Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

Hanya Lima Puluh Menit dalam Sehari

Written By Rudianto on Senin, 27 September 2010 | 07.32

Ibadah yang amat mulia itu merupakan benang merah antara seorang hamba dan Rabb-nya. Ibadah yang sangat agung itu bagaikan sehilir sungai jernih yang mensucikan noda-noda dosa seorang hamba yang rajin mandi di dalamnya. Ya, dialah shalat lima waktu.

Namun demikian, meskipun ibadah yang satu ini memiliki keutamaan “segudang”, namun amat menyedihkan karena di akhir zaman ini, banyak orang yang melalaikannya, termasuk sebagian penduduk tanah air kita tercinta. Seolah-olah meninggalkan shalat bagaikan suatu kebiasaan yang lumrah dan dosa yang sepele.

Jika kaum muslimin sekarang ini diiming-imingi untuk melakukan perbuatan dosa, seperti: membunuh, merampas kehormatan wanita, mencuri atau meminum minuman keras, niscaya kebanyakan dari mereka akan menolak mentah-mentah untuk melakukannya, dengan alasan perbuatan tersebut adalah dosa yang sangat besar.

Sadarkah mereka bahwa dosa meninggalkan shalat lima waktu jauh lebih besar dari semua perbuatan dosa besar di atas?

Sang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ »

Artinya: “Perjanjian antara kita (kaum muslimin) dengan mereka (kaum musyrikin) adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir”. (HR. Imam At-Tirmidzi no. 2621 dan di-shahih-kan oleh Syaikh al-Albani).

Ini menunjukkan bahwa dosa orang yang meninggalkan shalat jauh lebih besar dari perbuatan-perbuatan dosa yang telah disebutkan di atas.

Dalam kondisi apapun seorang muslim dituntut untuk mengerjakan shalat, baik itu dalam keadaan sakit parah, perjalanan jauh, peperangan ataupun kondisi susah lainnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Peliharalah shalat-shalatmu dan (peliharalah) shalat Ashar. Dan berdirilah karena Allah dengan khusyu’.” (QS Al-Baqarah: 238).

Hanya saja, di dalam beberapa keadaan, Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan berbagai dispensasi (keringanan) kepada para hamba-Nya untuk mengerjakannya dengan tata cara yang lebih ringan, namun bukan untuk meninggalkannya secara total. Dalam keadaan sakit yang parah misalnya; kita diperkenankan untuk shalat sambil duduk, jika tidak mampu maka dengan berbaring sebelah kanan, jika tidak mampu maka dengan terlentang, dan jika tidak mampu pula maka cukup dengan isyarat tangan atau mata.

Begitu pula dalam perjalanan jauh; kita diperkenankan, bahkan disunahkan untuk meng-qashr (meringkas) shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Begitu pula, kita diperbolehkan -jika dibutuhkan- untuk men-jama’ (menggabungkan) shalat Dzhuhur dengan ‘Ashr atau Maghrib dengan ‘Isya’ di salah satu waktu dari dua waktu shalat tersebut.

Banyak sekali keringanan-keringanan yang telah Allah berikan pada kita. Pendek kata, kewajiban shalat tidak akan gugur dari diri seorang hamba, kecuali di saat dia telah dikafani dan disalati oleh kaum muslimin.

Kalau kita mau jujur, seandainya dalam satu kali shalat saja minimal kita membutuhkan sepuluh menit, lalu kita kalikan lima kali waktu shalat, hasilnya hanyalah lima puluh menit. Subhanallah! Hanya kurang dari satu jam dari dua puluh empat jam, Allah ta’ala meminta kita untuk menyisihkannya guna “dipersembahkan” untuk Yang telah memberikan kepada kita segala nikmat-Nya! Layakkah kita berlaku kikir pada-Nya?

Allah ta’ala menceritakan percakapan para penghuni neraka,

”(Dosa) apakah yang mengakibatkan kalian masuk ke dalam neraka? Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat”. (QS. Al-Muddatstsir: 42-43)

Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang mengorbankan nikmat akhirat yang abadi guna meraih “fatamorgana” keindahan dunia yang fana ini. Amin.

Mudahan bermanfaat.
07.32 | 1 komentar

Hati Ibarat Rumah...

Written By Rudianto on Minggu, 26 September 2010 | 09.42

Ada tiga macam rumah, Pertama Rumah raja, di dalamnya ada simpanannya, tabungannya serta perhiasannya. Kedua Rumah hamba, di dalamnya ada simpanan, tabungan dan perhiasan yang tidak seperti yang dimiliki seorang raja. Dan ketiga adalah Rumah kosong, tidak ada isinya.



Jika datang seorang pencuri, rumah mana yang akan dimasukinya?



Apabila anda menjawab, ia akan masuk rumah yang kosong, tentu suatu hal yang tidak masuk akal, karena rumah kosong tidak ada barang yang bisa dicurinya.



Karena itulah dikatakan kepada Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, bahwa ada orang-orang Yahudi mengklaim bahwa di dalam shalat, mereka 'tidak pernah terganggu', Maka Ibnu Abbas berkata: "Apakah yang bisa dikerjakan oleh syetan dalam rumah yang sudah rusak?"



Bila jawaban anda adalah: "Pencuri itu akan masuk rumah raja." Hal tersebut bagaikan sesuatu yang hampir mustahil, karena tentunya rumah raja dijaga oleh penjaga dan tentara, sehingga pencuri tidak bisa mendekatinya.



Bagaimana mungkin pencuri tersebut mendekatinya sementara para penjaga dan tentara senantiasa siap siaga di sekitar raja?



Sekarang tinggal rumah ketiga, maka hendaklah orang-orang berakal memperhatikan permisalan ini sebaik-baiknya, dan menganalogikannya (rumah) dengan hati, karena inilah yang dimaksudkannya.



Hati yang kosong dari kebajikan, yaitu hati orang-orang kafir dan munafik, adalah rumah setan, yang telah menjadikannya sebagai benteng bagi dirinya dan sebagai tempat tinggalnya. Maka adakah rangsangan untuk mencuri dari rumah itu sementara yang ada didalamnya hanyalah peninggalan setan, simpanannya dan gangguannya? (rumah ketiga).

Hati yang telah dipenuhi dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta'ala dan keagungan-Nya, penuh dengan kecintaanNya dan senantiasa dalam penjagaan-Nya dan selalu malu darinya, Syetan mana yang berani memasuki hati ini? Bila ada yang ingin mencuri sesuatu darinya, apa yang akan dicurinya? (rumah pertama).

Hati yang di dalamnya ada tauhid Allah, mengerti tentang Allah, mencintaiNya, dan beriman kepadaNya, serta membenarkan janjiNya, Namun di dalamnya ada pula syahwat, sifat-sifat buruk, hawa nafsu dan tabiat tidak baik. Hati ini ada diantara dua hal. Kadang hatinya cenderung kepada keimanan, ma'rifah dan kecintaan kepada Allah semata, dan kadang condong kepada panggilan syetan, hawa nafsu dan tabiat tercela.(rumah kedua) Hati semacam inilah yang dicari oleh syetan dan diinginkannya. Dan Allah memberikan pertolongan-Nya kepada yang dikehendakiNya. "Dan kemenanganmu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi maha bijaksana." (Ali Imran:126)


Syetan tidak bisa mengganggunya kecuali dengan senjata yang dimilikinya, yang dengannya ia masuk dalam hati. Di dalam hati seperti ini syetan mendapati senjata-senjatanya yang berupa syahwat, syubhat, khayalan-khayalan dan angan-angan dusta yang berada di dalam hati.

Saat memasukinya, syetan mendapati senjata-senjata tersebut dan mengambilnya serta menjadikannya menetap di hati. Apabila seorang hamba mempunyai benteng keimanan yang mengimbangi serangan tersebut, dan kekuatannya melebihi kekuatan penyerangnya, maka ia akan mampu mengalahkan syetan. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah semata.
09.42 | 0 komentar

Siapakah yang masuk 20 Top Nasyid Nuris Fm?mari Dukung

Written By Rudianto on Sabtu, 25 September 2010 | 22.35

=.Bana Nasyid : Marhaban Ya Ramadhan

=.Awallun : Ramadhan

=.Yaya Nuryasin : Allahu Robbi La syarikalah

=.Ali : Doaku

=.Arul : Mahligai CintaMU

=.Ardhy : Rosulullah Juga Seorang Manusia

=.Tiar : Tak ada Beban Tanpa Pundak

=.Fatih : Nasyid Memang Asyik

=.Kevin : Taubatan Nasuha

=.Yana Julio : IMTAQ

=.Edcoustic : Jalan Masih Panjang

=.Firto Feat Auli&Fira : Bukan Bohong

=.Opick feat Finalis FLO : Shollu ala Muhammad

=.Opick : Tiada Duka Yang Abadi

=.Na’am : Limpahan KasihMu

=.Iie : MBU

=.Banna nasyid : Ampunan

=.Banna nasyid : Kekasih Allah

=.Tihamah : Untuk Sahabat Sejati

=.Tihamah : Laillahaillallah

=.Spazi : Sholawat Rinduku

=.Hawari : Labuhan Hatiku

=.Hawari : Nafas Terakhir

=.Shotul Haq : Esok Adalah Rahasia

=.Dodi Hidayatullah : Stanza Cinta

=.MUV Feat Yaya Nuryasin : Ya Rosul

=.Abu Zaidan : Kembali PadaMU

=.Na’am : Terima Kasih Tuhan

=.Na’am : Mentoring

=.Putih Nada,Ukhuwah Voice&Yaya Nuryasin : Anugerah Illahi

=.Haddad Alwi,Anti,Vita feat Ebiet Beat a : Rindu Muhammadku

=.Idhan Ramadhan : Tunjukan Jalanku

=.Q Voice : Cinta

=.Q Voice : LindunganMU

=.Awallun : Kawan

=.Awallun : Karunia Terindah

=.Yaya Nuryasin Feat Fini : Ibu

=.Eranada Nasyid :ketika cinta Hadir (KCH )

=.Sami Yusuf : Healing


Bisa via SMS ke 085717751717


22.35 | 0 komentar

Menghafal al Qur’an bisa gila? ah masa’

Written By Rudianto on Rabu, 22 September 2010 | 12.59

Pernahkah terlintas dalam pikiran anda pertanyaan di atas? Atau dari saudara-saudara anda? Kalau saya pribadi, terus terang belum pernah. Lho, kalau begitu pertanyaan itu fiktif dong? Tidak juga, pertanyaan tadi muncul dari mulut teman saya. Lho kok bisa?Ceritanya begini, sekitar enam tahun lalu teman saya pergi menuntut ilmu syar’i ke sebuah pondok pesantren di luar jawa, tepatnya di suatu kota besar di Sulawesi. Dia pergi dengan tekad dan semangat yang membumbung tinggi untuk menggapai ilmu sebanyak-banyaknya. Akan tetapi ketika baru saja menginjakkan kakinya di pondok pesantren itu, semangatnya langsung goncang, badannya terasa lemas dan kepalanya terasa pusing. Ada apa? Pondok pesantren sudah bubar? Bangunannya hancur? Atau pesantren lagi diliburkan?

Bukan, bukan, bukan itu semua, ia hanya stress. Stress karena apa? Ia melihat ada santri yang gila! Kemudian ia juga mendengar dari santri lama bahwa sebelumnya ada pula santri yang gila! Makin bertambah stressnya. Bukan hanya itu saja, ia juga mendengar cerita santri di situ bahwa kedua santri yang gila ini termasuk santri yang menonjol dan terkenal cerdas! Teman saya benar-benar stress!

Teman saya ini bertanya kepada santri lama tentang penyebab gilanya si santri itu? Santri lama ini menjawab kalau ia tidak mengetahui penyebab gilanya, tapi yang jelas 2 santri gila ini tergolong santri yang menonjol dan cerdas, bahkan santri yang terakhir ini banyak hafalan Al-Qurannya, selain itu ia juga dikenal kuat hafalannya. Pernah suatu hari ia melanggar peraturan pondok, maka ustadz pun memberinya hukuman berupa kewajiban menghafal sekitar 30 hadits, entah berapa lama batas waktu yang diberi ustadz, yang pasti ia hafal semuanya dalam waktu satu malam!

Teman saya tercengang mendengar kehebatan santri “super” itu, ia pun kagum sekaligus takut. Karena Ia berpikir, “Kalau ia yang banyak hafalan Al-Qurannya saja bisa gila, maka apalagi saya yang hafalannya pas-pasan!”Akhirnya ia pun mendatangi ustadz pimpinan pondok untuk mengadukan keresahannya, ia berkata, “Ustadz, apa mungkin orang yang menghafal Al-Quran bisa gila?

Ustadz menenangkannya dengan memberinya faidah dari perkataan Ibnul Qayyim, Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa penyebab menyimpangnya Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani) itu, karena satu dari dua perkara: Suulqashd (rusaknya niat/tujuan) atau Suul’amal (rusaknya amal). Adapun Yahudi menyimpang karena rusaknya niat mereka sedangkan Nashara menyimpang karena rusaknya amal mereka. Teman saya puas dan lega dengan penjelasan ustadz dan hilanglah stressnya lalu ia pun mulai semangat lagi untuk menuntut ilmu.

Mungkin ada yang bertanya, “Lho apa hubungannya antara kerusakan Ahlul Kitab dengan santri gila itu?” Awalnya saya juga kurang mengerti, tapi setelah dipikirkan lebih cermat, ternyata “connect” juga. Perkataan ustadz tadi dengan menyebutkan penjelasan dari Ibnul Qayyim sebenarnya sudah jelas. Memang jawaban ustadz tidak menyebutkan secara gamblang tentang santrinya itu, akan tetapi dari perkataannya secara tersirat bisa dipahami seperti ini, “Sebagaimana Ahlul kitab menyimpang karena rusaknya niat atau amal mereka, maka demikian pula si santri ini bisa seperti itu.”

Makanya teman saya tadi berkata kepada saya, “Betul memang jawaban ustadz, kita kan nggak tahu apakah niat dia (santri gila) waktu menghafal Al-Quran bener-bener ikhlas apa nggak, karena mungkin aja ada orang yang belajar agama atau rajin menghafal Al-Quran, eh, rupanya pengen dipuji atau dihormatin orang.”

Setuju! Setuju, temanku! Memang benar, orang yang tidak ikhlas itu kalau beramal dengan amalan yang ringan walaupun sedikit saja, rasanya berat sekali, sebaliknya orang yang ikhlas, ketika beramal dengan amalan yang berat akan terasa ringan bahkan menkmatinya. Selain itu, orang yang tidak ikhlas dalam beramal ketika ia tidak mendapatkan imbalan duniawi atas amalannya, apakah itu pujian, sanjungan atau penghormatan, ia merasa gelisah dan sesak dadanya, sebaliknya orang yang ikhlas, ketika ia sedang beramal atau sesudahnya, ia tetap tenang, khusyu dan lapang dadanya, baik ada pujian yang ia dengar maupun tidak.

Mungkin ada yang bertanya dan ini memang terjadi, “Saya pernah berdzikir sebanyak ribuan kali pada suatu malam dan saya ikhlas, insya Allah, tapi kok saya jadi seperti orang gila, tak sadar dengan apa yang saya ucap dan badan saya jadi goyang sendiri tanpa disengaja?”

Kalau kembali kepada penjelasan Ibnul Qayyim tadi, sebenarnya ia tinggal bertanya kepada dirinya sendiri, “Kalau memang niat saya sudah ikhlas dan benar, tapi sudah benarkah amalan saya? Sesuaikah dengan yang dituntunkan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam? Apakah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdzikir seperti itu?”

Itulah syarat diterimanya suatu amalan yaitu harus ikhlas niatnya dan benar amalannya (sesuai sunnah Rasul) atau menurut bahasa yang tersirat dari perkataan Ibnul Qayyim tadi, “Tidak rusak niatnya dan tidak rusak amalannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niat Dan setiap orang (akan mendapatkan) apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya (dalam rangka menjalankan ketaatan kepada) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya menuju apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhori dan Muslim)

“Siapa yang berbuat suatu amalan yang tidak ada padanya perintah dari kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)

Kalau begitu, jika ada yang bertanya kepada kita, “Apakah yang menghafal Al-Quran bisa gila?” Jawab saja dengan tegas dan lantang, “Ya, bagi orang yang tidak ikhlas dalam menghafalkannya atau tidak sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasul shallallaahu ‘alaihi wasallam!”

Jakarta,7 Sya`baan 1431/19 Juli 2010

umaranung@yahoo.co.id
12.59 | 0 komentar

Menghitung nikmat rambut

Written By Rudianto on Minggu, 19 September 2010 | 08.43

Rambut merupakan salah satu dari berjuta – juta nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita. Seringkali kita menganggap remeh nikmat yang begitu mahal yang bernama rambut. Syukurilah apa yang ada termasuk anugerah rambut, dengan cara bersyukur yang benar, sehingga kita terhindar dari golongan orang – orang yang disebut oleh Syekh Sariy Assaqathi, “Siapa yang tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak mengetahui”……Tulisan berikut saya ambil dari Bapak Syaefudin seorang Asisten Dosen Metabolisme di Departemen Biokimia, FMIPA-IPB, dengan judul Menghitung Nikmat Rambut, saya ambil dari website hidayatullah.
Di salah satu klinik penanaman rambut di Hongkong, untuk menanam sehelai rambut membutuhkan dana sebesar $ 20 (HKD). Pernahkah kita mensyukuri atas karunia rambut yang diberikan Allah pada kita?
Ada yang menganggap bahwa rambut adalah mahkota. Oleh karenanya, tak aneh jika banyak orang mengidamkan kepala yang terus ditumbuhi rambut. Sesekali, mereka berkunjung ke salon khusus rambut. Bahkan, ada pula yang berkala mengunjungi salon untuk sekedar menata dan memanjakan penampilan mahkota kepalanya.
Di sisi lain, ada juga yang bersikap biasa saja terhadap setiap helai rambut di tubuhnya. Mereka acuh, atau bahkan bersikap biasa saja dengan rambut yang dipunya. Tak ada waktu rutin ke salon, apalagi berkeramas khusus dengan tujuan merawat mahkota kepala.
Terlepas dari itu semua, pernahkah kita menghitung berapa besar nilai setiap helai rambut yang Allah berikan? Jadi, tak hanya merawat dan menjaga rambut agar tetap tumbuh serta elok dipandang mata. Apalagi, membiarkan begitu saja nikmat fisik yang Allah amanahkan kepada manusia. Namun, hendaknya kita mencoba menghitung berapa nilai karunia Sang Pencipta dari hanya helaian rambut di setiap jengkal kulit manusia. Dengan itu, harapannya manusia lebih bisa bersyukur dengan setiap pemberian Rabb-nya.
Sejatinya, untaian rambut di kepala bukan sekedar mahkota. Ia juga berguna sebagai pelindung tubuh, khususnya kulit kepala dari bahaya sinar ultraviolet. Setidaknya, itulah hasil penelitian ilmuwan Australia baru-baru ini.
Harga Helai Rambut
Rambut, sebagai pelindung tubuh dari panas sekaligus pemanis rupa manusia adalah nikmat Allah yang tak terkira. Betapa tidak, bila dihitung harga setiap helainya maka yang ada malah manusia akan tercengang lantaran besarnya jumlah ‘kekayaan’ yang Sang Pencipta titipkan kepada mereka.
Penghitungan paling mudah yaitu membandingkan sejumlah rambut yang dimiliki, misalnya di kepala, dengan harga seutas rambut dan biaya penanamannya ke kulit manusia. Pencangkokan tersebut merupakan salah satu cara mutakhir untuk memperbaiki penampilan. Para pakar membuat dan mengembangkan teknologi penanaman rambut bagi siapa saja, baik yang berkepala botak maupun yang hanya ingin melebatkan rambut.
Di salah satu klinik penanaman rambut di Hongkong, untuk menanam sehelai rambut membutuhkan dana sebesar $ 20 (HKD). Bila ditukar dengan nilai rupiah, setiap rambut dihargai Rp 25.459 (data Bank Indonesia pada 20 Oktober 2009). Itu hanya biaya pembelian seutas rambut, belum biaya jasa konsultasi dokter, uji pemeriksaan awal, dan pengobatan.
Bila jumlah rata-rata rambut yang dimiliki manusia normal sebanyak 80 helai/cm2 kulit kepala (orang Asia) atau 120 helai/cm2 kepala (orang Eropa), paling sedikit uang yang harus disiapkan untuk penanaman rambut sekitar Rp 2.036.720 sampai Rp 3.055.080 untuk setiap cm2-nya. Atau, jika rata-rata kepala manusia normal mengandung 100.000 utas rambut berarti setiap orang harus membayar sejumlah Rp 2.545.900.000 atau sekitar 2.5 Milyar! SubhaanaLlaah.
Nilai tersebut lebih mengejutkan bila melihat kenyataan, bahwa rambut manusia ternyata tak hanya tumbuh sekali seumur hidup. Namun, bisa berulang kali. Bayangkan saja, bila setiap 10 tahun sekali rambut tersebut rontok semua dan harus ditanam ulang, maka berapa banyak uang yang perlu dibayarkan seseorang berumur 60 tahun?
Belum lagi jika orang tua memiliki anak, dan ketika anak lahir diwajibkan membayar biaya penanaman rambut. Bayangkan jika anaknya 2, 3, 4 atau lebih, maka berapa triliun yang perlu disiapkan? Ini sekedar rambut di kepala, belum di alis, bulu mata, dan tempat lainnya.
Syukuri Nikmat Allah
Demikianlah perhitungan karunia Allah hanya dari utasan rambut, belum yang lainnya. Sungguh besar kasih sayang-Nya sehingga tak sepeser pun dikeluarkan manusia untuk mendapatkan mahkota penghias raga. Maka sepatutnyalah manusia berterima kasih atas pemberian nikmat yang tak pernah ia minta ini, namun begitu saja diberi lantaran kasih sayang Allah yang tak terbatas pada manusia. Sebaliknya tidaklah pantas manusia yang lemah bersikap congkak di dunia.
Andai saja manusia mau berpikir dengan keagungan dan kemurahan Sang Pencipta, niscaya ia akan terus bersyukur dan senantiasa menghiasi diri dengan amal ibadah. Hal ini telah Allah ingatkan dalam Al Qur’an: “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS. Az Zumar 39:66)
Bagi manusia yang telah mengerti akan besarnya pemberian Allah, lalu diikuti syukur atas apa yang diterimanya maka Sang Pemilik nikmat akan tambahkan lagi karunia lainnya sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim 14: 7).
Sanggupkah kita untuk tidak bersyukur ?
08.43 | 0 komentar

Bahasa untuk kekhyusu’an


Imam Ibnul jauzi menceritakan dalam kitabnya Akhbarul Hamqa Wal Mughaffalin bahwa suatu hari ada seorang imam mengimami shalat jahriyah (entah shalat shubuh atau ‘isya, saya lupa) dibelakangnya ada para makmum yang kebanyakan mereka awam dalam masalah agama. Selesai membaca Al-Fatihah, imam ini melanjutkan dengan membaca suatu surat, mulailah ia membaca, “Alif laam miim,” (awal surat Al-Baqarah) Para makmum ketika mendengar itu langsung bubar “melarikan diri”, tak jadi shalat di belakangnya. Si imam tatkala mengetahui kalau para makmum di belakangnya bubar, segera membaca, “Qul huwallahu ahad,” (awal surat Al-Ikhlas) Mendengar imam mengganti bacaannya, segeralah para makmum berhamburan ke dalam masjid untuk shalat di belakang imam itu lagi.

Ketika saya membaca cerita itu saya tertawa terpingkal-pingkal. “Memang ada-ada saja orang-orang awam itu, masak sampai sekocak itu.” Itu yang ada di pikiran saya, kemudian saya berpikir lagi, “Kalau di zaman Ibnul Jauzi ada yang seperti itu, apa mungkin di zaman sekarang juga ada orang-orang seperti itu? ” Wallahu a’lam, sampai sekarang saya belum dapati. Mungkin saja di daerah lain ada yang seperti mereka dan belum saya temui.

Dari cerita di atas, kita bisa mengetahui sedikit banyak gambaran atau pandangan orang awam tentang shalat. Mungkin banyak orang awam mengerjakan shalat hanya sekedar untuk melepaskan beban kewajiban shalat yang dipikulkan kepada mereka, karena itu bagi mereka makin cepat dan singkat waktu penunaian shalat, maka makin menambah “kebahagiaan” mereka, akan tetapi sebaliknya, makin lama dan panjang penunaian shalat, maka bagi mereka itu makin menambah “penderitaan” mereka.

Seandainya mereka mengetahui banyaknya rahasia dan faidah yang terkandung dalam shalat, tentu mereka akan bersemangat mengerjakannya dan berusaha khusyu’ dalam menunaikannya, karena dengan khusyu’lah mereka akan merasakan cahaya, kesejukan dan kenikmatan shalat yang tiada taranya, sesuatu yang merupakan keinginan kita semua tentunya. Karena itu orang-orang yang khusyu’ sebelum kita apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabatnya dan orang-orang saleh setelah mereka, mereka tetap menikmati dan merasakan kelezatan shalat, betapapun panjangnya bacaan shalat mereka dan betapapun lamanya ruku dan sujud mereka.

Kita tentu ingin seperti mereka, bukan? Karena mereka adalah teladan dan panutan kita. Lantas bagaimana caranya agar kita bisa khusyu’ seperti mereka? Tentu banyak sebabnya, akan tetapi sebab yang paling vital sebagaimana diterangkan para ulama adalah dengan mentadaburi (menghayati) bacaan-bacaan dalam shalat. Nah pertanyaannya adalah, apakah bisa mentadaburi bacaan dalam shalat sehingga kita bisa khusyu’, kalau kita tidak memahami apa yang kita baca (dalam shalat)? Saya rasa 99,999% mustahil. Karena kalau begitu, apa yang kita baca tak ubahnya seperti mantera-mantera atau jampi-jampi yang kita sendiri tak paham apa arti dan maksudnya, atau seperti orang yang mabuk ketika berbicara, ia tentu tak paham apa yang dibicarakannya.

Selain itu pula, apakah mungkin seseorang bisa khusyu’ menangis ketika mendengar imam membaca ayat -ayat tentang siksa, maut dan neraka, kalau ia tak memahami apa yang dibaca imam? Tentu tidak mungkin. Kecuali, apa yang diceritakan seorang ustadz kepada saya mungkin berbeda dan ini pengecualian.

Ceritanya begini, suatu malam di bulan Ramadhan, Ustadz ini dan adiknya pergi untuk menunaikan shalat tarawih di suatu masjid yang terkenal dengan bacaan shalat tarawih yang lama dan panjang. Keilmuan ustadz ini tentu berbeda dengan adiknya. Kalau ustadz ini seorang yang ‘alim (berilmu) dan mengerti sedikit banyaknya tentang tafsir, sedangkan adiknya ini ilmunya pas-pasan, jangankan tafsir, bahasa Arab saja belum mengerti.

Tibalah mereka berdua di masjid yang dituju. Sudah menjadi kebiasaan di masjid itu kalau imam shalat tarawih biasanya membaca surat-surat panjang, 1 juz setiap malam dan bisa lebih dari 1 juz ketika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Maka mulailah imam membuka shalatnya dengan membaca Al-Fatihah, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat-surat panjang, ketika shalat terasa mulai memanjang dan ketika itu imam mulai melewati ayat-ayat tertentu tentang siksa dan neraka, menangislah imam ini, dan hebatnya, adik ustadz ini menangis pula. Ustadz ini terkejut mendengar adiknya menangis. kemudian seusai shalat, ustadz bertanya kepadanya dengan rasa kagum,”Kenapa tadi nangis ?” Si adik menjawab, “Shalatnya panjang banget!”

Jadi, kekhusyu’an dalam shalat bisa diwujudkan dengan mentadaburi bacaan shalat, dan untuk mentadaburi bacaan shalat haruslah memahami bacaannya dan untuk memahaminya tentu haruslah membaca dan mengkaji tafsir ayat dan hadits yang berhubungan dengan shalat, dan untuk bisa mengkaji keduanya haruslah dengan? Dengan mempelajari bahasa Arab.

Kalau begitu, yuk, kita belajar bahasa Arab, karena selain bisa mengantarkan kita kepada kekhusyu’an shalat, bahasa Arab juga pintu menuju seluruh ilmu syariat, itulah bahasa Al-Quran, bahasa Nabi kita dan bahasa kaum muslimin seluruhnya.

Yuk, kita mempelajarinya, semoga Allah memudahkan kita menuju surga dengan sebabnya.

“Siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim)
08.06 | 0 komentar

Manusia "Hang"

Kita bukanlah pribadi yang kosong. Pribadi yang menjelma sebatas struktur gumpalan daging dan kerangka tulang dibungkus kulit yang indah dan menarik. Memang tubuh kita indah, sedap dilihat, elok rupa dan parasnya. Disebutnyalah kita sebagai makhluk yang paling ahsan al-tqwim dalam penampilan jasadiyah. Itulah anugerah perangkat keras (hardware) dari Allah dalam kejadian sebagai makhluk paling mulia.Efektifitas kemuliaan perangkat keras kita berupa penampilan fisik itu, sesungguhnya hanya sementara. Ia hanya bertahan menawan pada saat usia kita muda, sehat dan bugar. Lambat laun, semuanya akan jatuh pada keadaan sebaliknya (ardzalil umur) karena dimakan usia dan kepayahan mempertahankan kebugaran yang menurun drastis.

Pada saatnya nanti, kita akan merasakan pandangan dan pendengaran yang mengabur. Gigi-gigi yang mulai goyah dan tanggal. Daya ingat dan keseimbangan yang melemah. Kulit yang mulai kendur, keriput dan rentan dengan jamur. Serta tulang-tulang yang tak lagi kokoh menopang berat tubuh sehingga berakhir dengan kebungkukan. Bungkuk, ringkih, tua dan rapuh.

Jasad fisik kita tidak boleh dibiarkan kosong tanpa nilai tetapi harus diberi muatan yang menyempurnakan elok rupanya. Muatan itu semisal perangkat lunak (software) yang menjadikan aura kemulian kita menghiasai kita lahir dan batin. Maka menjadilah kita seorang manusia yang elok rupa luar dan dalam.

Software yang diperlukan untuk menjadikan diri kita cantik lahir batin adalah al-Islam, al-Iman dan al-Ihsan. Software ini harus diinstall masuk ke hati, otak dan seluruh jaringan tubuh sehingga dapat secara otomatis diaktifkan dalam seluruh perangkat kerja hidup kita. Iman dan Islam hanya perlu install ulang, sebab kita sudah melakukannya jauh sebelum kita lahir. Sementara software al-Ihsan merupakan perangkat baru setelah kita menjadi mukallaf yang membuat tampilan Iman dan Islam kita semakin memukau.

Jika manusia seperti kita tidak melakukan reinstall tiga perangkat lunak tadi, maka kita tidak lebih hanyalah kulit, daging dan tulang belulang belaka. Kita akan mudah “hang”. Seolah tidak siap menjalani hidup. Sebab perkiraan hidup hanyalah sebatas perangkat keras. Hidup tidak lain adalah pusaran kesenangan dengan tampilan yang serba cantik. Hidup adalah pesta nyanyian dan hiburan yang melenakan. Seolah program hidup hanya sebatas dunia dalam jangka yang sangat pendek usianya. Maka suatu saat kita justeru menjadi asing dengan diri kita sendiri. Kita gagal menjangkau apa arti hidup dan kehidupan sesungguhnya.

Saat ini manusia-manusia “hang” di tengah jalan hidupnya sudah tak terhitung. Bahkan di tengah dunia yang semakin canggih, digital dan modern. Semakin hari semakin bertambah panjang daftar mereka dangan varian yang semakin memilukan. Bunuh diri, membunuh, seks bebas (perkosaan, pronografi, prostitusi, perzinahan, homo seks dan lesbian), drugs, mafia hukum dan peradilan, kejahatan kerah putih, korupsi, aksi-aksi kekerasan, perdukunan dan sebagianya. Pendek kata, perilaku kejahatan menunjukkan bahwa manusia itu tengah kehilangan orientasi hidup sebab perangkat lunaknya kosong dan dibiarkan “hang”.

Manusia “hang” menganggap zina menjadi asyik baginya, kalau perlu dipertontonkan di muka anak-anak yang belum balig di layar handphone mereka. Masa bodo dengan suami atau isteri dan anak-anakanya. Masa bodo dengan ibu dan bapaknya. Masa bodo dengan mertuanya. Yang penting syahwatnya terpuaskan dan nafsu binalnya dilepaskan. Panjang, dan teramat panjang untuk disebutkan.

Manusia “hang” adalah manusia tanpa software akhlak dan akal budi. Manusia yang tidak mengerti rahman dan rahim, patut tidak-patut, halal-haram, haq dan bathil atau baik dan buruk. Bagi mereka, baik adalah yang dapat memenuhi kesenangan belaka. Sementara, buruk adalah segala instrumen yang menghalangi dan mengatur nafsu mereka harus begini harus begitu. Sampai nanti maut mengetuk di pintu kesadaran, mereka tetap begitu kecuali hidayah Allah direngkuhnya kembali sebelum kematian datang menjelang. Jika tidak, barulah mereka menyadari bahwa dirinya sebenarnya “hang” yang terlalu panjang. Seperti Fir’aun yang begitu angkuhnya mengaku diri sebagai “tuhan”. Tetapi berikrar iman dan bersyahadat saat nyawanya terpojok di tenggorokan di laut Merah. Terlambat. Fir’aun terlambat menginstall software hidupnya.

Iman, Islam dan Ihsan adalah program yang menampilkan berbagai informasi. Informasi tentang keesaan Tuhan, kenabian, berita ghaib dan pedoman kebahagiaan hidup. Informasi tentang kefanaan dunia dan kebaqaan akhirat. Informasi bahwa akan ada kematian dan hidup di alam kubur. Akan datang hari pengadilan yang memutuskan manusia akan ke neraka atau ke surga kelak akhirnya.

Ihsan bukan sekedar software yang membuat diri kita selalu merasa diawasi oleh Allah kapan saja dan di mana saja. Sehingga kita akan merasa malu lahir batin bila ada rasa ingin berjudi, mencuri, berselingkuh berzina, mabuk dan segala perilaku durhaka kepada-Nya. Tetapi ihsan adalah perangkat lunak yang mengajarkan aktivasi kerendahan hati, menyayangi yang lemah, mengasihi sesama dan menebarkan kasih sayang di alam semesta. Bahkan software ihsan mengajarkan kesantunan tanpa batas sampai kepada seekor kucing dan anjing sekali pun. Di sinilah akhlak Rasulullah menjadi sangat hidup setelah sebelumnya beliau menyatakan ” … bu’itstu li utammima makaarima al-akhlaak”.

Menjadi manusia “hang” adalah manusia tanpa ihsan, tanpa akhlak dan akal budi. Manusia yang hati dan perasaannya tidak terkoneksi dengan perilaku terpuji. Ibadahanya tidak terkoneksi dengan kesalehan sosial dan tauhidnya tidak terkoneksi kecuali hanya sebatas keyakinan saja. Bisa jadi ia melaksanakan perintah, tetapi tidak menjauhi larangan. Bisa jadi larangan ia jauhi, tetapi perintah-Nya diabaikan. Atau perintah dan larangan keduanya diakomodir bersamaan. Sehingga lahirlah istilah STMJ alias ”salat terus, maksiat jalan”.

Manusia tanpa software ihsan kebanyakan berhati batu, berlidah pahit dan dersikap kaku serta rigid. Manusia yang menilai segala kebaikan dengan sebelah mata meskipun untuk dirinya. Dan melihat kesalahan kecil orang lain berarti hukuman dan pembalasan dendam.

Dalam keseharian, manusia ”hank’ model ini bisa hadir sampai ke ruang dapur. Mereka yang tega menyiram kucing dengan air panas. Atau memukulnya dengan sapu hingga pincang. Menyambitnya dengan batu hingga menggelepar. Padahal hanya persoalan kepala ikan tongkol atau sepotong daging sisa makan malam yang dicurinya di meja hidangan.

Mengapa terjadi kucing dimusuhi? Berapa harga satu kepala Tongkol di banding penderitaan Kucing yang melepuh kulitnya? Atau ia harus kehilangan kebebasan berjalan sebab sebelah kakinya patah oleh beringasnya seikat sapu? Biasanya hal itu hanya sanggup dilakukan oleh orang yang “hang”.

Lain hal bagi orang yang sudah terkoneksi dengan software ihsan. Kucing adalah makhluk Tuhan yang berhak atas rahmat dan kasih sayang. Kucing berhak diperlakukan dengan santun. Memperlakukan kucing secara zalim, sama saja menceburkan diri ke neraka. Riwayat yang sangat populer sampai kepada kita sebagaimana dituturkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam konteks ini.

Abdullah bin Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasullah SAW bersabda : “Seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dipenjara (dikurung) nya hingga kucing tersebut mati dan wanita itu pun masuk neraka, wanita tersebut tidak memberinya makan dan minum saat dia memenjarakan (mengurung) nya dan tidak membiarkannya untuk memakan buruannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Alangkah hinanya manusia jika harus masuk neraka hanya karena gara-gara menyiksa seekor kucing, mengikatnya dan tidak memberinya makan sampai mati. Lalu di zaman ini, masih tersisa manusia yang enggan berlaku santun kepada kucing demi mempertahankan sepotong kepala Tongkol. Ironis, demi satu kepala Tongkol ia tidak mengindahkan hak makhluk Tuhan dan melupakan panasnya siksa neraka.

Alangkah bahagianya hidup berlaku santun meski kepada seekor Kucing. Alangkah bahagianya jika software ihsan terinstall baik. Andaikata pun sepotong ikannya dilahap Kucing, manusia ihsan masih bisa mereview pesan Rasulullah yang lain:

Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.”(HR. Imam Muslim).

Sebagaimana manusia sempurna, kita memang ahsanu taqwim. Namun ”gelar” mentereng itu akan redup cahayanya apabila tidak terkoneksi dengan ahsanu qaulan dan ahsanu ’amalan dalam jaringan ihsan.

“ Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (terjemh QS. At tiin [95] : 4-6).

Jangan pernah menjadi manusia hang. Menjadilah manusia ishan.

Allahu a’lam.
08.02 | 0 komentar

Prasangka Negatif

Apakah kita pernah merasa bahwa kita sudah menjadi tetangga yang baik? Tentu saja perasaan itu pernah ada, terlebih saya. Perasaan itu biasanya timbul disaat kita telah memberikan sebuah kebaikan pada tetangga yang kita sayangi.

Apakah kita pernah merasa mendzalimi tetangga? Tentu akan banyak yang mengatakan; “Rasanya nggak pernah tuh!” Tapi perasaan itu seringkali timbul di diriku. Padahal sebelumnya saya tidak sesensitif itu dulunya. Perasaan itu timbul karena dipicu oleh banyaknya hikmah yang ditebar oleh tetanggaku. Lho kenapa bisa? Mungkin ada yang bertanya demikian?Banyak instropeksi diri yang harus saya lakukan, setelah banyak menerima sentuhan mereka. Beberapa tahun lampau, disaat cobaan datang bertubi-tubi dari Allah Swt. Kami sekeluarga berlangganan dokter dan rumah sakit. Hingga ada yang mengatakan: “Kok sakit terus?” Atau ada pula yang mengatakan :” Anakku tidak pernah sakit parah tuh, walau pun tidak dijaga seperti kamu!”

Atau saat saya sakit dan mencium masakan yang beraroma harum, sungguh saya merasa ingin pula mencicipinya. Tapi apalah daya, tentu saya malu untuk meminta barang sesendok untuk saya nikmati. Untuk memasak sendiri? Saya masih lemah, Sementara tak ada seorang pembantu pun dirumah. Padahal anak-anak masih balita.

Kemudian pada tahun lalu, saat seorang tetangga memelihara beberapa ayam ras. Ayam tersebut dipelihara dengan cara melepaskannya untuk mencari makanan sendiri. Ayam yang biasa saya sebut ayam bule’ tersebut dipelihara dengan cara kampung. Ayam-ayam bule’ ini seringkali mengunjungi teras depan rumah saya, baik pada pagi maupun sore hari. Hingga nongkrong di kursi teras dan meninggalkan beberapa buah “tanda matanya”. Tentu kedatangannya membuat daftar pekerjaan menjadi panjang.

Setelah kejadian-kejadian yang menimpa saya tersebut, membuat mata saya lebih terbuka. Ternyata memang banyak hal yang seringkali kita lakukan tapi tidak kita sadari, membuat orang lain terluka. Ada hal-hal yang kita anggap sebuah gurauan tetapi sesungguhnya sangat menyakitkan bagi orang lain.

Saat saya bertandang ke sebuah rumah, bagaimana tuan rumah menerima dengan senyum lebar dan muka berseri-seri. Tentu saja saya merasa diterima dengan senang hati. Tentu hal positip ini harusnya dapat saya lakoni pula, agar setiap tamu yang datang dapat merasakan keindahan penerimaan tuan rumah. Tapi… kehendak kita seringkali tidak terwujud. Saat anak-anak kurang sehat ditambah hal lainnya, ternyata kita tidak bisa maksimal berbuat demikian.

Malahan kadang hati berkata :” Ya Allah engkau Maha Tahu keadaanku saat ini. Bantulah agar sang tamu ini tidak berlama-lama nginapnya.” Perasaan ini menandakan tamu yang datang membuat beban bagi kita. Dan yang lebih parah, bila tamu harus serba dilayani. Memang sih tamu harus dihormati selama tiga hari, setelah itu? Terserah deh…

Akhirnya saya membuat catatan sendiri. Bahwa bila seseorang itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, mungkin ada sesuatu yang menggantung yang memberatkan pikirannya. Pikiran yang negatip terhadap seseorang akhirnya bisa tergantikan dengan perasaan lebih berlapang dada. Karena memang pada dasarnya. kita adalah makhluk lemah, yang tidak punya kemampuan apapun, bila yang empunya kekuatan ( Allah Swt. ) tidak menggerakkan kita.

Memang sangat berat mengganti pemikiran yang sudah banyak tertanam pada jiwa kita. Jika kita sudah tahu karakter seseorang yang suka menadahkan tangan bila ke rumah, maka bila seseorang itu menyetor mukanya suatu hari dihadapan kita, maka hati akan berbisik ; “Pasti mau minta lagi!”. Padahal itu kan belum tentu.

Begitu pula, bila ada seseorang yang membawa map dan mengetuk pintu kita, maka kita akan berpikiran : “Pasti orang ini mau minta sumbangan!”. Kita telah mengikat pemikiran kita tentang bagaimana bentuk seseorang dan apa yang diinginkannya lewat penampilannya. Padahal itu belum tentu dengan apa yang kita sangkakan.

Prasangka adalah sebuah sifat yang sebaiknya tidak kita pelihara. Karena menurut Imam Gazali, hati adalah bagaikan sebuah cermin. Cermin yang buram karena banyaknya kotoran melekat, membuat kita susah untuk melihat pantulan apa yang didalamnya. Begitulah hati, bila selalu disemprot dengan kejelekan akan susah untuk menerima hidayah dari Allah Swt. Kadang banyak hal yang memang sesuai prasangka kita. Tapi sebuah prasangka negatif adalah sebuah hal yang terlarang di dalam agama kita.

Jadi kesimpulannya, bahwa memang diperlukan pembelajaran terus menerus pada diri kita untuk selalu bersih dari persangkaan. Karena bagaimana pun bentuk seseorang. Bagaimanapun jejak yang telah ditorehkannya pada diri kita. Mungkin setelah beberapa waktu, mereka telah berubah. Bahkan mungkin lebih baik dari diri kita, yang kita sangka SANGAT BAIK!
07.52 | 0 komentar

Perkara yang Dapat Melembutkan Hati

Written By Rudianto on Kamis, 16 September 2010 | 15.07

Saudaraku, tentu kita tidak lalai akan do’a yang satu ini : “Ya Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah diriku dalam dien-Mu”.



Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati… Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.



Untuk itu, beberapa nashehat berikut patut kita renungi dalam upaya melembutkan hati. Kita hendaknya senantiasa:




  1. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.

  2. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

  3. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaithan.

  4. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.

  5. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.

  6. Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.

  7. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.

  8. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.

  9. Takut akan adzab dan prahara di alam kubur.

  10. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.

  11. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam dari pedang.

  12. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.

  13. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.

  14. Ma’rifah kita terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.

  15. Takut tidak diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.

  16. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.

  17. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari timbangan ditegakkan.

  18. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta kepada Allah SWT. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini kecuali pada Allah.

  19. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, karena terkadang riya’ itu memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis”.

  20. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.

  21. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.

  22. Ketahuilah bahwa amal sholeh dengan sedikit dosa jauh lebih disukai Allah daripada amal sholeh yang banyak tetapi dengan dosa yang banyak pula.

  23. Ingatlah setiap kita sakit bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.

  24. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.

  25. Setiap kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang sedang diusung.

  26. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.

  27. Lihatlah dunia dengan pandangan I’tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.

  28. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita sanggup menghadapi panasnya jahannam?

  29. Di antara akhlak wanita mu’minah adalah menasihati sesama mu’minah.

  30. Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakana kepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal sholeh maka dia jauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baik sedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”





15.07 | 0 komentar

Hadiah Yang Membebaskan

Written By Rudianto on Sabtu, 04 September 2010 | 06.03

Biarkan cinta yang membimbing kita, saat kehidupan menampakkan wajah sesungguhnya. Tak Selalu Indah, tak selalu mudah, karena disitulah kita sebenarnya sedang menempa diri. Menyelesaikan serangkaian ujian yang semoga, meluluskan kita dengan predikat memuaskan. Bukan hanya di akhirat, namun didunia ini juga.

Sungguh, tidak mudah menghadirkan cinta kepada orang-orang yang kita anggap telah membuat kita sakit, secara fisik maupun psikis. Apalagi jika kita merasa dia melakukannya dengan sengaja. lalu hati kitapun terluka. Ia berontak ingin membalas dendam. Banyak diantara kita yang kemudian, menyimpan rasa sakit hati dan dendam, iri, dengki, marah, kecewa, malu, dan yang lainnya.Kebnayakan dari kita mengira, itulah cara untuk menghukum orang itu. Dan kita merasa telah menang. Begitukah?

Alih-alih menyembuhkan luka, hal itu justru membuat hati kita bertambah sakit dan nelangsa. Ibarat menelan racun mematikan, namun berharap orang lain yang akan menderita karenanya. Tentu sangat menggelikan. Karena itu, mendendam adalah sebuah kesalahan besar sebab ia hakikatnya adalah hukuman bagi diri sendiri..Ia adalah pencuri kebahagiaan yang menghalangi kita memperoleh kualitas hidup yang memuaskan. Merantai hati untuk menikmati kelegaan karena dipenuhi dendam kesumat.

Biarkan cinta menraja di dalam jiwa, dimana salah satu buahnya adalah kemampuan untuk memaafkan, siapapun yang pernah, kita anggap menyakiti kita. Sebab, kita tidak akan benar-benar bisa merasakan kebahagiaan sebelum membebaskan hati dari dendam, kecuali dalam cinta dan benci karena Allah.

Sering, kita mengira bahwa memaafkan kesalahan berarti sama dengan menyetujui kesalahan itu, menerima kembali orang itu dalam kehidupan kita, atau memungkinkan untuk sakit hati lagi. Selain bahwa mendendam, kita sangka, akan memberi kita perasaan telah menghukumnya. Apalagi jika sahabat/kawan kita merestui itu. Itu Semua salah!

Luka jiwa memang tiak serta merta dapat terhapus, namun memaafkan dengan tulus akan membebaskannya dari rasa sakit, Insya Allah. Karena pada saat memaafkan, kita tidak sekedar berbicara tentang orang yang menyebalkan itu. namun lebih berbicara tentang pembebasan hati kita dari belenggu kebahagiaan dan racun mematiakan bernama dendam. Apalagi jika kita memehami bahwa orang yang menzhalimi kita , bahkan yang secara sengaja sekalipun, sebenarnya sedang menyakiti diri mereka sendiri. Dengan demikian bukankahakan lebih layak jika kita memaafkannya karena kasihan kepadanya?

Memang tidak mudah. Tapi mari kita lihat dari aspek manfaat dan madharat antara mendendam dan memaafkan. yang satu akan menguras energi psikis kita dengan terus menerus mencari pembenaran yang menunggu kesempatan menuntut balas, yang itu semua sangatlah melelahkan. Sedang yang satunya adalah hadiah untuk diri sendiri yang membebaskan.

Memaafkan bukan berarti menghilangkan apa yang telah terjadi dan membebaskan orang yang salah dari keadilan hukumannya. Namun ia adalah pelepasan semua beban fikiran, dan pembersihannya dari berbagai muatan negatif, merasa bersalah, bersedih, minder, frustasi, atau stress. karena semuanya telah terjadi, sepedih apapun, dimana waktu tidak bisa diputar kembali. Sedang hidup harus tetap berjalan dan ahrus dinikmati dengan penuh rasa syukur.

Karena itu, kita butuh kekuatan luar biasa untuk bisa memaafkan orang lain, apa lagi jika kita merasa mampu melakukan pembalasan. Dan hanya orang-orang hebat yang mampu melakukannnya. karena pemaafan hakikatnya adalah perang melawan diri sendiri agar meraih kebahagiaan yang optimal. Meninggalkan identitas masa lalu, tidak mengungkit-ungkit kesalahan serta menutup lisan dan hati kita dari mendendam dan menyalahkan yang sudah terjadi. hal ini agar kita tetap mudah berhusnuzhan keapda Allah, dan mengambil hikmah dari setiap kejadian bahkan yang paling tidak mengenakkan sekalipun.

Hari ini, hari baru. Mari kita sambut dengan semangat baru dan jiwa baru. Yang terbebaskan dan ringan menjalani hari-hari sebab hidup tetap harus dilanjutkan. Ya Allah, mudahkanlah kami memaafkan kesalahan, dan lindungilah kami dari kesengajaan menyakiti orang-orang yang tidak berhak disakiti!
06.03 | 0 komentar

Operating System Islami: BlankOn Sajadah

Written By Rudianto on Kamis, 02 September 2010 | 16.14



Berawal dari seorang sahabat yang SMS mengenai balnkOn Sajadah, penasaran saya coba cari-cari informasinya dan dapatlah infonya dari http://sajadah.blankonlinux.or.id/ Walau terlambat dalam menginformasikan, tapii mudah-mudahan bermanfaat buat sahabat semua.

Saudara se-islam di Indonesia membangunkan satu distro linux islami yang dinamakan BlankOn Sajadah yang memiliki software Islami (seperti sabily) dan menggunakan bahasa indonesia. Kelihatannya distro sajadah ini adalah dibuat berasaskan kepada distro BlankOn Linux juga dikembangkan oleh komunitas linux indonesia yaitu apa yang dipanggil Yayasan Pengerak Linux Indonesia (YPLI) dan Tim Pengembang BlankOn.

Sekilas mengenai BlankOn Sajadah

BlankOn Sajadah adalah salah satu racikan (varian) BlankOn Linux yang memuat berbagai perangkat lunak Islami. Paket-paket yang disertakan antara lain pengingat waktu sholat, arah kiblat, Al Qur'an dan terjemah, tartil Qur'an, pembaca hadist dan Kalender Hijriyah.
Fitur

BlankOn Sajadah yang berbasiskan BlankOn 6.0 Ombilin mempunyai fitur dasar yang disertakan dalam BlankOn Ombilin edisi regular, seperti Aksara Nusantara, Chromium, Stardict dll yang ditambah dengan Fitur khas Islami seperti:
QiOO - Al Quran di OpenOffice,
Zekr - Al Qur'an terjemah dan suara tartil daring dan luring - online/offline (6.1),
Othman Quran dan Noor - Peramban Al Quran
Minbar - Pengingat waktu sholat,
Peramban Internet Chromium
Peramban Internet Firefox + addon penginat sholat dan webstrict,(6.1 dihilangkan)
Stellarium - aplikasi melihat tata surya / planetarium,
Dukungan penulisan huruf arab,
Penyaring konten negatif webstrict dansguardian,(6.1 dihilangkan)
DNS Nawala - DNS Penyaring domain berkonten negatif,
Hijra - Kalender Islam,
Monajat - Aplet penampil Doa-doa,
Thawab - Ensiklopedi dan penampil ebook hadis dan kitab,
Hadis-Web - Kumpulan hadis hadis Bukhori, Muslim dll

Sreenshot







Bagi sahabat yang ingin download KLIK DISINI

Bila kesulitan hubungi admin Nurisfm.
16.14 | 1 komentar

BERPISAH DENGAN BULAN RAMADHAN



Perpisahan adalah suatu hal yang menyedihkan bagi setiap orang.
Begitu pula bagi seorang muslim, berpisah dengan bulan Ramadhan merupakan hal yang menyedihkan baginya. Bagaimana tidak, bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh dengan limpahan ampunan dan pahala dari Allah  bagi yang memperbanyak amal sholeh. Di bulan Ramadhan, pahala suatu amal ibadah akan dilipatgandakan oleh Allah melebihi apa yang ada di bulan lainnya. Oleh karena itu banyak orang sholeh yang merasa sedih apabila akan meninggalkan bulan Ramadhan ini dan mereka sangat berharap agar bisa bertemu kembali dengan bulan Ramadhan di masa mendatang.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh orang yang akan berpisah dengan bulan Ramadhan, diantaranya :
1. Membayar zakat fitrah berupa makanan pokok suatu negeri seperti gandum, kurma, anggur, beras dan lain sebagainya sebanyak 1 sha’ (lebih kurang 2,5 kg) yang ditunaikan sebelum pelaksanaan sholat ‘Iedul Fithri. Boleh juga diberikan sehari atau dua hari sebelumnya.
2. Berdoa kepada Allah  agar semua amal ibadah yang dikerjakan pada bulan Ramadhan ini diterima di sisi-Nya, dan semoga bisa bertemu kembali dengan bulan Ramadhan di masa mendatang.
3. Semakin bertambah ketakwaannya karena bulan Ramadhan ini akan memiliki makna yang mendalam apabila ketakwaan seseorang mengalami peningkatan. Sebagaimana firman Allah  :
 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ  البقرة : 183
“Wahai orangorang yang beriman, diwajibkan bagi kalian puasa sebagaimana diwajibkan puasa bagi orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa” (QS. Baqarah : 183)
Dan perkataan penyair :
لََيْسَ اْلعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ اْلجَدِيْدَ لِكِنَّ اْلعِيْدَ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ
“Bukanlah hari Raya itu untuk orang yang mengenakan pakaian yang baru.
Namun, hari Raya adalah untuk orang yang ketaatannya bertambah.”


KIAT-KIAT KHUSUS UNTUK MENYAMBUT HARI RAYA ‘IEDUL FITHRI
1. Mandi sampai bersih.
2. Memakai pakaian yang paling bersih dan terbaik yang dimilikinya.
3. Memakai minyak wangi.
4. Makan buah kurma dalam jumlah bilangan ganjil sebelum pergi menunaikan sholat ‘Ied.
5. Pergi ke tanah lapang dengan berjalan kaki dan melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan ketika pulangnya.
6. Mengumandangkan takbir dari rumah sampai dengan datangnya imam.
7. Sholat ‘Iedul Fithri berjamaah di tanah lapang.
8. Mendengarkan khutbah sampai selesai.
9. Mengucapkan selamat hari raya kepada sesama kaum muslimin dengan ucapan :
 تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ 
“Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua.”
10. Dianjurkan untuk berpuasa 6 hari di bulan Syawwal karena barangsiapa yang berpuasa Ramadhan sebulan penuh lalu disambung dengan puasa 6 hari di bulan Syawwal maka pahalanya sebanding dengan puasa selama setahun penuh.


WALLAAHU A’LAMU BISH SHOWAAB
06.13 | 0 komentar
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu. (QS. Al-Baqarah:261)

DONASI

TEBAR DAKWAH FILM ISLAM

Teknik Support Streaming

DJ ONLINE

IP

Visitor

free counters

TAFSIR IBNU KATSIR

NURIS TV

AGENDA TV

STREAMING RADIO RUQO FM

STREAMING RADIO RUQO FM
Radio Dakwah Ruqyah Syariyyah

RUQO FM

Server Luar Negeri

Dengarkan Nurisfm Disini

Total Tayangan Halaman

Pengunjung