Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

Aslim Taslam

Written By Rudianto on Rabu, 23 Maret 2011 | 08.19

Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak pernah berfikir agar dirinya sendiri yang merasakan manisnya iman-Islam. Beliau sangat ingin berbagi kenikmatan rahmat Allah subhaanahu wa ta’aala bersama orang lain. Beliau tidak pernah berpretensi bahwa dirinya semata yang berhak masuk surga. Tetapi beliau ajak sebanyak mungkin manusia agar bersama dirinya menikmati jannah.

Kita masih sering membiarkan diri menjadi orang egois yang ingin masuk surga sendirian dan tidak peduli dengan orang lain. Apalagi jika orang lain itu adalah orang nonmuslim. Kadang kita beranggapan ”biarlah orang kafir masuk neraka.” Na’udzubillahi min dzaalika. Dengan dalih toleransi kita biarkan teman kerja, tetangga bahkan saudara kita sendiri, yang kebetulan non-muslim, tetap hidup dalam kesesatan di luar agama Allah subhaanahu wa ta’aala.

Lalu bagaimana caranya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajak orang di luar Islam ke jalan Allah subhaanahu wa ta’aala? Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa suatu ketika seorang sahabat mantan Nasrani bernama Adi bin Hatim radhiyallahu ’anhu menceritakan pengalamannya ketika berjumpa pertama kali dengan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam:

لَمَّا قَدِمَ عَدِيُّ ابْنُ حَاتِمٍ الْكُوفَةَ أَتَيْنَاهُ فِي نَفَرٍ مِنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ الْكُوفَةِ فَقُلْنَا لَهُ حَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَدِيَّ ابْنَ حَاتِمٍ أَسْلِمْ تَسْلَمْ قُلْتُ وَمَا الْإِسْلَامُ فَقَالَ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَتُؤْمِنُ بِالْأَقْدَارِ كُلِّهَا لِخَيْرِهَا وَشَرِّهَا حُلْوِهَا وَمُرِّهَا

Ketika Adi bin Hatim tiba di kota Kufah, maka kami sekelompok ahli fiqih Kufah mendatanginya dan bertanya kepadanya apa yang ia dengar dari Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, maka Adi bin Hatim radhiyallahu ’anhu berkata:“Aku mendatangi Nabi saw, maka beliau bersabda: ‘Hai Adi bin Hatim, Aslim Taslam (= masuk Islamlah engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan akhirat’) aku bertanya: ‘dan apakah Islam?’; beliau jawab: ‘kau bersaksi tiada ilah selain Allah dan bahwa aku sesungguhnya utusan Allah dan kau beriman akan taqdir seluruhnya, yang baik maupun buruk, yang manis maupun pahit.’” (HR Ibnu Majah)

Aslim Taslam (= masuk Islamlah engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan akhirat’). Inilah kalimat da’wah penuh cinta kasih yang biasa disampaikan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam kepada non-muslim yang dijumpainya. Kalimat ini sungguh mencerminkan ambisi utama Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, yakni menginginkan keimanan dan keselamatan atas manusia. Beliau sangat peduli agar manusia menjadi beriman. Sebab hanya dengan menjadi berimanlah seseorang akan selamat di dunia dan di akhirat. Pernahkah kita menyampaikan ajakan ini kepada teman kerja kita, atau tetangga kita atau bahkan saudara kita yang bukan muslim? Tentunya kita harus akui bahwa ada saja non-muslim yang baik, tidak semuanya tergolong kafir harbi (non-muslim yang memerangi Islam dan ummat Islam). Apakah kita tega membayangkan nasib mereka yang bakal celaka di akhirat karena tidak beriman? Sedangkan kita saja yang mengaku beriman -bilamana tidak konsisten dalam iman dan Islam- belum tentu bakal selamat di akhirat.

Maka, marilah kita fahami, hafalkan dan coba sampaikan kalimat da’wah penuh cinta ini kepada non-muslim di sekeliling kita. Siapa tahu lewat lisan kita ada yang terbuka hatinya menerima hidayah iman-Islam dari Allah subhaanahu wa ta’aala. Kita bisa mengawalinya dengan mendoakan mereka. Sebagaimana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam pernah mendoakan agar salah seorang dari dua gembong musyrikin di Makkah masuk Islam, yakni ’Amr bin Hisyam (Abu Jahal) atau ’Umar bin Khattab.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ (سنن ألترمذي)

“Ya Allah muliakanlah Islam dengan sebab kecintaan dua lelaki kepadaMu, yaitu dengan sebab ‘Amr bin Hisyam (Abu Jahl) atau dengan sebab ‘Umar bin Khattab.” (HR At-Tirmidzi 12/141)

Bolehkah kita mendoakan orang di luar Islam? Boleh dengan syarat:
Pertama, agenda doanya hanya satu yaitu agar mereka memperoleh hidayah iman-Islam sebagiamana dicontohkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas. Jangan doakan selain itu untuk mereka karena pada prinsipnya tidak ada hal lain yang lebih mereka perlukan di dunia ini selain hidayah.
Kedua, kita hanya dibenarkan mendoakan mereka selagi mereka masih hidup di dunia. Bila mereka telah meninggal dalam keadaan kafir, maka mendoakan mereka menjadi sesuatu yang sia-sia bahkan terlarang oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Jangankan kita, sedangkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam saja dilarang Allah subhaanahu wa ta’aala untuk mendoakan pamannya Abu Thalib yang wafat dalam keadaan musyrik.

لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ { مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ } (البخاري)

“Ketika menjelang kematian Abu Thalib, datanglah Rasulullah saw dan didapati di samping pamannya ada Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah (dua gembong musyrikin). Nabi saw bersabda kepada Abu Thalib: “Pamanku, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah, suatu kalimat yang aku akan bersaksi di hadapan Allah untuk melindungimu (dari api neraka)”. Lalu kedua orang itu berkata: “Hai Abu Thalib, apakah kau membenci agama Abdul Muthallib(menyembah berhala)?” Maka Rasulullah saw tidak berhenti mengajaknya kepada Tauhid. Dan kedua orang itupun terus mengajaknya kepada agama kemusyrikan. Sehingga akhir ucapan Abu Thalib adalah ucapan mereka dan ia enggan mengucapkan Laa ilaha illa Allah. Maka bersabda Rasulullah saw: “Demi Allah, akan kumintakan ampunan Allah atasmu selagi Allah tidak melarangnya… lalu Allah turunkan At-Taubah ayat 113.” (HR Bukhary)
Adapun Surah At-Taubah ayat 113 berbunyi sebagai berikut:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS At-Taubah ayat 113)

Marilah kita doakan teman kerja kita atau tetangga kita atau bahkan saudara kita yang bukan muslim selagi hayat masih di kandung badan mereka. Bangunlah di tengah malam, sholat tahajjud-lah, lalu bermunajatlah kepada Allah: ”Ya Allah, tetanggaku pak Markus, sungguh ia seorang tetangga yang baik. Aku senang punya tetangga seperti dia, namun aku juga sedih membayangkan nasibnya di akhirat kelak nanti. Bagaimana ia akan selamat dari siksaMu sedangkan ia tidak memiliki miftahul-jannah (pembuka pintu surga). Maka dengan tulus malam ini aku mohon kepada Engkau, berikanlah hidayah iman-Islam kepadanya agar ia menjadi tetangga baikku di dunia dan insyaAllah tetangga baikku pula di akhirat kelak nanti…. Amin Ya Rabb.”

0 komentar:

Posting Komentar