Sungguh, tidak mudah menjaga keistiqamahan atas pilihan iman dizaman
seperti ini. Saat rasa iman semakin tawar dan hambar. Saat
penopang-penopangnya semakin sulit ditemukan. Dan saat lingkungan
semakin tak mendukung. Adakah yang tetap teguh dalam kesendirian, yang
sering mencekam?
Ibarat perjalanan, hari-hari menapaki jalan iman adalah pertaruhan.
Tentang keyakinan akan kebenaran dan janji keselamatan, juga kesabaran
penempuhan yang seolah tak berkesudahan. Sedang mata yang nanar dan
langkah yang limbung membuat jalan lurus ini tak tampak benderang. Ia
serupa gulita belantara lebat yang pekat dengan berbagai jebakan.
Terlihat terjal berliku dalam kesunyian yang menakutkan. Kini, siapakah
yang sanggup berjalan ketika dia merasa sendiri?
Meski, jika kita meneliti petunjuk yang terbaca jelas, juga jejak-jejak
pendahulu yang meninggalkan bekas, kita bisa lega bernafas. Inilah jalan
penghantar kesuksesan hakiki yang kita cari. Kita percaya, pernah ada
manusia yang menempuhinya, dahulu kala, dalam jumlah yang melimpah,
sebab dari jeja yang tertinggal kita bisa melacaknya. Mereka adalah
hamba-hamba yang mendapat anugerah Allah ; para Nabi dan Rosul, para
Syuhada’, dan para shadiqin. Merekalah sebaik-baik teman perjalanan!
Keyakinan yang cukup akan hal ini mutlak perlu. Agar kita tak ragu
melangkah sebab kita bukanlah sang pembuka jalan. Agar kita tak lagi
takut meski hanya menjadi pengikut. Agar azzam kita tak memudar meski
jejak-jejak itu semakin samar. Juga, agar bashirah kita tak menumpul
digerogoti fakta-fakta palsu yang terus muncul.
Selanjutnya adalah kesabaran. Sebab tekat baja bisa saja lebur,
keyakinan bisa hancur, dan langkah-langkah kaki bisa terhenti, untuk
kemudian mundur teratur, jika kita tidak pandai merawatnya. Itu berarti
ada jalan lain yang kita tempuh, sedang kayakinan tentang kebenarannya
tidak kita miliki utuh.
Di sinilah kesabaran dibutuhkan agar perjalanan tak menjadi beban berat.
Bashirah ditajamkan agar setiap perjalanan menjadi nikmat. Nafsu
muthmainah dimenangkan agar kuat menghadang setiap seruan jahat.hingga
perjalanan pulang ini terasa dekat. Hanya sekejap waktu yang akan
berlalu, insyaallah.
Maka berlakulah semestinya itu;vjika yakin dan sabar semakin kuat,
semakin kita bisa tegar melangkah di jalan ini. Pun jika ia semakin
lemah, maka langkahlangkah kaki akan berbalik arah sebab tidak sanggup
memikul beratnya beban perjalanan. Tidak tahan melangkah dalam
kesendirian. Apalagi tanpa teman!
Tapi lihatlah! Kebenaran ini menyusup ke dalam kalbu, menancap kuat
dengan hebat, kemudian member keyakinan pasti. Ia serupa mata yang
bersua sinar mentari pagi. Yang ketika ia yakin, maka menjadi tidak
penting lagi siapa yang menolak dan menyetujui. Sebab kebenaran memang
tidak memerlukan persetujuan makhluk, siapapun dia. Kebenaran adalah
pemakluman dari Sang Rahman. Kalo kita percaya!
Maka, teman dalam kesendirian adalah keyakinan akan kebenaran, Islam!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar