Biarkan air mata ini meleleh sebab panasnya dosa mencairkan kebekuannya.
Terlalu banyak hak-hak Allah yang kita abaikan, terlalu lama hati kita
berpaling mengingkari petunjuk-Nya. Berjalan menyeret diri dalam pusaran
dunia yang memabukkan, untuk kemudian terlempar jatuh terpuruk dalam
sesal berkepanjangan. Biarkan ia berhenti sampai di sini, terbawa banjir
air mata kita.
Jangan tahan butir air mata yang hendak jatuh menitik, karena itulah
tetesan yang dicintai Allah. Biarkan ia meluas di wajah kita sebab
reaksi kimiawinya membentengi kita dari api neraka. Sedang ia juga
peristiwa langka yang jarang terjadi di jaman ini. Serupa kerontang
musim kemarau karena air hujan yang tidak turun dan mata air yang telah
mongering.
Di mana kini, jiwa-jiwa yang dicengkeram rasa takut karena minimnya
bekal menjelang kepulangan mereka ke alam baka? Ketidaksiapan yang
menyiksa jiwa dan raga, membiaskan gelisah yang nyata dalam rindu akan
perjumpaan yang melegakan dan penuh keridhoan dari Sang Maha Rahman.
Sanggupkah diri bersimpuh memasrahkan diri yang hina ini?
Ya, air mata Karena takut kepada Allah adalah anugerah. Buah dari ilmu
yang cukup tentang hakikat kehidupan yang fana dan kekalnya akhirat,
yang dipadu dengan ketidakpantasan kita dalam mempersiapkan bekal.
Serupa kapak pemecah batu pelindung mata air, ia kan mengalir derasnya
arus jika berhasil. Yang kegagalannya mendatangkan bencana ; kekeringan
atau bahkan kematian makhluk bernyawa.
Ini bukan tentang topeng kejantanan palsu yang mengharamkan tangisan.
Berlagak perkasa dalam kesombongan, padahal ia justru pertanda kebodohan
dan lemahnya iman. Karena tangisan takut kepada Allah adalah ketinggian
pemancar hati yang sanggup menangkan sinyal frekuensi gelombang akhirat
yang terkirim dari nash-nash ilahiah. Sedang ketiadaannya adalah
kungkungan jiwa karena terhalang kerasnya hati dan nihilnya ilmu.
Semakin bertambah kualitas ilmu dan iman kita, semakin deraslah mengalir
air mata. Karena jiwa yang gemetar dan kulit yang merinding telah
menghancurkan kalbu yang membatu. Membuatnya lembut dan khusyu’ dalam
takut yang membangun ketakwaan. Bukankah Abu Bakar selalu menangis saat
membaca al-Qur’an Karena kelembutan hatinya?
Sehingga, mata yang tidak pernah menangis Karena takut kepada Allah
adalah bencana yang nyata bagi pemiliknya. Bukti kebodohan yang membuat
aman karena ketidaktahuan, kualitas iman yang dipertanyakan, juga
kerasnya kalbu yang telah membatu.
Maka marilah belajar menangis! Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan banyak
lagi yang lain, yang dari memandang wajah mereka saja, kita tahu ada
bekas linangan air mata padanya. Wajah-wajah teduh dari hati yang
mengerti tentang hakikat hidup ini. Tentang mati dan negeri abadi!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar