Terdengar kumandang iqamah.Jama'ah shalat mengatur shaf. "Sawuushufuufakum fainna taswiyata shufuf
min tamaamissholaah. "(rapikan lah shof-shof kalian, karena rapinya shof- shof adalah
bagian dari kesempurnaan sholat)", imam berucap,menoleh sebentar kearah ma'mum
kemudianbertakbir'Allahu Akbar".
Sekelompok anak yang sudah berada di halaman masjid sejak adzan terlantun, belum
juga tergerak masuk masjid untuk bergabung dengan jama'ah shalat. Mereka tetap asyik
ngobrol.Tanpa beban dan rasa bersalah. Raka'at pertama telah berlalu, raka'at
kedua selesai, hingga duduk tahiyat awal. Ketika jama'ah shalat memasuki raka'at
ketiga atau yang terakhir karena jama'ah itu sedang melaksanakan shalat maghrib, barulah
sekelompok anak itu masuk, mengenakan sarung, merapikan diri dan ikut berjajar
"heboh".Dengan terburu-buru, sebagian mereka menyusul untuk "menyamakan
kedudukan"raka'at jama'ah lain. Sebagian lain ada yang menambah shalat setelah imam
mengucap salam.
Aneh tapi nyata. Prihatin? YA! Mengapa? Karena, kejadian itu tidak hanya dua tiga
kali ditemui, tapi hampir setiap kali shalat berjama'ah di masjid yang dihadiri oleh anak-
anak itu. Mereka pun bukan lagi anak-anak balita yang masih mendapat keringanan.
Mereka, anak-anak yang telah baligh. Mukalaf. Sebagian mereka, bahkan ada juga yang
bersekolah di sekolah berlabel lslam. Anehnya lagi, di antara jama'ah itu ada para ayah anak-
anak tersebut.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana itu bisa terjadi berulang? Siapa yang salah? Siapa yang
harus bertanggung jawab? Tanggung jawab terbesar, tentulah di
pundak orang tua. Memantau keseharian anak dan kegiatan yang mereka Iakukan,
mengarahkannya dengan baik dan benar.
Terutama masalah SHALAT! Karena shalat adalah amal utama dan sang pembeda.
Lingkungan pun dapat memberi pengaruh. Bila para jama'ah dewasa yang hadir sepakat
mengingatkan anak-anak itu, baik dengan kata-kata atau tindakan. Lambat laun, anak-anak itu
akan mengerti bahwa apa yang mereka lakukan mengganggu dan salah!
Bersegera menyambut panggilan adzan, menutup pintu-pintu syaithan. Tapi, segera
setelah adzan berlalu, syaithan kembali menggoda. Begitu pula ketika iqamah terdengar,
syaithan menyingkir dan datang kembali untuk menggoda ketika iqamah selesai.
Maka, langkah menuju masjid sembari membisik do'a hingga sampainya, kaki kanan
menapak altar baitullah dan mengucap "Allohumaftahlii abwaaba rahmatik" tak lupa
menghatur sembah padaNya dua raka'at, tahiyyatul masjid dan menguntai mutiara pujian
serta permohonan pada sang maha pemberi hingga imam shalat hadir mengawal jama'ah.
Itulah yang seyogyanya dilakukan seorang yang berniat suci menghadiri jama'ah shalat
di masjid.
Shalat adalah ukuran baik dan buruk amal. Melalaikannya adalah melalaikan hak Allah SWT
dan kewajiban seorang hamba. Maka, tanamkanlah selalu urgensi shalat
pada diri anak agar ia tak lupa, meremehkan dan melalaikannya.
"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat
bagi orang-orang yang beriman. Dan AKU tidak menciptakan jin dan manusia melain-
kan supaya mereka mengabdi kepada-KU". (At-Thur: 55-56)
SHALAT SANG PEMBEDA
Written By Rudianto on Rabu, 16 Oktober 2013 | 12.39
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar