Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

SETAN DIANTARA 'AIN DAN DENGKI

Written By Rudianto on Jumat, 13 Januari 2017 | 15.01



Segala Puji bagi Allah Rabb semesta alam, yang telah memberikan taufik, hidayah dan rahmat-Nya bagi kita semua. Salah satu bentuk rahmat-Nya adalah pemberian ilmu bagi kita sebagai petunjuk dan jalan keluar atas setiap masalah yang dihadapi oleh hamba-Nya.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad n penghulu para makhluk, keluarganya yang suci dan para sahabatnya. Tidak pernah habis keajaiban dalam sunnah dan setiap apa yang Beliau ajarkan kepada kita.

Salah satu masalah yang Beliau ingatkan pada kita adalah al ‘Ain. Bahkan Beliau mengingatkan tentang bahaya ‘Ain. Kedahsyatan ‘Ain berpengaruh terhadap kondisi fisik, mental, dan semua hal dalam diri kita. Bahkan Beliau telah mengingatkan bahwa ‘Ain bisa berujung pada kematian. Ini adalah persoalan serius yang telah diingatkan oleh Nabi n sejak ratusan tahun yang lalu.

Dalam dunia ruqyah, ‘Ain sudah sangat dikenal, tetapi bentuk bentuk gangguan yang disebabkan ‘Ain berkembang seiring waktu. ‘Ain muncul menjadi penyakit yang mematikan dan terkadang langka.

Buku-buku rujukan tentang ‘Ain sebenarnya sudah cukup banyak, tetapi sangat sedikit yang bisa menjelaskan ‘Ain dalam konteks kekinian. Kita bersyukur telah menerbitkan buku karya Syaikh Abu Barra Usamah bin Yassin al Maani.

Penulis dengan sangat detail menjelaskan ‘Ain dalam buku ini. Salah satu yang menjadi kekuatan buku ini adalah penulis seorang praktisi ruqyah dan murid seorang ulama besar. Penulis adalah murid Syaikh Sholih al-Munajjid.

Kita akan menemukan pembahasan tidak secara teori saja tetapi benar-benar aplikatif. Pembahasan ‘Ain dari sudut pandang teori dan praktek lapangan.

Kekuatan buku ini adalah penulis sangat berhati-hati terhadap tajribah, temuan metode baru dalam ruqyah dan terapi ‘Ain. Penulis juga memberikan hujjah-hujjah yang kuat berdasarkan pendapat- pendapat para ulama dan maroji yang kuat.

Secara khusus, penerbit menyampaikan terima kasih kepada Syaikh Abu Barra Usmah bin Yassin al- Maani, yang telah memberikan ijin khusus kepada Yayasan Ruqyah Learning Center Indonesia untuk menerjemahkan dan menerbitkan buku yang berjudul:
المنهل المعين في إثبات حقيقة الحسد والعين
Semoga kehadiran buku ini bermanfaat bagi umat dan memperkaya khasanah ilmu pengobatan Nabawi.

Daftar  Isi Buku:

Bab 1.     Makna dan Hakikat Hasad serta ‘ain
Bab 2.     Bagaimana ‘ain dan hasad bisa berpengaruh?
Bab 3.     Bagaimana bisa tertimpa ‘ain?
Bab 4.     Dalil-dalil ‘ain dan hasad bisa menimpa.
Bab 5.     Pendapat ulama tentang ‘ain dan Hasad
Bab 6.     Pendapat Dokter-dokter di zaman modern
Bab 7.     Pendapat sebagian penulis dan cendekiawan pada masa modern.
Bab 8.    Hadits-hadits dan atsar-atsar palsu dan dhoif yang membahas ‘ain.
Bab 9.    Jenis-jenis ‘ain dan hasad.
•    Beberapa catatan penting.
•    Jenis-jenis ‘ain
A.    Dilihat dari si pelempar ‘ain
B.    Dilihat dari segi Pengaruh dan akibat yang ditimbulkan.
1)     ‘Ain Yang Mematikan (Seperti Racun & Api)
2)     ‘Ain Yang Membuat Cacat Tubuh.
3)     ‘Ain Yang Membuat Sakit.
4)     ‘Ain yang muncul secara temporer
5)    ‘Ain atau Jiwa yang berhasrat (Kagum – ghibthoh)

Bab 10.  Kisah-kisah terkait ‘ain dan hasad yang diceritakan oleh ulama dan dai.
Bab 11.  Sebab-sebab Hasad.
Bab 12.  Cara Mengetahui si Pelempar ‘ain atau    pendengki.
Bab 13.  Perbedaan antara ‘ain & Hasad.
Bab 14.  Ciri-ciri khusus terkena ‘ain, Metode pengobatannya dan perkara-perkara yang terkait.
A.    Ciri-ciri khusus terkena ‘ain.
1.    Ciri-ciri fisik.
2.    Ciri-ciri sosial.
B.    Mencegah dan Mengobati ‘Ain.




SETAN DIANTARA DENGKI & ‘AIN


PENULIS:SYAIKH ABUL BARRO’ USAMAH BIN YASIN AL-MA’ANI
PENERBIT: RLC PUBLISHING 2017
UKURAN : 16 cm x 24 cm
HALAMAN : 344
HARGA : Rp. 160.000,-
PEMESANAN HUBUNGI:
085716863625



15.01 | 2 komentar

NAFS

Written By Rudianto on Jumat, 06 Januari 2017 | 23.46

"Ada empat pedang untuk memerangi nafsu jahat: makanlah sedikit, tidurlah sedikit, bicaralah sedikit dan sabarlah ketika orang melukaimu."

Manusia bagi Karl Marx disetir oleh perutnya (ekonomi) dan bagi Sigmund Freud oleh libido seksnya alias kemaluannya. Ketika berhijrah di abad ke 7 M, Nabi sudah menyinggung temuan Marx dan Freud. Orang berhijrah itu disetir oleh tiga orientasi : seks, materi dan idealisme atau keimanan (lillah wa rasulihi). Artinya, manusia itu bisa jadi seharga dorongan perutnya, atau dorongan seksualnya dan dapat menjadi sangat idealis, meninggalkan kedua dorongan jiwa hewani dan nabati itu. 

Jadi semua perilaku manusia hakekatnya disetir oleh jiwa atau nafs-nya. Tapi nafs mempunyai banyak anggota, yang oleh al-Ghazzali disebut tentara hati (junud al-qalbi). Anggota nafs dalam al-Qur’an diantaranya adalah qalb (hati), ruh (roh), aql (akal) dan iradah (kehendak) dsb. Al-Qur’an menyebut kata nafs sebanyak 43 kali, 17 kali kata qalb-qulub, 24 kali kata ta’aqilun (berakal), dan 6 kali kata ruh-arwah. Itulah, modal manusia untuk hidup di dunia. 

Nabi menjelaskan peran qalb dalam hidup manusia. Menurutnya, aspek penentu hakekat manusia adalah segumpal darah (mudghah), yang disebut qalb.  Gumpalan itulah yang menjadi penentu kesalehan dan kejahatan jasad manusia (HR. Sahih Bukhari). Karena begitu menentukannya fungsi qalb itulah Allah hanya melihat qalb manusia dan tidak melihat penampilan dan hartanya. (HR. Ahmad ibn Hanbal).  Sejatinya, qalb adalah wajah lain dari nafs, maka dari itu qalb atau nafs manusia itu bertingkat-tingkat. Para ulama menemukan tujuh tingkatan nafs dari dalam al-Qur’an: 

Pertama, nafs al-ammarah bi al-su’, atau nafsu pendorong kejahatan. Ini adalah tingkat nafs paling rendah yang melahirkan sifat-sifat seperti takabbur, kerakusan, kecemburuan, nafsu syahwat, ghibah, bakhil dsb. Nafsu ini harus diperangi.  Kedua, nafs al-lawwamah. Ini adalah nafs yang memiliki tingkat kesadaran awal melawan nafs yang pertama. Dengan adanya bisikan dari qalb-nya, nafs menyadari kelemahannya dan kembali kepada kemurniannya. Jika ini berhasil maka ia akan dapat meningkatkan diri kepada tingkat diatasnya.

Tingkat ketiga adalah Nafs al-Mulhamah atau jiwa yang terilhami. Ini adalah tingkat jiwa yang memiliki tindakan dan kehendak yang tinggi. Jiwa ini lebih selektif dalam menyerap prinsip-prinsip. Ketika nafs ini merasa terpuruk kedalam kenistiaan, segera akan terilhami untuk mensucikan amal dan niatnya.  Keempat, Nafs al-mutma’innah atau jiwa yang tenang. Jiwa ini telah mantap imannya dan tidak mendorong perilaku buruk. Jiwa yang tenang yang telah menomor duakan nikmat materi. 

Kelima, Nafs al-Radhiyah atau jiwa yang ridha. Pada tingkatan ini jiwa telah ikhlas menerima keadaan dirinya. Rasa hajatnya kepada Allah begitu besar. Jiwa inilah yang diibaratkan dalam doa: Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi (Tuhanku engkau tujuanku dan ridhaMu adalah kebutuhanku). Keenam, Nafs al-Mardhiyyah, adalah jiwa yang berbahagia. Tidak ada lagi keluhan, kemarahan, kekesalan. Perilakunya tenang, dorongan perut dan syhawatnya tidak lagi bergejolak dominan.  Ketujuh, Nafs al-Safiyah adalah jiwa yang tulus murni. Pada tingkat ini seseorang dapat disifati sebagai Insan Kamil atau manusia sempurna. Jiwanya pasrah pada Allah dan mendapat petunjukNya. Jiwanya sejalan dengan kehendakNya. Perilakunya keluar dari nuraninya yang paling dalam dan tenang. 

Begitulah jiwa manusia. Ada pergulatan antara jiwa hewani yang jahat dengan jiwa yang tenang. Ada peningkatan pada jiwa-jiwanya yang tenang itu. Sahabat Nabi Sufyan al-Thawri pernah mengatakan bahwa dia tidak pernah menghadapi sesuatu yang lebih kuat dari nafsunya; terkadang nafsu itu memusuhinya dan terkadang membantunya. Ibn Taymiyyah menggambarkan pergulatan itu bersumber dari dua bisikan: bisikan syetan (lammat a-syaitan) dan bisikan malaikat (lammat al-malak).

Perang melawan nafsu jahat banyak caranya. Sahabat Nabi Yahya ibn Mu’adh al-Razi memberikan tipsnya. Ada empat pedang untuk memerangi nafsu jahat: makanlah sedikit, tidurlah sedikit, bicaralah sedikit dan sabarlah ketika orang melukaimu… maka nafs atau ego itu akan menuruti jalan ketaatan, seperti penunggang kuda dalam medan perang. Memerangi nafsu jahat ini menurut Nabi adalah jihad. Sabdanya “Pejuang adalah orang yang memperjuangkan nafs-nya dalam mentaati Allah”  (al-Mujahidu man jahadi nafsahu fi ta’at Allah ‘azza wa jalla). (HR.Tirmidhi, Ibn Majah, Ibn Hibban, Tabrani, Hakim dsb). 

Kejahatan diri dalam al-Qur’an juga dianggap penyakit (QS 2:10). Sementara Nabi mengajarkan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Para ulama pun lantas berfikir kreatif. Ayat-ayat dan ajaran-ajaran Nabi pun dirangkai diperkaya sehingga membentuk struktur pra-konsep. Dari situ menjadi struktur konsep dan akhirnya menjadi disiplin ilmu. 

Ilmu tentang jiwa atau nafs itu pun lahir dan disebut Ilm-al Nafs, atau Ilm-al Nafsiyat (Ilmu tentang Jiwa). Ketika Ilmu al-Nafs berkaitan dengan ilmu kedokteran (tibb), maka lahirlah istilah al-tibb al-ruhani (kesehatan jiwa) atau tibb al-qalb (kesehatan mental). Tidak heran jika penyakit gangguan jiwa diobati melalui metode kedokteran yang dikenal dengan  istilah al-Ilaj al-nafs (psychoteraphy). 

Dalam Ilmu al-Nafs ditemukan bahwa raga dan jiwa berkaitan erat, demikian pula penyakitnya. Psikolog Muslim asal Persia Abu Zayd Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934), menemukan teori bahwa penyakit raga berkaitan dengan penyakit jiwa. Alasannya, manusia tersusun dari jiwa dan raga. Manusia tidak dapat sehat tanpa memiliki keserasian jiwa dan raga. Jika badan sakit, jiwa tidak mampu berfikir dan memahami, dan akan gagal menikmati kehidupan. Sebaliknya, jika nafs atau jiwa itu sakit maka badannya tidak dapat merasakan kesenangan hidup. Sakit jiwa lama kelamaan dapat menjadi sakit fisik. Itulah sebabnya ia kecewa pada dokter yang hanya fokus pada sakit badan dan meremehkan sakit mental. Maka dalam bukunya Masalih al-Abdan wa al-Anfus, ia mengenalkan istilah al-Tibb al-Ruhani (kedokteran ruhani). 

Jadi, hakekatnya manusia yang dikuasai oleh dorongan nafsu hewani dan nabati saja, boleh jadi sedang sakit. Manusia sehat adalah manusia yang nafsunya dikuasai oleh akalnya, qalb-nya untuk taat pada Tuhannya. Itulah insan kamil yang memiliki jiwa yang tenang, yang kembali pada Tuhan dan masuk surganya dengan ridho dan diridhoi. Itulah manusia yang selama hidupnya menjadi sinar cahaya (misykat) bagi umat manusia.

Oleh: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi

23.46 | 0 komentar
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu. (QS. Al-Baqarah:261)

DONASI

TEBAR DAKWAH FILM ISLAM

Teknik Support Streaming

DJ ONLINE

IP

Visitor

free counters

TAFSIR IBNU KATSIR

NURIS TV

AGENDA TV

STREAMING RADIO RUQO FM

STREAMING RADIO RUQO FM
Radio Dakwah Ruqyah Syariyyah

RUQO FM

Server Luar Negeri

Dengarkan Nurisfm Disini

Total Tayangan Halaman

Pengunjung