Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

SABAR DAN RIDHO

Written By Rudianto on Selasa, 16 Oktober 2012 | 21.12

Hanya Allah sajalah yang tahu, bagaimana sukarnya untuk menulis ini. Tentang sabar dan ridha. Kesukaran untuk menulis itu karena sifat sabar dan ridha belum menjadi pada diri. Walaupun sudah membaca dan memahami berkali-kali beberapa risalah dan juga buku-buku lain, laa hawla wa la quwwata illa billah, masih tak mampu untuk menulis. Dengan sedaya upaya, coba menulis ini, semoga ada manfaat untuk diri dan sesiapa saja.

Di dalam al-Qur’an al-Karim, Allah menyebut tentang sabar lebih dari 70 tempat. Pelbagai kebaikan, kelebihan dan derajat disandarkan kepada sabar. Memang sangat beruntung Mukmin yang bersabar. Beberapa ayat dalam al-Qur’an terdapat dalam Surat al-Nahl:96, al-Zumar:10, al-Baqarah:249 dan ayat-ayat yang lain lagi.

Sabar merupakan satu bentuk ‘ibadah yang ganjarannya tidak terhitung, tidak dilimitkan pahalanya. Di sisi Allah, Mukmin yang sabar mempunyai kedudukan yang sangat istimewa. Sehingga telah dijanjikan, Allah bersama-sama mereka yang sabar, Innallaha ma’a al-sabirin. Apakah lagi yang kita maukan? Bukankah Allah segala-galanya?

Langit dan dunia serta segala isinya, sudah tidak penting lagi. Biarlah kita hilang segala-galanya, asalkan Allah mau bersama kita. Bukankah Allah menjamin Dia akan tetap bersama kita kalau kita bersabar? Marilah kita sambut jaminan Allah itu. Mungkin kita mempersoalkan bagaimana bentuk sabar? Bila dan dimana harus bersabar?

Sampai bila kita harus bersabar? Dengan membuka lembaran lembaran  Al-Qur’an terutamanya surah al-Anbiya’, dapat melihat kesabaran para Nabi. Memang merekalah contoh terbaik, untuk kita  enenangkan hati kita. Mungkin di saat kita merasa sempit dada, sedih, kecewa, putus asa dan sebagainya... marilah kita
putar ke belakang melihat orang yang telah berjaya hasil kesabaran mereka. Sungguh luar biasa. Sifat sabar dan ridha tidak akan terpisah dari benih terpenting yaitu iman. Dengan iman, akan mendorong kita kepada Tauhid yaitu mengesakan Allah semata-mata (Tauhid). Apabila kita mengesakan Allah semata-mata, kita akan meyakini RububiyyahNya. KeSultanan dan keRajaan Allah s.w.t. terhadap seluruh kainaat ini. Termasuk diri kita. Ya, diri kita ini, bukan milik kita, ia milik Allah ta’ala.

Kita sebagai manusia, hamba kepada Raja Yang Agung ini, sudah pasti akan tunduk dengan setiap perintah dan arahan Baginda Agung. Di sini akan lahirlah Ubudiyyah dari seorang hamba yang lemah kepada Dia yang berkuasa. Maka tersungkur sujudlah hamba lemah itu memohon dan berdoa...kepada Allah  semata-mata tidak pada yang lain.

Apabila seseorang itu memuji dirinya maka hilanglah cahayanya. (Imam Malik) Dari rasa sadar tentang Rububiyyah Allah ini lahirlah sifat tawakkal, setelah kita tahu dan yaqin hanya Dia yang memberi mudharat dan manfaat. Apa saja yang kita hadapi, ketakutan, resah gelisah dan sebagainya, akan kita serahkan
semata-mata kepada Dia. Kita akan hadapi penuh sabar dan ridha.

Sabar dan ridha sangatlah rapat hubungannya. Sabar mendahului ridha. Kita tidak bisa terburu-buru  memaksa diri berpakaian sabar dan ridha. Dua sifat ini akan menjadi pakaian kita apabila kita berusaha sedikit demi sedikit dan bermujahadah dalam hidup. Kita setiap hari belajar dari kesalahan dan kekurangan. Kita menuju kepada sesuatu yang lebih baik. Tujuan hidup manusia ialah ‘ubudiyah kepada Allah. Tunduk kepadaNya. Sehingga segala-galanya selaras, fisikal, mental, hati, roh, nafsu dan apa saja, tunduk pada kehendak Allah ta’ala. Jadi, sepanjang hidup kita ini adalah mujahadah menuju ke tingkatan manusia yang
lebih sempurna.

Allah ciptakan manusia tidak sebagaimana menciptakan hewan, beberapa hari atau beberapa bulan saja hewan sudah pandai berdikari. Hewan-hewan ini, dalam tempo tertentu yang sangat singkat sudah bisa
memahami tentang alam sekitarnya, cukup untuk ia hidup, mencari makan, menyelamatkan diri dari
musuh dan beranak pinak. Sedangkan manusia, 20 tahun belum tentu cukup untuk dia memahami asal usul kejadiannya, tujuan hidup, kesusahan dan kesulitan. Kenapa? Karena manusia telah Allah taklifkan sebagai
hamba dan khalifah. Pemikiran, keinginan, cita-cita, perasaan, perjuangan dan segala-galanya terlalu banyak yang ingin manusia fahami dan miliki.

Dan untuk mencapai kecemerlangan dunia dan akhirat banyak ujian yang perlu kita hadapi. Segala ujian dan masalah inilah yang menceriakan hidup kita. Warna-warni hidup ini menjadikan kita “hidup” tidak “mati”. Kalaulah hidup ini tanpa masalah, kesedihan, kesulitan, perpisahan, kesakitan, kehilangan tak ada makna lah hidup. Kehidupan dengan satu warna, tanpa ujian begini lebih dekat kepada “tiada” yaitu "mati". Di dalam hidup kita, kita tidak akan lepas dari dua keadaan. Satu, keadaan yang disenangi oleh diri dan nafsu kita. Keduanya, keadaan yang sebaliknya. Kedua-dua keadaan ini mesti kita hadapi dengan sabar dan ridha.

Keadaan pertama contohnya, kesehatan, keamanan, makanan yang lezat, pakaian yang cantik, rumah
yang luas, harta dan pangkat, suami dan isteri yang membahagiakan, anak-anak yang cerdik dan taat, kejayaan dalam pelajaran, kawan-kawan yang menggembirakan, pujian dan sanjungan serta pelbagai lagi yang disenangi oleh diri kita.

Keadaan kedua yang tak disenangi oleh nafsu dan diri pula seperti, kematian orang yang disayangi, perpisahan, musibah, kecurian, penghinaan, penipuan, peperangan, penyakit yang tiba-tiba datang menimpa, pengkhianatan kawan dan saudara, anak-anak yang menguji ibu bapak, kemiskinan, kelaparan dan sebagainya. Dua situasi ini datang pergi silih berganti, dan kedua-duanya perlu ditangani dengan sabar dan ridha.

0 komentar:

Posting Komentar