantung kepada penjagaan kita akan (agama) Allah, dan perlindungan Allah kepada kita.
Mari bertaubat! Pada seluruh masa hidup kita, di permulaan, pertengahan, hingga pada akhirnya, sebab kehilangannya adalah kezhaliman. Setelah itu, barulah kita boleh berharap, bahwa kita pantas mendapatkan kemenangan dan keselamatan idaman. Semoga!
Sebab itu, jalan ini tidak akan pernah bisa ditempuh seorang hamba kecuali dengan hidayah dari Allah, dan dengan pertolongan-Nya. Hamba pilihan yang mengenal Allah beserta hak-hak-Nya, beribadah dalam keistiqamahan yang terjaga, serta membebaskan diri dari kebodohan tentang dosa yang membuatnya gagal mengenali petunjuk, juga pelaksanaan maksiat yang bertentangan dengan tujuan keselamatan. Hamba yang menempuhinya dengan sekuat tenaga meninggalkan jalan mereka yang dimurkai, juga jalan mereka yang sesat.
Kia harus tahu, bukan amal shalih semata yang akan menyelamatkan kita, bahkan Rosulullah SAW, dari kekalahan dan kegagalan sejati, azab Allah, meski ia melimpah ruah memenuhi penjuru waktu yang tergunakan untuk memunculkannya. Sebab, ia akan selalu kurang, penuh lubang, dan jauh dari kesempurnaan. Ia tidak akan pernah sepadan dengan ganjaran keselamatan, kecuali Allah menetapkan kepantasan untuknya dengan rahmat dan karuni-Nya.
Untuk itulah kita harus menegakkan salah satu pilar kepantasan itu, yang insyaallah, adalah taubat! Sebuah jalan kemenangan dimana Rosulullah SAW yang ma’shum pu melakukan tujuhpuluh sampai seratus kali, bahkan lebih, setiap harinya. Hingga Allah memerintahkan kaum muslimin untuk bertaubat, bukan semata karena dosa, namun bahkan setelah mereka beriman, bersabar, berhijrah, dan berjihad!
Karena taubat bukanlah sebuah permintaan maaf biasa, ia baru sah hukumnya jika disertai pengenalan kita akan dosa, kemudian mengakuinya sebagai kesalahan, berjanji untuk tiak mengulangi, serta mengimpaskan kezhaliman yang pernah kita perbuat kepada si teraniaya. Kita memohon kepada Allah agar Dia membebaskan kita dari pengaruh buruknya, juga kecenderungan hati kepadanya. Sebab bagaimanapun, dosa dan maksiat tidak akan pernah berjalan di atas kebenaran, apapun alas an dan penyebabnya!
Maka, mari meraih pertolongan dan perlindungan Allah! Agar kita tidak sendirian menghadapi masalah kehidupan, yang kompleks dan berat, yang rumit dan sulit. Hingga semua menjadi mudah dan sederhana, serta menjadi penopang kepantasan kita memperoleh rahmat dan fadhilah Allah itu.
Yaitu dengan berpegang teguh kepada agama-Nya. Menjalanan perintah-Nya sepenuh cinta, keikhlasan, dan ketundukan. Sebab, dengan itulah kita membangun tameng dan benteng pertahanan menghadapi berbagai godaan dan rintangan yang menghadang. Dimana taubat kita, sesungguhnya sangat bergantung kepada penjagaan kita akan (agama) Allah, dan perlindungan Allah kepada kita.
Mari bertaubat! Pada seluruh masa hidup kita, di permulaan, pertengahan, hingga pada akhirnya, sebab kehilangannya adalah kezhaliman. Setelah itu, barulah kita boleh berharap, bahwa kita pantas mendapatkan kemenangan dan keselamatan idaman. Semoga!
21.10 | 0
komentar
Menyelisik Kehidupan di alam Kubur
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita
semua. Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah
sebuah kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada
penghabisan. Ia adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan
ada pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ
“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)
Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya!
Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa
ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang
manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan
mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju
kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman
tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya
dari generasi pertama sampai yang terakhir:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)
Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah)
kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi
sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh
makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita
semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut
sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala
utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat
bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja,
walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita.
Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).
Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat
dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun
orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala
dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika
meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.
Alam Kubur
Alam Kubur
Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia
akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat
peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang
yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan
dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam
dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)
Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:
1. Fitnah kubur
1. Fitnah kubur
Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu
(Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi
wa Sallam bersabda:
“Apabila mayit telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila)
salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam
kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan
yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan
tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib
radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba
yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu
(Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu
bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian
keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini?
Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu
adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala :
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)
Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa
ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah
Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut
di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai
halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala
akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di
alam kubur.
Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua
malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu;
kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak
tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada
kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar
suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari
neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya
neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang
rusuknya karena terhimpit kubur.”
Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia
adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak
beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat
tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia
menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk,
kecuali jin dan manusia.
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita
semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada
yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh
pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya,
niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena
itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang
bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu
wa Ta’ala berfirman :
الم{Ø}
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ{Ù}
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ{Ú}
“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya,
petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada
yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)
2. Adzab dan nikmat kubur
Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua
malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di
alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.
Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan
mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa
Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit:
“Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga!
Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju
surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya
sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan
bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata:
“Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang
telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu
mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan
sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan
dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah,
Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada
di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku
bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”
Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka
ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di
atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta!
Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju
neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya
hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya.
Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk
aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala
sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan
bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan.
Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu
dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta,
tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke
gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan
sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan
tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga
didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan
pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan
tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan
Ahmad)
Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan
gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh
manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita
tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya,
karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan
merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa
Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada
para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا{ÙÝ}
إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ..{ÙÞ}
“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada
Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)
Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang
bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan
kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai
pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah
disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa
Ta’ala :
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada
hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun
dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),
Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala :
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَ
“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).
Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.
Penutup
Penutup
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita
semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami
manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan
cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di
akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a
memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur,
dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah
Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari
berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita
menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu
dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju
kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
MUTIARA HADITS SHAHIH
Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:
“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan
tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan
mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah
(mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak
menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari
shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”
11.25 | 0
komentar
Tangis Kelembutan Kalbu
Written By Rudianto on Jumat, 15 Februari 2013 | 18.12
Biarkan air mata ini meleleh sebab panasnya dosa mencairkan kebekuannya.
Terlalu banyak hak-hak Allah yang kita abaikan, terlalu lama hati kita
berpaling mengingkari petunjuk-Nya. Berjalan menyeret diri dalam pusaran
dunia yang memabukkan, untuk kemudian terlempar jatuh terpuruk dalam
sesal berkepanjangan. Biarkan ia berhenti sampai di sini, terbawa banjir
air mata kita.
Jangan tahan butir air mata yang hendak jatuh menitik, karena itulah tetesan yang dicintai Allah. Biarkan ia meluas di wajah kita sebab reaksi kimiawinya membentengi kita dari api neraka. Sedang ia juga peristiwa langka yang jarang terjadi di jaman ini. Serupa kerontang musim kemarau karena air hujan yang tidak turun dan mata air yang telah mongering.
Di mana kini, jiwa-jiwa yang dicengkeram rasa takut karena minimnya bekal menjelang kepulangan mereka ke alam baka? Ketidaksiapan yang menyiksa jiwa dan raga, membiaskan gelisah yang nyata dalam rindu akan perjumpaan yang melegakan dan penuh keridhoan dari Sang Maha Rahman. Sanggupkah diri bersimpuh memasrahkan diri yang hina ini?
Ya, air mata Karena takut kepada Allah adalah anugerah. Buah dari ilmu yang cukup tentang hakikat kehidupan yang fana dan kekalnya akhirat, yang dipadu dengan ketidakpantasan kita dalam mempersiapkan bekal. Serupa kapak pemecah batu pelindung mata air, ia kan mengalir derasnya arus jika berhasil. Yang kegagalannya mendatangkan bencana ; kekeringan atau bahkan kematian makhluk bernyawa.
Ini bukan tentang topeng kejantanan palsu yang mengharamkan tangisan. Berlagak perkasa dalam kesombongan, padahal ia justru pertanda kebodohan dan lemahnya iman. Karena tangisan takut kepada Allah adalah ketinggian pemancar hati yang sanggup menangkan sinyal frekuensi gelombang akhirat yang terkirim dari nash-nash ilahiah. Sedang ketiadaannya adalah kungkungan jiwa karena terhalang kerasnya hati dan nihilnya ilmu.
Semakin bertambah kualitas ilmu dan iman kita, semakin deraslah mengalir air mata. Karena jiwa yang gemetar dan kulit yang merinding telah menghancurkan kalbu yang membatu. Membuatnya lembut dan khusyu’ dalam takut yang membangun ketakwaan. Bukankah Abu Bakar selalu menangis saat membaca al-Qur’an Karena kelembutan hatinya?
Sehingga, mata yang tidak pernah menangis Karena takut kepada Allah adalah bencana yang nyata bagi pemiliknya. Bukti kebodohan yang membuat aman karena ketidaktahuan, kualitas iman yang dipertanyakan, juga kerasnya kalbu yang telah membatu.
Maka marilah belajar menangis! Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan banyak lagi yang lain, yang dari memandang wajah mereka saja, kita tahu ada bekas linangan air mata padanya. Wajah-wajah teduh dari hati yang mengerti tentang hakikat hidup ini. Tentang mati dan negeri abadi!
Jangan tahan butir air mata yang hendak jatuh menitik, karena itulah tetesan yang dicintai Allah. Biarkan ia meluas di wajah kita sebab reaksi kimiawinya membentengi kita dari api neraka. Sedang ia juga peristiwa langka yang jarang terjadi di jaman ini. Serupa kerontang musim kemarau karena air hujan yang tidak turun dan mata air yang telah mongering.
Di mana kini, jiwa-jiwa yang dicengkeram rasa takut karena minimnya bekal menjelang kepulangan mereka ke alam baka? Ketidaksiapan yang menyiksa jiwa dan raga, membiaskan gelisah yang nyata dalam rindu akan perjumpaan yang melegakan dan penuh keridhoan dari Sang Maha Rahman. Sanggupkah diri bersimpuh memasrahkan diri yang hina ini?
Ya, air mata Karena takut kepada Allah adalah anugerah. Buah dari ilmu yang cukup tentang hakikat kehidupan yang fana dan kekalnya akhirat, yang dipadu dengan ketidakpantasan kita dalam mempersiapkan bekal. Serupa kapak pemecah batu pelindung mata air, ia kan mengalir derasnya arus jika berhasil. Yang kegagalannya mendatangkan bencana ; kekeringan atau bahkan kematian makhluk bernyawa.
Ini bukan tentang topeng kejantanan palsu yang mengharamkan tangisan. Berlagak perkasa dalam kesombongan, padahal ia justru pertanda kebodohan dan lemahnya iman. Karena tangisan takut kepada Allah adalah ketinggian pemancar hati yang sanggup menangkan sinyal frekuensi gelombang akhirat yang terkirim dari nash-nash ilahiah. Sedang ketiadaannya adalah kungkungan jiwa karena terhalang kerasnya hati dan nihilnya ilmu.
Semakin bertambah kualitas ilmu dan iman kita, semakin deraslah mengalir air mata. Karena jiwa yang gemetar dan kulit yang merinding telah menghancurkan kalbu yang membatu. Membuatnya lembut dan khusyu’ dalam takut yang membangun ketakwaan. Bukankah Abu Bakar selalu menangis saat membaca al-Qur’an Karena kelembutan hatinya?
Sehingga, mata yang tidak pernah menangis Karena takut kepada Allah adalah bencana yang nyata bagi pemiliknya. Bukti kebodohan yang membuat aman karena ketidaktahuan, kualitas iman yang dipertanyakan, juga kerasnya kalbu yang telah membatu.
Maka marilah belajar menangis! Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan banyak lagi yang lain, yang dari memandang wajah mereka saja, kita tahu ada bekas linangan air mata padanya. Wajah-wajah teduh dari hati yang mengerti tentang hakikat hidup ini. Tentang mati dan negeri abadi!
18.12 | 0
komentar
Valley of the Wolves Palestine
Written By Rudianto on Kamis, 14 Februari 2013 | 21.10
Mari sejenak kita berbicara tentang film yang akan membuat heboh Negara
Israel ini. Dengan semangat dan perhatian terhadap nasib bangsa
palestina yang sudah semena-mena dijajah oleh Israel berpuluh-puluh
tahun, maka sebuah rumah produksi di Turki akan merilis sebuah film
tentang serangan tentara Israel terhadap relawan kemanusiaan yang
membawa bantan ke Gaza bulan Mei yang lalu, rombongan relawan di atas
Kapal Mavi Marmara mendadak mendapat serangan membabi buta dari tentara
Israel agar relawan tidak melanjutkan pengiriman relawan dan bantuan ke
Gaza. sehingga pada penyerangan relawan yang tak bersenjata ini
menewaskan 9 orang relawan.
pada film yang berjudul "Valley of the Wolves – Palestine" ini fokus bercerita pada pengiriman sekelompok komando pasukan Turki yang ditugaskan untuk membunuh seorang perwira tentara Israel yang memberikan perintah untuk membunuh relawan di atas kapal Mavi Marmara.
film ini akan diputar di bioskop2 Kairo Mesir. proyek ini menghabiskan dana 10 juta dollar. semoga film ini bagus dan bisa memberikan semangat kepada kita untuk senantiasa terus memperjuangkan nasib saudara-saudara kita di Palestina. Tapi sayang entah kenapa film ini tidak akan beredar di Negara kita......
Silahkan Donasi Sebagian Rizki anda dan Miliki Koleksi DVD Valley of the Wolves Palestine sebagai kenang-kenangan dari kami. Adapun Paket Donasi cukup : RP 25.000,- atau 50.000,-
SALURKAN INFAK DAKWAH ANDA UNTUK RADIO BANK BTN 00399-01-50-000110-1 AN RADIO KOMUNITAS NURIS FM. Hubungi Admin di 085716863625.
pada film yang berjudul "Valley of the Wolves – Palestine" ini fokus bercerita pada pengiriman sekelompok komando pasukan Turki yang ditugaskan untuk membunuh seorang perwira tentara Israel yang memberikan perintah untuk membunuh relawan di atas kapal Mavi Marmara.
film ini akan diputar di bioskop2 Kairo Mesir. proyek ini menghabiskan dana 10 juta dollar. semoga film ini bagus dan bisa memberikan semangat kepada kita untuk senantiasa terus memperjuangkan nasib saudara-saudara kita di Palestina. Tapi sayang entah kenapa film ini tidak akan beredar di Negara kita......
Silahkan Donasi Sebagian Rizki anda dan Miliki Koleksi DVD Valley of the Wolves Palestine sebagai kenang-kenangan dari kami. Adapun Paket Donasi cukup : RP 25.000,- atau 50.000,-
SALURKAN INFAK DAKWAH ANDA UNTUK RADIO BANK BTN 00399-01-50-000110-1 AN RADIO KOMUNITAS NURIS FM. Hubungi Admin di 085716863625.
21.10 | 0
komentar
Konsep Pendidikan dalam AlQuran
Seekor hewan yang baru melahirkan anak, anaknya
langsung dapat berdiri, berjalan dan mengikuti ibunya pergi mencari
makan. Dan hanya beberapa hari kemudian, anaknya telah dilatih
berlompat, berlari dan mencari makan sendiri.
Berbeda dengan seorang manusia yang baru melahirkan. Bagi manusia lama sekali anaknya dididik, barulah dapat duduk, berdiri dan berjalan. Apalagi berlari dan dapat makan sendiri. Bertahun-tahun lamanya digendong, diayun, diberi makan, disekolahkan, barulah dapat makan dan memakai bajunya sendiri. Diperlukan waktu memasuki sekolah taman kanak-kanak 2 tahun, SD 6 tahun, Sekolah lanjutan 6 tahun, dan Perguruan Tinggi 5 tahun ( S1 ), barulah dapat mencari makan sendiri. Itupun jika keterampilan yang dimiliki dibutuhkan pasar. Kalau tidak, maka harus ditambah lagi sekitar 7 tahun ( S2 dan S3 barula banyak peluang ). Artinya seekor hewan hanya memerlukan waktu tiga hari atau satu minggu, sudah dapat mencari makan sendiri. Dibandingkan seorang manusia diperlukan waktu sekitar 2O - 25 lamanya, barulah dapat dibutuhkan pasar untuk hidup sendiri. Betapa bedanya waktu yang harus dihabiskan mendidik keterampilan kepada manusia dibandingkan hewan.
Sebab itu pendidikan ( Tarniyah) sangatlah sulit. Mahal, lama dan tekun. Pantaslah jika Nabi Muhammad SAW mencanangkan pendidikan itu sejak “ Min al- mahdi ila al- Lahdi “ ( Dari ayunan sampai ke liang lihad ) (HR.Muslim) yang oleh pendidikan Barat dijiplak dengan istilah “ Long life education”. (Pendidikan seumur hidup).
Bagaimana konsepsi Pendidikan (Tarbiyah) menurut Al-Qur’an?
Pengertian :Didalam Al-Qur’an (Alquran) tidak didapati sebuah ayatpun yang secara ekspelisit menyebut Tarbiyah. Tapi jika digali akar katanya yang tersusun dari huruf “ RA ” dan “ BA” (Rabbi), banyak sekali dapat ditemui.
Tarbiyah yang asalnya Rabbi ada 945 ayat. Terkadang dengan istilah Rabbi, Rabbika, Rabbukum, Rabbukuma, Rabbana, Rabbihi, dan Rabbihim.
Menurut Ibnu Faris, makna Rabbi yang akarnya huruf Ra dan Ba ialah “ Ishlah al-Syaii wa al-Qiyamu ‘alaihi “ ( Memperbaiki sesuatu dan berusaha dengan sungguh-sungguh, atasnya, seperti memelihara dan mendidik seorang anak sampai dikawinkan) (h.398).
Seorang Mufasir berpendapat, jika Rabbi diidentikan sifat Tuhan ( Pendidik dan Pemelihara ) maka artinya lebih luas yakni Mengasuh, Mendidik, Memelihara, Memberi pengertian, Memberi kelebihan, Meninggikan derajat dan Mengembangkan kemampuan. Didalam Alquran ayat yang pertama turun adalah ayat pendidikan yaitu IQRA’( perintah membaca dan mengamati). Demikian Surah yang pertama turun juga adalah surah mengenai Pendidikan yaitu Al-Fatihaha.
Surah Al-‘Alaq :Ayat pertama turun adalah pada surah Al -‘Alaq, yaitu :
(1) Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
(2) Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
(3) Bacalah dan Tuhanmu yang Paling Pemurah.
(4) Yang mengajari manusia dengan perantaraan qalam.
(5) Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.
(6) Ketahuilah sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.
(7) Melihat dirinya serba cukup.
(8) Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembalimu
Menurut Mufasir kata “Rabbika” dalam ayat tersebut, berasal dari akar kata Tarbiyah yang berarti pendidikan, pengemnbangan, peningkatan dan kelebihan. Dalam Ilmu Tauhid, Tuhan mempunyai banyak sifat dan dibagi menjadi dua kategori. Pertama, sifat-sifat yang berkaitan dengan zatnya. Kedua, sifat-sifat yang berkaitan dengan perbuatannya. Kata “Allah “ menghimpun semua sifat-sifatnya, sedang kata” Rabbi ” hanya menghimpun sifat-sifat yang berkaitan perbuatannya.
Menurut Al-Naisaburi, perintah Iqra’ dalam surah Al-‘alaq berulang sebanyak 3 kali :
(1) Peritah pertama untuk pribadi Nabi dan perintah kedua untuk umatnya.
(2) Yang pertama membaca dalam salat, yang kedua membaca diluar salat.
(3) Perintah pertama belajar untuk diri, dan perintah kedua mengajarkan kepada orang lain.
Adapun membaca dalam ayat diatas, bukan hanya membaca Alquran, tapi termasuk membaca fenomena yang terjadi di alam ini. Dan hakikatnya orang yang berbuat jahat pasti terbalas demikian yang berbuat baik juga pasti terbalas, sekalipun balasan itu bukan persis dari diri orang yang pernah kita tolong.
Mufasir Sayyid Quthub berpendapat, ayat kedelapan tersebut dimaksudkan, bahwa setelah melakukan pendidikan, baik terhadap diri sendiri, keluarga dan orang lain, akhirnya akan kembali ke hadirat Allah mempertanggung jawabkan semua urusan, segala niat dan gerak langkah yang telah dilakukan di dunia. Perbuatan salah atau saleh, taat atau durhaka, yang telah dilakukan secara transparan, pasti akan terbalas tanpa ada kezaliman didalamnya.
Pendidikan pertama yang hendaknya diberikan kepada anak adalah mengajarkan baca tulis Alquran, sebab itulah yang terafdal “ Kahyrukum man ta’allam al-Qur’an wa ‘allamahu” (Yang terbaik diantara kamu ialah mempelajari Alquran dan mengajarkannya) (HR.Muslim).
Kita sambut dengan gembira program pemerintah yang telah mewajibkan pelajaran Alquran ini kepada murid-murid dan siswa-siswa yang beragama Islam sebelum sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.Kita doakan semoga sukses.
Surah Al-Fatiha :Surah yang lengkap satu surah turun adalah Al-Fatiha, yaitu:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (1)
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (2)
Yang menguasai hari pembalasan (3)
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan Engkaulah kami memohon pertolongan (4)
Tunjukilah kami jalan yang lurus (5)
Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat; bukan jalannya mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat (6 dan 7).
Kalau dihitung Bismillah termasuk Fatiha ayat pertama, maka ayat ke 6 dan 7 menjadi satu ayat.Jadi jumlah ayatnya tetap 7.
Menurut Syekh Muhammad Abduh (1849-19O5) memahami surah Al-Fatiha adalah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi. Artinya lebih dahulu dari ayat Iqra’ dengan alasan, berdasarkan logika bahwa penetapan hukum kandungan Alquran, dimulai secara global barulah menyusul perincian.
Pokok ajaran dalam Al-Fatiha (1). Tauhid (Akidah) (2) .Janji dan ancaman (3). Ibadah. (4) Jalan kebahagiaan dunia akhirat. (5).Pemberitaan kisah umat terdahulu.
Artinya penafsiran mujaddid tersebut menyatakan bahwa pendidikan utama dan tugas muslimada 3. Pertama, mengajarkan tauhid. Kedua, berdakwah (Tabsyir dan Tanzir). Ketiga, beribadah dengan sungguh-sungguh. Akhirnya barulah seseorang dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Surah Luqman:Dalam surah ini diuraikan bentuk pendidikan yang diwasiatkan Lukman al-Hakim dalam mendidik anaknya :
(1) Janganlah kamu mensyarikatkan Allah.
(2) Bersyukurlah kepada Allah dan kepada kedua orangtuamu.
(3) Dirikanlah salat sebaik-baiknya.
(4) Perintahkanlah manusia berbuat makruf dan cegahlah mereka berbuat munkar
(5) Sabarlah menerima musibah sebagai resiko nahi munkar
(6) Janganlah bersombong dalam ucapan dan berjalan.
(7) Ingatlah perbuatan sekecil apapun pasti terbalas.
Dari 3 surah tersebut ditemukan konsepsi utama pendidikan Alquran, baik pada Al-Fatiha, Al-‘alaq dan Luqman. Dasar-dasar pendidikan Alquran sedikitnya mengandung 5 Prinsip. Pertama Akidah. Kedua, Syari’ah (Ibadah-Muamalah). Ketiga, Akhlak. Keempat, Amar makruf Nahi munkar. Kelima, Latihan keterampilan dan meninggalkan kecurangan.
Konsepsi Tarbiyah Islam tersebut penjabarannya ditemukan dalam Sunnah Rasul dan sahabat,diantaranya:
(1). Azanlah kedua telinga anakmu ketika melahirkan.
(2) Ajarkanlah pertama membaca Alquran dan mengenal Allah (Makrifatullah).
(3) Berilah nama yang baik, berilah makanan yang halal dan pisahlan tempat tidurnya.
(4) Latilah salat sejak di usia 7 tahun dan dihukum di usia 1O tahun (Jika lalai)
(5) Ajarlah keterampilan di kala remaja (Berenang, menunggang kuda, berpanah,dsb)
(3) Berilah nama yang baik, berilah makanan yang halal dan pisahlan tempat tidurnya.
(4) Latilah salat sejak di usia 7 tahun dan dihukum di usia 1O tahun (Jika lalai)
(5) Ajarlah keterampilan di kala remaja (Berenang, menunggang kuda, berpanah,dsb)
(5) Kawinkanlah setelah dengan wanita (berakhlak) setelah mempunyai keterampilan dan dewasa.
Imam Al-Gazali menambahkan kaifiat pendidikan agar selalu takut kerpada Tuhan dan menjauhi penyelewengan ( termasuk korupsi), sejak usia dini, dilatih setiap mau tidur dan bangun, dibiasakan menyebut 4O kali, saya dilihat Tuhan.Insya Allah pendidikan (Tarbiyah), sesuai Alquran berhasil.
Akhirnya dasar-dasar pendidikan (Tarbiyah) ialah mengajarkan Alquran, Akidah, Syari’ah dan Akhlak, kemudian dilengkapi keterampilan seperti menunggang kuda, berenang dsb. Lalu membiasakan menyebut nasehat-nasehat agama sebelum dan sesudah Ditambah membiasakan ucapan be
15.20 | 0
komentar
Film Children of Heaven
Written By Rudianto on Rabu, 13 Februari 2013 | 23.08
Children of Heaven sebuah karya Majid Majidi
yang memenangkan berbagai penghargaan internasional antara lain Montreal
World Film Festival, Silver Screen Awards di Internasional Film
Festival dan Nominasi Piala Awards 1999 untuk Best Language Film.
Kisah ini bercerita tentang Seorang anak kecil bernama Ali Mandengar (diperankan oleh Amir Farrokh Hashemian) yang hidup sangat sederhana di tengah-tengah keluarga bersama dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya.
Pada suatu ketika, di sebuah tempat sol sepatu Ali bermaksud mengambilkan sepatu adik pertamanya Zahra karena selesai diperbaiki. Kemudian, ketika hendak membeli kentang di sebuah warung, sepatu adiknya tersebut hilang terambil oleh seorang pemulung. Ia kebingungan.
Saat menceritakan kejadian itu kepada adiknya, adiknya menangis dan meminta Ali mencari sepatunya karena ayahnya tak mungkin mampu membelinya lagi. Ali berusaha mencarinya namun tak berhasil.
Sebagai pertanggung jawabannya Ali bersedia meminjamkan sepatunya kepada adiknya (Zahra) dengan cara bergantian memakainya saat sekolah yaitu dipakai Zahra pada pagi hari dan Ali memakainya di siang hari. Ini mengakibatkan Ali sering terlambat masuk sekolah dan mendapat masalah.
Zahra masih berusaha mencari…akhirnya ia menemukannya dalam kedaan terpakai oleh anak lain yang satu sekolah dengannya dan setelah ditelusuri anak tersebut ternyata anak seorang tuna netra. Akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali sepatu tersebut dan mereka berdua terus bergantian sepatu setiap harinya.
Ayah Ali, ingin mendapatkan lebih banyak uang, dengan meminjam beberapa alat berkebun, Ali bersama ayahnya pergi ke daerah pinggiran kaya ditehera. Mereka mencoba banyak tempat tanpa hasil, meskipun Ali terbukti sangat membantu ayah dalam hal penawarkan jasa. Akhirnya mereka mendatangi sebuah rumah milik anak laki-laki bernama Alireza yang tinggal berdua bersama kakeknya. Sedangkan Ali bermain dengan Alireza, ayahnya bekerja dikebun kakek Alireza. Setelah selesai bekerja, kakek Ali sangat terkejut dengan pendapatan mereka. Mereka sangat bahagia. Ali berkata dengan sangat senang” ayah jangan lupa belikan Zahra sepatu baru karna sepatunya sudah rusak..”. Namun tiba-tiba rem sepeda mereka blong dan sang ayah sedikit terluka dalam kecelakaan tersebut.
Hingga Suatu hari diadakan kejuaraan lari jarak jauh antar sekolah dengan hadiah ketiga berupa sepatu olah raga. Ali sangat bersemangat mengikuti lomba ini, karena ia sangat membutuhkan sepatu itu, yang rencananya akan ditukar dengan sepatu wanita, untuk diberikan kepada Zahra, adiknya tercinta.
Ali mengikuti kejuaraan tersebut meskipun pendaftarannya agak terlambat , namun diterima. Ia terus berusaha lari sekuat tenaga…lari dan terus lari…dan pada akhirnya ia justru memenangkan juara pertama…
Ali akhirnya pulang dengan sedih karena tidak dapat menepati janji pada adiknya. dia hanya membenamkan kakinya yang melepuh kedalam kolam ikan.
Makna keindahan dari film ini adalah kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya, dimana dia rela berbagi sepatu dengan adiknya, bertanggung jawab dengan mengikuti lomba lari jarak jauh hingga kakinya melepuh, dan seorang anak yang tidak ingin menyusahkan ayahnya yang sedang mengalami masalah keuangan untuk meminta membeli sepatu yang baru untuk adiknya. Cerita ini sangat menyentuh hati,,,,
Kisah ini bercerita tentang Seorang anak kecil bernama Ali Mandengar (diperankan oleh Amir Farrokh Hashemian) yang hidup sangat sederhana di tengah-tengah keluarga bersama dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya.
Pada suatu ketika, di sebuah tempat sol sepatu Ali bermaksud mengambilkan sepatu adik pertamanya Zahra karena selesai diperbaiki. Kemudian, ketika hendak membeli kentang di sebuah warung, sepatu adiknya tersebut hilang terambil oleh seorang pemulung. Ia kebingungan.
Saat menceritakan kejadian itu kepada adiknya, adiknya menangis dan meminta Ali mencari sepatunya karena ayahnya tak mungkin mampu membelinya lagi. Ali berusaha mencarinya namun tak berhasil.
Sebagai pertanggung jawabannya Ali bersedia meminjamkan sepatunya kepada adiknya (Zahra) dengan cara bergantian memakainya saat sekolah yaitu dipakai Zahra pada pagi hari dan Ali memakainya di siang hari. Ini mengakibatkan Ali sering terlambat masuk sekolah dan mendapat masalah.
Zahra masih berusaha mencari…akhirnya ia menemukannya dalam kedaan terpakai oleh anak lain yang satu sekolah dengannya dan setelah ditelusuri anak tersebut ternyata anak seorang tuna netra. Akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali sepatu tersebut dan mereka berdua terus bergantian sepatu setiap harinya.
Ayah Ali, ingin mendapatkan lebih banyak uang, dengan meminjam beberapa alat berkebun, Ali bersama ayahnya pergi ke daerah pinggiran kaya ditehera. Mereka mencoba banyak tempat tanpa hasil, meskipun Ali terbukti sangat membantu ayah dalam hal penawarkan jasa. Akhirnya mereka mendatangi sebuah rumah milik anak laki-laki bernama Alireza yang tinggal berdua bersama kakeknya. Sedangkan Ali bermain dengan Alireza, ayahnya bekerja dikebun kakek Alireza. Setelah selesai bekerja, kakek Ali sangat terkejut dengan pendapatan mereka. Mereka sangat bahagia. Ali berkata dengan sangat senang” ayah jangan lupa belikan Zahra sepatu baru karna sepatunya sudah rusak..”. Namun tiba-tiba rem sepeda mereka blong dan sang ayah sedikit terluka dalam kecelakaan tersebut.
Hingga Suatu hari diadakan kejuaraan lari jarak jauh antar sekolah dengan hadiah ketiga berupa sepatu olah raga. Ali sangat bersemangat mengikuti lomba ini, karena ia sangat membutuhkan sepatu itu, yang rencananya akan ditukar dengan sepatu wanita, untuk diberikan kepada Zahra, adiknya tercinta.
Ali mengikuti kejuaraan tersebut meskipun pendaftarannya agak terlambat , namun diterima. Ia terus berusaha lari sekuat tenaga…lari dan terus lari…dan pada akhirnya ia justru memenangkan juara pertama…
Ali akhirnya pulang dengan sedih karena tidak dapat menepati janji pada adiknya. dia hanya membenamkan kakinya yang melepuh kedalam kolam ikan.
Makna keindahan dari film ini adalah kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya, dimana dia rela berbagi sepatu dengan adiknya, bertanggung jawab dengan mengikuti lomba lari jarak jauh hingga kakinya melepuh, dan seorang anak yang tidak ingin menyusahkan ayahnya yang sedang mengalami masalah keuangan untuk meminta membeli sepatu yang baru untuk adiknya. Cerita ini sangat menyentuh hati,,,,
23.08 | 1
komentar
Film Ashabul Kahfi (Edisi Wide Screeen)
Written By Rudianto on Senin, 11 Februari 2013 | 10.12
Kisah 309 Tahun Pengikut Isa Al masih didalam gua
Ini adalah tahun pertama dari penampilan Kristen, kekaisaran Adrianus ke Roma Timur (Kekaisaran Bizantium) dan kedaulatan Diaclitianus ke Philadelphia. Kecenderungan ke Kristen di antara beberapa komandan kaisar, yang tidak lebih tersembunyi untuk publik, membuat gubernur kota menghukum mereka. Yang berlindung di sebuah gua diluar kota dan tidur disana, kepada Perintah Allah, selama tiga ratus tahun tinggal di gua menciptakan sebuah cerita yang dikenal sebagai "Pria dari Anjolos / Ashabul Kahfi".
Ini adalah tahun pertama dari penampilan Kristen, kekaisaran Adrianus ke Roma Timur (Kekaisaran Bizantium) dan kedaulatan Diaclitianus ke Philadelphia. Kecenderungan ke Kristen di antara beberapa komandan kaisar, yang tidak lebih tersembunyi untuk publik, membuat gubernur kota menghukum mereka. Yang berlindung di sebuah gua diluar kota dan tidur disana, kepada Perintah Allah, selama tiga ratus tahun tinggal di gua menciptakan sebuah cerita yang dikenal sebagai "Pria dari Anjolos / Ashabul Kahfi".
Film ini bertutur tetantang ketabahan para pengikut Isa Al masih dalam mempertahankan keimanan mereka. Dengan latar sejarah kekuasaan Adrianus, dengan garapan apik dan kolosal, penuh dengan kesedihan dan ketegangan.
Maximilianus, seorang petinggi Romawi di bawah
Maximilianus, seorang petinggi Romawi di bawah
Philadelpia, hari-harinya diliputi kegelisahan menyaksikan berbagai keanehan ajaran nenek moyangnya. Imperium Romawi yang begitu perkasa, ternyata penguasaannya tunduk dihadapan patung-patung tak berdaya.
Kegundahan semakin memuncak tatkala para pengikut Isa AI-Masih dikejar-kejar, disiksa, dibunuh, dijadikan mangsa singa lapar. Mulailah ia mencari hakikat kebenaran, sampai saat ia berjumpa seorang tua yang memberinya Injil Barnabas.
Bagaimana iman yang baru bersemi itu bisa bertahan di tengah kebiadaban Diaclitianus sang penguasa ? Dan Julius penuh dendam?
Saksikan dalam FILM ini...
10.12 | 2
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)