TAKDIR
Written By Rudianto on Minggu, 29 Januari 2012 | 15.27
Acapkali sesuatu begitu diidamkan untuk
terwujud, namun lain hal yang terjadi. Yang sama
sekali tak diharap untuk terjadi malah berlaku.
Hatipun terusik, sesal, kesal, marah dan
terkadang sangat kecewa. Namun tidak demikian
andai menyadari bahwa hidup ini suatu ujian.
Tidak semua yang diidamkan dapat dikecapi.
Yang kaya, kadangkala tidak sehat. Yang
terkenal, dimusuhi orang. Yang sehat, terputus
pula kasih-sayang. Terusik hati itu biasa, diri
memang lemah. Merintih biarlah di dalam hati.
Tetapi tak perlu marah-marah, putus asa dan
kecewa. Apa yang Allah tentukan kadangkala
kelihatan negatif pada mulanya, apa yang
disangka buruk kadangkala baik pada akhirnya.
Sebagai misal, dalam perniagaan ingin
keuntungan besar, tetapi hanya sedikit yang
didapat. Karena kegagalan itu diri berusaha lebih
gigih... akhirnya beberapa tahun kemudian
keuntungan meningkat. Sedangkan ada yang
pada mulanya mendapat keuntungan besar...
tetapi keuntungan tidak bertambah. Mengapa?
Karena dia mulai lengah, sedangkan diri terpaksa
membanting tulang akibat kegagalan yang
pertama.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216)
Sesuatu yang negatif, akan bertukar jadi
positif akhirnya jika pandai dan bijak
menanganinya. Yang pahit jangan cepat
diluahkan, yang pedih jangan segera
dirungutkan. Sering ada kejayaan, kemanisan
yang lebih indah menanti selepasnya.
Dalam sunnatullah, sesuatu perkara itu ada
sebab dan akibatnya. Untuk berjaya perlu
berupaya. Hanya dengan berdoa, solat hajat dan
minum air penawar saja namanya tawakkal tidak
berbekal.
Berusaha sungguh-sungguh dan kemudian
bertawakkal berserah kepada Allah. Syukur dan
sabar pakaian diri. Dengannya, dapat atau tidak
dapat, jadi atau tidak jadi, hati tetap sama... diri
tetap memiliki dan dimiliki Allah!
Bila taqdir itu terlaksana pada seorang
hamba, maka di antara sebab kuatnya tekanan
taqdir itu pada dirinya adalah usahanya untuk
menolaknya. Sehingga bila demikian, tiada yang
lebih bermanfaat baginya daripada berserah diri
dan melemparkan dirinya di hadapan taqdir dalam
keadaan terkapar, seolah sebuah mayat. Dan
sesungguhnya binatang buas itu tidak akan rela
memakan mayat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar