Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.(Ali Imran 185).
Banyak
orang tak menyadari bahwa hidupnya akan berujung di sebuah titik, tanpa
koma. Titik kematian. Titik kepastian yang telah Allah gariskan.
Ketidaksadaran ini berasal karena dia menyangka bahwa dunia akan toleran
membiarkan hidup berlama-lama mengumbar nafsunya kemudian baru
menyadarinya bahwa titik kematian itu sudah tiba. Kematian adalah
kepastian misterius yang tidak ada satu orangpun mampu menebak kapan
datangnya. Namun dia pasti. Dan sekali dia datang maka dia akan
mengakhiri semua angan. Dia adalah penghancur kelezatan, penakluk
keinginan, peremuk semua angan.
Lalai akan kepastian kematian
bermula dari cinta over dosis dan menghamba pada dunia. Dunia telah
mengaburkan pandangan mata batin kita untuk melihat indahnya akhirat
yang berkilau nikmat. Mata hati dan batin kita menjadi gelap karena dia
menghiasinya dengan pernik dunia. Mata batin kita menjadi gulita karena
kita telah menutupnya dengan aksesoris dunia.
Dunia yang
seharusnya kita jadikan sebagai hamba, telah berbalik menjadi tuan.
Dunia yang seharusnya berada di bawah telapak kaki kita jadikan di
ubun-ubun kita. Dunia yang seharusnya kita dengan gampang
menginjak-injaknya, telah dengan gampang menginjak-injak kepala kita.
Dunia yang seharusnya tidak pernah menempel di dalam sanubari kita,
malah menjadi raja yang mengatur semua organ tubuh kita.
Hari-hari
kita berselimutkan dunia. Ada gumpalan kebanggaan dalam diri kita akan
harta yang kita miliki. Jabatan yang kita duduki, posisi yang kita
nikmati, kekuasaan yang kita kangkangi. Yang kemudian menjadikan kita
larut, larut dan terus larut dalam kelalaian yang tiada bertepi. Yang
sengaja Allah tidak hentikan kelalaian itu sehinga kita telah pula
menjadikan kita lupa kepada Allah yang Mahakuasa.
Kita lupa bahwa
dunia ini Allah hamparkan untuk kita atur sebagai karpet menuju Allah.
Dan tidak menjadikan dunia mengalihkan perhatian batin kita dari Allah.
Allah serahkan dunia ini agar kita mampu mengelolanya sebagai bekal
untuk akhirat, namun kita sering kali lupa dan terjebak di jala-jalanya
yang banyak menggoda dan melalaikan kita.
Sungguh celakalah
jemari-jemari yang bergerak hanya menghitung dunia di setiap detiknya,
tiada henti dan titik, sampai kematian menghentikannya. Dia mengira
bahwa harta benda yang berlimpah itu dapat mengekalkan nafasnya,
membendung gelombang kematian mana kala dia telah tiba saatnya. Dia
mengira bahwa hartanya tidak akan menggoyahkan posisinya, mengabadikan
hasratnya. Dunia telah meliputi hatinya dan tidak memberikan pintu masuk
pada akhirat sehingga dia berada dalam kealfaan total kepada Allah.
Budak
dunia akan senantiasa bersimpuh, ruku' dan sujud di depan kemegahannya.
Nafsu menjadi Tuhannya. Dia menjadi hamba setianya.
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?" (Al-Jatsiyah : 23).
Allah biarkan mereka sesat di
tumpukan ilmunya yang tidak lagi memberi mamfaat dan tidak lagi menjadi
penerang karena dia telah memadamkannya dengan kecintaan yang
over-dosis pada dunia. Kecintaan yang mematikan hatinya yang membunuh
semangat cintanya kepada Yang Makak Pencinta.
Mereka lupa Allah,
maka Allah jadikan mereka lupa pada diri mereka sendiri. Lupa asal usul
dan akhirnya. Lupa darimana dia bermula dan kemana akan berujung.
"Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik." (Al-Hasyr: 19).
Wahai para budak
dunia. Dunia itu terbatas umur dan kenikmatannya. Kalian boleh
menikmatinya namun sebatas yang dibutuhkan untuk kepentingan akhirat
kalian. Jangan berlebihan dan melampaui batas. Sebab jika kalian
menikmati dunia dengan penuh ketamakan maka tak ubahnya kalian laksana
binatang bahkan lebih buruk dari mereka. Karena kalian memiliki akal dan
hati yang bisa lebih jernih melihat hakikat sesuatu namun kalian tidak
lagi mampu.
Jangan biarkan diri kalian menyediakan sarana-sarana
yang menjadikkan kalian tersesat dengan sarana-sarana yang kalian bangun
dan himpun dalam diri kalian. Jangan biarkan lentera cinta akhirat
redup dan semakin redup karena kalian berlapang dada untuk bersimpuh ria
di hadapan dunia yang terus menggoda kalian. Jangan biarkan diri kalian
terperangkap di jaring-jaring dunia yang ditebar syetan di berbagai
sudut nafsumu.
Jangan biarkan syetan-syetan itu menjadi tuan yang
memporak porandakan rancang bangun keimanan kalian. Kalian tahu bahwa
syetan adalah musuh. Maka jadikanlah dia sebagai musuh abadimu. Namun
jika nafsu telah berkuasa atas kalian maka kalian akan menjadi budaknya.
Sebab nafsu ammarah kalian adalah tentara syetan yang di tanam dalam
diri kalian.
Biarkan dunia itu kalian posisikan pada posisinya
yang benar. Menjadi hamba-hamba kalian, menjadi abdi-abdi kalian,
menjadi pelayan-pelayan kalian. Dengan demikian kalian akan mudah
menjadi hamba Allah, Tuhan yang kalian. Tuhan semesta alam.
Budak dunia akan kehilangan akhirat dan pemburu akhirat akan membuat dunia terbirit-birit mengejarnya di segala kesempatan.
Berbahagialah mereka yang menguasa dunia dan celakalah mereka yang dikuasai dunia.
Tatkala
Ramadhan usai kita berharap sudah bisa terlepas dari mencinta dunia
over dosis. Agar kita lebih mudah menaiki tangga tangga spiritual di
masa yang akan datang. Selamat Iedul Fitri 1434 H!
*Penerjemah Buku Fenomenal Laa Tahzan
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar