Hasan dan Husain, adalah
Sayid (pemimpin) para pemuda di surga nanti, dan Allah swt telah meninggikan derajat mereka lewat
ibtila’
(cobaan) yang menimpa mereka seperti pendahulu mereka; Hamzah, Ali,
Ja’far, Umar, Utsman dan lainnya dengan syahadah. Sebagaimana sabda Nabi
saw:
“Al-Hasan dan Al-Husain adalah pemimpin para pemuda di surga”. (HR. At-Tirmidzi)
Dan bulan Ramadahan kemarin perusahaan perfilman di Timur Tengah, me-release
film yang sangat kontroversial dalam sejarah Islam karena menayangkan
detail fitnah terbesar dalam sejarah Islam antara Muawiyah, Hasan dan
Husain. Film ini disutradari oleh Muhammad Alyasari, Muhammad Al-Hisyan
dan Abdul Baari.
Pemilihan media film memang tepat karena
media ini mengkombinasikan antara melihat dan mendengar menjadi satu,
sehingga isi pesan mudah ditangkap dan tidak mudah dilupakan, kita dapat
menikmati kejadian dalam waktu lama pada suatu proses atau peristiwa
tertentu, selain itu pengaruh hebat film dapat membangun sikap,
perbuatan dan membangkitkan emosi penonton.
Aktor dan bintang film terkenal Timur
Tengah ikut meramaikan film tersebut di antara mereka; Rasyid Asyaf
memerankan pribadi Muawiyah bin Abu Sufyan, ‘Ala’ Al-Qaasim sebagai
Abdullah bin Zubair, Romi Wahbah sebagai Yazid bin Muawiyah, selainnya
Thalahat Hamdi sebagai Zubair bin Awwam, Taaj Haidar sebagai Zainab
binti Ali bin Abi Thalib, Zanaati Qudsiyyah sebagai Adi bin Hatim
Attha’I, Muhammad Al Rasyi sebagai Qutaibah, Fathi Al-Hadawi sebagai
Hurqush bin Zuhair As-Sa’di, Abdurrahmad Abul Qasim sebagai Abu Hurairah
dan terakhir, dua pemuda asal Yordania, Khalid Maghwairi dan Muhammad
Al-Majali memerankan pribadi Hasan dan Husain.
Alhamdulillah, ini adalah
artikel ketiga yang membahas tentang film-film Islami yang banyak
mengundang kontrofersi; tulisan sebelumnya tentang film Nabi Yusuf As-Shiddiq dan Sahabat Nabi, Khalid bin Walid.
Dan seperti serial film sebelumnya, film ini ditayangkan selama bulan
Ramadhan penuh, terdiri dari 30 serial yang tiap serialnya berdurasi
sekitar satu jam penuh.
Dengan cepat film serial ini menjadi
sangat terkenal, selain karena animo penonton parabola, situs dan blog
yang besar, propaganda yang besar-besaran dan reaksi ulama atas film ini
juga semakin menambah terkenalnya film ini dan banyak orang yang
penasaran akan isi film ini.
Film ini berkisah tentang peri kehidupan dua imam; Hasan dan Husain dan fitnah kubra
yang menimpa umat Islam selepas wafatnya Nabi Muhammad saw, peran
keduanya dalam membela hak khalifah Utsman bin Affan dan peran keduanya
sebagai pembantu Khalifah Ali bin Abi Thalib, ayah mereka. Ada juga
kisah turunnya Hasan dari kekuasaan demi persatuan umat Islam, peristiwa
ini dikenal dalam sejarah sebagai ‘aamul jama’ah’ (tahun persatuan).
Selain itu, film tersebut juga
menggambarkan sosok Abdullah bin Saba’ yang keberadaannya diperdebatkan
dalam sejarah Islam, dan Yazid bin Muawiyah yang menjadi khalifah
sepeninggal ayahnya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Dan tak ketinggalan
peristiwa perang Jamal dan Shiffin.
Setelah beberapa tahun berada dalam
proses produksi, tahun lalu, serial ini melakukan pengambilan gambar di
Suriah, Yordania, Lebanon, Maroko, dan Emirat Arab. Tapi di tempat film
ini dibuat yaitu Mesir, tidak dilakukan pengambilan gambar. Hmm…… Ini salah satu kelihaian dari sang sutradara.
Menurut rencana, film serial Muawiyyah,
Hasan dan Husain ini akan ditayangkan oleh tujuh jaringan satelit Arab,
yang tiga diantaranya merupakan televisi Mesir, yakni Al-Hayyat,
An-Nahar dan Rotana Mesir.
Muhammad Anizi direktur perusahaan
perfilman Meha, dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera mengatakan bahwa
serial ini telah menelan biaya sebesar 8 juta dolar. Sampai saat ini,
serial ini adalah serial termahal yang pernah diproduksi di dunia Arab.
Dari sejak permulaan, sudah diprediksi
bahwa serial dengan materi yang sangat sensitif ini akan menghadapi
reaksi yang keras dari dunia Islam. Oleh karena itu, para produser
serial film mencari jalan keluar untuk memperoleh kesepakatan para ulama
Islam. Mereka berhasil menemui para ulama yang sejalan dengan garis
keyakinan mereka di Saudi Arabia, Yaman, Kuwait, dan Bahrain.
Lebih dari itu, direktur perusahaan
perfilman Meha yang bertanggung jawab mengedit dan mengesahkan serial
ini pernah berkomentar, “Sekelompok ahli senantiasa hadir di area
pengambilan gambar dan mengontrol seluruh kandungan film sehingga
seluruh isinya sejalan dengan keyakinan agama dan realita sejarah.”.
Sekalipun prolog pelicin ini telah mereka
siapkan sematang mungkin, serial “Mu’awiyah, Hasan, dan Husain” tetap
menuai protes, baik dari kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah, bahkan
kalangan Syiah sangat vokal dan agresif untuk menghentikan penayangan
film ini, kenapa?? apa yang tersembunyi dibalik serangan mereka terhadap
film serial ini?? temukan jawabannya di bawah ini.
Sikap Ahlus Sunnah terhadap film Muawiyah, Hasan dan Husain
Pendirian Ahlus Sunnah tetap teguh bahwa membuat film tentang Nabi atau Sahabat hukumnya haram secara syariat.
Berikut ini fatwa-fatwa ulama yang saya terjemahkan langsung dari
bukunya (kalau ada terjemahan yang kurang pas mohon koreksi dan
pembetulan J)
Fatwa Majma’ Buhuts di Kairo dan Majlis Ulama Rabithah Alam Islami tahun 1397 H
Pada bulan Dzulqa’dh tahun 1397 H Majma’
Buhuts di Kairo telah mengeluarkan Taushiyyat bahwa mereka tidak setuju
dengan pembuatan film “Muhammad Rasulullah” atau “Ar-Risalah” atau film
lainnya yang menampakkan para Sahabat dan tidak boleh mengedarkannya
demi menjaga kehormatan Nabi dan para Sahabat.
Fatwa di atas juga diikuti Majlis Rabithah yang kemudian menetapkan secara ijma’ keharaman
untuk mengedarkan film “Muhammad Rasulullah” yang menampakkan
Rasulullah atau Sahabat dalam banyak tayangan yang telah diharamkan
secara ijma’.
Selanjutnya Majlis meminta kepada
Rabithah untuk menyebarkan ketetapan tersebut ke semua elemen umat
Islam; seperti Negara Islam, Perguruan Tinggi Islam, para Mentri, Ulama,
Majami’ Ulama dan lainnya.
Fatwa Majma’ Buhuts di Saudi Arabia tahun 1393 H
Pada tanggal 16/04/1393 H, Haiah Kibarul
Ulama di Saudi mendapat surat dari Thalal bin Syaikh Mahmud Al-Bashni
Al-Makki, Direktur Umum PT. Luna Film dari Beirut, Libanon yang meminta
izin untuk membuat film Bilal Muadzin Rasulullah saw. Setelah menyimak
film tersebut mereka menetapkan hal-hal sebagai berikut:
- Allah swt memuji sahabat dan menjelaskan posisi mereka yang mulia
dan tinggi, dengan membuat film atau sinema tentang kehidupan mereka,
telah menghilangkan pujian Allah tersebut dan menurunkan mereka dari
posisi tinggi yang dengannya Allah jadikan mereka orang yang mulia.
- Membuat film salah seorang dari mereka akan menjadi tempat menghina
dan mencela Sahabat, bukan untuk kebaikan, taqwa dan akhlaq Islam. Dan
tujuan dari pembuat film hanya mereguk keuntungan materi semata. Akibat
lain dari film tersebut adalah manusia menganggap film ini tidak berarti
dan tidak penting sehingga menggoncangkan ke-tsiqahan Sahabat
Nabi dan menyembunyikan kebesaran dan kemuliaan Sahabat di mata penonton
muslim, membuka pintu keragu-raguan umat Islam pada agama mereka,
membuka pintu perdebatan dan diskusi tentang Sahabat Nabi. Lebih dari
itu, jika seorang aktor bermain sebagai Abu Jahal dan semisalnya lalu
keluar dari lisannya celaan pada Bilal dan Rasulullah dan ajaran Islam,
tidak ragu lagi ini adalah mungkar.
- Mereka mengatakan bahwa maslahatnya: Menampakkan akhlaq mulia, adab
yang baik, menjaga hakikat sejarah, tidak melenceng sekalipun dan tetap
menjaga ibrah dan nasehat di dalamnya. Ini hanya dugaan dan perkiraan
belaka, karena yang mengetahui kehidupan bintang film akan mendapatkan
hal yang menyelisihi kenyataan.
(Sumber: Fiqih Nawazil: Dirasah Ta’shiliyyah Tathbiqiyyah oleh; Dr. Muhammad Husain Al-Jaizarani, hal: 318 juz: 4 dalam bab Hukmu Tamtsil wa Tashwir Anbiya’ was Shahabah, cet I, Dar Ibnul Jauzi, 2005 M)
Fatwa Darul Ifta’ Al-Mishriyyah tahun 1404 H
Kesimpulannya:
- Kisah-kisah dalam Al-Quran turun untuk memperbaiki pemahaman-pemahaman yang salah.
- Para Nabi dan Rasul lebih agung lagi mulia untuk diperankan seseorang atau syaithan sekalipun.
- Penjagaan Allah (ishmah) kepada Nabi dan Rasul untuk diserupai syaithan menjadi penghalang (mani’) sekaligus larangan bagi manusia untuk menyerupai mereka, hal tersebut berlaku juga pada keturunan, istri dan sahabat Nabi saw.
(Sumber: Al-Fatawa Al-Islamiyyah Darul Ifta’ Al-Mishriyyah; jili 10, terbit cet I, tahun 1983 M/ 1404 H)
Syaikh Ali Abdul Baqi dalam program acara “Al-Hayatul Aan”
menyebutkan bahwa fatwa Al-Azhar yang bersumber dari Majma’ Buhuts
Islamiyyah, yang melarang penayangan serial Rasul, Nabi, Ahlul Bait dan ‘Asrah Mubasyirin bil Jannah tetap belaku dan tidak berubah.
“Al-Azhar dan badan ini berulang kali
mengumumkan penentangannya terhadap penayangan gambar para nabi dan
Ahlul Bait as di sinema dan televisi.” Demikian ditegaskan Syaikh Ali
Abdul Baqi.
Sikap Syiah terhadap film Muawiyah, Hasan dan Husain
Bagi kalangan Syiah membuat film yang mempertontonkan pribadi Ahlul Bait dan Sahabat sebagai hal yang biasa sebagaimana point-point berikut:
- Ada fatwa dari senior ulama Syiah yang memperbolehkan menampilkan
film Nabi, Ahlul Bait dan Sahabat, seperti fatwa Husain Fadhlullah dalam
bukunya “Fiqhul Hayat” hal.166 dan Fatwa As-Sistani dalam bukunya “Alfiqhu Lilmughtaribin wifqa Fatawa Samahatul Imam As-Sistani” hal.343 masalah ke 595.
- Kita telah melihat realisasi dari fatwa tersebut dari serial para
nabi yang dibuat produser Syiah seperti film serial Nabi Ibrahim, Nabi
Sulaiman, Nabi Ya’qub, Nabi Yusuf, Nabi Zakaria, dan Nabi Isa alaihis salam dan penampilan tokoh seperti Maryam binti Imran dan malaikat Jibril alaihis salam
!!!!! kebanyakan dari film serial ini banyak menampilkan kesalahan
berkenaan hak-hak para nabi, tanpa meminta rekomendasi dari ulama atau
marja’ Syiah terlebih dahulu dan film tersebut tersebar di TV dan
situs-situs baik Syiah maupun bukan.
- Bahkan ada kabar bahwa sutradara Iran berenacana membuat film
tentang pribadi Nabi Muhammad saw, dan anehnya maraji’ Syiah tidak ada
yang menolak dan mengeluarkan fatwa boleh membuat film kehidupan Nabi
Muhammad, sebagaimana fatwa dari As-Sisitani.
- Produser perfilm-an Iran telah banyak membuat film tentang peri
kehidupan Ahlul Bait seperti film; “Imam Ali”, “Fatimah Al-Madhlumah”,
“Imam Husain”, “Bilal Al-Habsyi”, dan serial “Mukhtar Ats-Tsaqafi”, yang
disiarkan oleh TV Al-Manar dan Al-Kautsar, dalam film serial tersebut
tidak jarang terdapat celaan-celaan terhadap kemuliaan para sahabat,
seperti dalam serial film “Mukhtar Ats-Tsaqafi”.
- Tiap tahun pada hari-hari Asyura, Syiah membuat teater sandiwara yang dikenal dengan “At-Tasyaabih”
yang bercerita tentang kisah terbunuhnya Imam Husain. Pribadi Husain,
anak dan saudaranya ditampakkan secara jelas, tapi di daerah Iraq
seperti Qathif dan Ihsa’, orang yang yang berperan sebagai Imam Husain
ditutup dengan kain.
Lalu ada satu pertanyaan kenapa Syiah
getol menyiarkan larangan penayangan film serial ini? Seorang marja’
Syiah menekankan bahwa serial ini telah melakukan tindak kriminal dan
menuntut pada pengadilan supaya penayangan serial ini dihentikan.
Sementara itu, di Iran, beberapa marja’ Syiah mengharamkan untuk
menonton serial ini. Setidaknya ada tiga hal yang mendasari sikap Syiah
tersebut:
Pertama;
Pengikut Syiah tidak setuju dengan film ini karena kandungannya yang
bertentangan dengan keyakinan asasi mereka seperti; Pribadi Abdullah bin
Saba’ yang oleh Syiah dianggap sebagai tokoh fiktif dalam sejarah dan
film ini ingin menunjukkan bahwa Abdullah bin Saba’ benar ada dan bukan
fiktif.
Jika hal ini terbukti maka runtuhlah
fondasi Syiah karena golongan Syiah meyakini bahwa Syiah telah muncul
semenjak zaman Rasulullah saw. Tetapi kenyataan sejarah menyatakan bahwa
Abdullah bin Saba’ adalah pelopor berdirinya Syiah. Oleh karena itu,
dengan menghilangkan figur Abdullah bin Saba, mereka berharap dapat
diterima sebagai salah satu mazhab dalam Islam yang tidak ada kaitannya
dengan Yahudi.
Kedua; Film
serial ini memberikan legitimasi akan keabsahan Yazid bin Muawiyah
sebagai khalifah sepeninggal ayahnya, Muawiyah bin Abu Sufyan yang
dibaiat oleh kaum muslimin.
Mengenai pribadi Yazid bin Muawiyah,
tidak ada seorang pun dari Ahlus Sunnah yang menganggap dia kafir. Tapi
kebanyakan orang mengatakan bahwa ia fasiq. Ibnu Katsir –rahimahullah-
berkata: “Yazid telah bersalah besar dalam peristiwa Al Harrah
dengan berpesan kepada pemimpin pasukannya, Muslim bin Uqbah untuk
membolehkan pasukannya memanfaatkan semua harta benda, kendaraan,
senjata, ataupun makanan penduduk Madinah selama tiga hari. Demikian
pula terbunuhnya sejumlah sahabat dan anak-anak mereka dalam peristiwa
tersebut. Maka dalam menyikapi Yazid bin Muawiyah, kita serahkan
urusannya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi, “Kita tidak mencela Yazid, tapi tidak pula mencintainya”.
Ketiga; Film
serial ini berusaha untuk menafikan segala bentuk pertentangan dan
kontradiksi antara Ahlul Bait dan Sahabat, mereka senantiasa hidup damai
dan berdampingan. Dan memang demikian adanya, saya pernah menulis
artikel tentang “Bukti kasih sayang antara Ahlul Bait dan Sahabat Nabi
saw” yang bisa anda baca
disini.
Demikianlah sikap Sunnah dan Syiah
tentang film serial Muawiyah, Hasan dan Husein, dimana sikap Ahlu Sunnah
teguh bahwa bermain film sebagai Nabi, Sahabat dan Ahlul Bait adalah
haram secara syari’at, sedangkan Syiah menolak serial ini karena isinya
yang tidak sesuai dengan faham dan pendirian mereka.
Terakhir, bahwa serial apa saja yang
dibuat tidak akan mengubah esensi sejarah, karena untuk mengetahui
sejarah, umat islam sudah cukup mempelajarinya langsung dari kitab-kitab
sejarah yang menjadi warisan paling berharga seperti kitab Al-Bidayah wan Nihayah, Al-Kamil fit Tarikh, Al-Waafi bil Wafayaat, Murujuz Zahabi dan lainnya.
Walau begitu film Muawiyah, Hasan dan
Husain dan film sebelumnya; Yusuf As-Shiddiq dan Khalid bin Walid,
sangat bagus, mengajak kita menikmati atmosfir kehidupan pada masa dulu,
selain itu bahasa Arabnya yang fasih, membantu kita belajar bahasa Arab
yang fushhah. Dan setidaknya tulisan tentang film-film tersebut bisa
sebagai lampu hijau bahwa di film tersebut ada hal-hal yang perlu
diperhatikan.
Referensi:
Al-Fatawa Al-Islamiyyah Darul Ifta’ Al-Mishriyyah; cet I, tahun 1983 M/ 1404 H
Fiqih Nawazil: Dirasah Ta’shiliyyah Tathbiqiyyah oleh; Dr. Muhammad Husain Al-Jaizarani, cet I, Dar Ibnul Jauzi, 2005 M
Artikel dalam Bahasa Arab yang ditulis oleh Usamah Sahadah di situs
www.almoslim.net yang berjudul
Haqiqah Hujumu Syiah ala Musalsal “Hasan wal Husain”.