Malam menjelang larut. Saya sudah berbaring di kasur untuk segera tidur. Namun tiba-tiba isteriku memberikan map besar berwarna hitam yang tidak saya ketahui apa isinya. Saya bilang padanya biar besok saja dibukanya. Namun dengan manja dan setengah memaksa dia meminta agar map itu segera dibuka. Saya curiga, pasti ada yang sangat istimewa.
Karena aku mencinta wanita, maka segera aku membuka map hitam itu dengan
sedikit berdebar. Isteriku diam. Mungkin dia berdebar menunggu komentar
apa yang akan muncul dari mulut saya yang biasanya suka meledeknya jika
dia berbuat yang aneh-aneh. Saya buka halaman pertama. Saya terhentak.
Ada tulisan besar-besar di kertas berwarna pink dalam bahasa Inggris
berbunyi “To Remind Memorable Day and Unforgotable Moments we Passed.”
Yang kemudian di bawahnya dia tambahkan dengan tulisan kecil “who love
you so much.”
Ada pesan indah dari tulisan itu. Isteriku mencintaiku
dengan sepenuh jiwa. Dengan segenap raga. Dengan segenap pikiran dan
hatinya. Aku demikian gembira dan lega. Kulirik isteriku. Tapi dia diam
membisu. Hanya saya rasa bibirnya sedang menahan senyum indahnya tatkala
saya membuka halaman pertama. Saya lanjutkan pada halaman kedua. Isinya
lebih mengejutkan lagi,”My Lord, Unite our Love till hereafter, tie our
heart with Your love” yang kemudian dikhiri dengan “your poor slave”.
Doa tulus pada Allah dia mohon agar cinta kita abadi. Cinta yang diikat
oleh asmara karena Allah dan hati yang diikat oleh “cinta” Allah.
“Wonderfull. Syukron. Thank you. Syukriyah”, kataku setengah teriak.
Namun isteriku segera menyilangkan jari di mulutnya. Saya paham dia
menyuruhku bersuara pelan karena malam telah larut. Isteriku mulai
tersenyum dan ada rona puas yang memancar dari wajahnya karena saya
sangat apresiatif pada apa yang dia tulis. Pipinya merona merah.
Pada halaman ketiga dia selipkan surat undangan sederhana pernikahan
kami yang akad dan resepsinya berlangsung pada tanggal 5 Juli 1997 dan 6
Juli 1997.
Halaman-halaman selanjutnya berisi kumpulan surat yang
pernah saya kirimkan saat saya tinggalkan dia selama 2 tahun ke Pakistan
untuk melanjutkan studi S2 di International Islamic Universtity
Islamabad. Surat-surat itu demikian rapi dia bungkus dalam
plastik-plastik map itu. Saya buka satu-satu. Ternyata semua surat yang
saya kirim tidak ada yang dilewatkan. Sejak tahun pertama tiba di
Pakistan sampai surat terakhir sebelum saya pulang ke Indonesia.
Ada
dua hal paling menarik dari isi map. Pertama, selipan kata-kata mutiara
yang isteri saya tuliskan di sela-sela surat itu. Semuanya berisikan
keinginannya agar cinta kami padu. Kedua beberapa puisi “cinta” yang
sengaja saya tulis untuk isteriku. Kata-kata mutiara yang dia tulis
dalam bahasa Inggris itu mengandung motivasi yang membakar semangat
cinta saya untuk senantiasa setiasa pada isteri saya, untuk senantiasa
mencintainya : tanpa titik. Dia menginginkan senantiasa bersama saya dan
saya menginginkan senantiasa bersamanya : Together Forever.
Ini
bisa saya serap dari ungkapan-ungkapannya,”The Only Sweet Heart is
here—SR. SR adalah inisial nama saya, Samson Rahman. You Are Always My
Matter...Never Ended Love is Just For Your...Your Are My Everything...I
am Nothing Without You... No One can be in my Heart but You... No Doubt
You are My Hero.. Kak Son? Sure!! Ungkapan cinta yang bagi saya sangat
luar biasa. Ungkapan kesetiaan yang tiada ternilai harganya. Menggugah,
membakar semangat saya. Meledakkan cinta saya.
Itu semua terjadi karena aku memang mencinta wanita. Aku mencintai isteriku dengan setulus jiwa. Bagiku dia adalah mutiara yang harus terjaga gemerlapnya. Dia adalah motivatorku dan bahkan menjadi guruku. Tatkala aku lupa dia yang mengingatkan, tatkala semangatku melemah dia yang membangkitkan. Tatkala bacaan Al-Quran saya melemah dia senantiasa memperdengarkan bacaan-bacaannya yang indah di dekatku yang sambil tiduran. Tatkala qiyamul lail saya melembek dia pula yang mengingatkan bukan dengan ucapan tapi dia lebih dahulu yang melakukan. Semangat to be together forever di dunia dan dia akhirat demikian aku rasakan dalam ritme pengabdian pada Allah, Tuhan semesta alam. Dia adalah patner hidupku dan bukan subordonasiku. Dia sejajar di hadapan Tuhan sebagai hamba-Nya dengan tugas-tugas yang mungkin berbeda dengan saya, sebagai suaminya.
Ita Maulidha, demikianlah nama isteri saya. Seorang isteri yang saya nikahi tanpa istikharah, karena begitu melihat pertama kali saya merasa tenang untuk segera menikah dengannya. Saya yakin bahwa thuma’ninah yang menjalar dalam hati saya adalah karunia Allah juga. Saya melihat hanya sekali, esok harinya ta’aruf, keesokannya meminang dan dua minggu setelah itu menikah.
Saya lakukan itu semua karena saya mencinta
wanita. Saya tidak ingin membuat wanita lama-lama menunggu dalam
ketidakpastian pasangan hidupnya. Apa lagi jika diantara keduanya sudah
ada benih cinta. Pacaran sering kali lebih banyak membuat wanita dilanda
penyesalan daripada mengantarkan pada mahligai kebahagiaan. Pihak
wanitalah yang sering menjadi korban. Karena banyak lelaki yang “tidak
mencintai wanita” namun dia kerasukan asmara.
Diantara puisi yang ada dalam map itu berujudul :
Puisi untuk Isteriku
Isteriku,
Jika malam-malammu hadir tanpa hadirku
Hadirkanlan aku di relung terdalam kalbumu
Jika hari-harimu sepi tanpa hadirku
Ramainkanlah dengan kenangan manis yang lalu
Jika nafasmu tersengal tanpa hadirku
Legakanlah dengan isak tangis buat Tuhanmu
Jika kobaran rindumu membubung
Api rindumu berkobar
Kita kan segera gembira menyatu
Jika jerit jiwa mulai melengking
Sabarkalah dirimu bersama Al-Quran
Isteriku,
Anak-anak cinta kita akan selalu tumbuh dan mekar
Bersama waktu yang semakin memanjang
Islamabad, 4 Juni 1998
Karena aku mencinta wanita. Kutulis ini semua. Saya yakin sabda nabi
bahwa sebaik-baik kekayaan adalah wanita salehah dan saya telah
memilikinya.
Oleh : Samson Rahman
Penerjemah Laa Tahzan Ayah Empat Anak
0 komentar:
Posting Komentar