Adalah Majid Majidi, sutradara
kelahiran tahun 1959, yang berjasa memperkenalkan perfilman Iran kepada
dunia. Filmnya yang berjudul Children of Heaven
meraih banyak puja puji dari berbagai kritikus dunia, mendapatkan
pundi-pundi dollar dengan jumlah yang sangat memuaskan dan tentu saja
yang paling berharga, nominasi Oscar. Iran memang masih memiliki
sutradara hebat lain macam Abbas Kiarostami, Jafar Panahi atau Samira
Makhmalbaf, namun Majidi-lah yang membuat masyarakat pecinta film
melirik film-film buatan Iran. Tanpa dia, kita mungkin tidak akan
mengetahui bahwa ada banyak sekali film bagus dari negara yang masih
dipenuhi dengan konflik ini. Tidak perlu efek khusus yang menggelegar
atau kisah rumit untuk menciptakan film yang menarik. Cukup dibutuhkan
kisah yang sederhana dengan naskah yang kuat, permainan akting yang apik
serta penanganan yang tepat. Ide cerita pun bisa berasal darimana saja.
Sutradara Iran cenderung suka mengambil dari apa yang terjadi di
sekitar mereka. Sederhana, namun sarat akan pesan sosial. Film Iran juga
mengajarkan bahwa banyaknya peraturan bukanlah suatu hambatan, namun
suatu tantangan yang justru mampu menajamkan kreativitas. Bagaimana,
bung Naya, Kakay dan Rampung?
Film karya Majid Majidi, The Song of Sparrows, tetap sederhana dalam berkisah. Ini adalah sebuah kisah tentang kehidupan Karim (Reza Naji), seorang ayah dari tiga anak dalam menghadapi berbagai persoalan hidup setelah dirinya dipecat dari pekerjaannya di peternakan burung unta setelah salah satu burung unta seharga $2.000 lepas dari kandang dalam sebuah insiden yang dituturkan dengan lucu. Belum cukup cobaan mendera, datang cobaan lainnya. Alat bantu pendengaran milik putrinya rusak setelah tanpa sengaja terjatuh ke dalam lumpur. Untuk membeli baru, dia tidak memiliki uang. Ditemani dengan sepeda motor kesayangannya, Karim pun menuju Tehran untuk memperbaiki alat bantu pendengaran ini. Saat hendak pulang ke rumah dengan kekecewaan, seorang pria yang tengah terburu-buru mengira Karim sebagai tukang ojek. Dia tidak kuasa untuk menolak. Karim lantas mencium adanya peluang disini. Daripada menganggur di rumah, bukankah lebih baik menjadi tukang ojek, toh ini halal? Kehidupan di Tehran yang keras dan sangat bertolak belakang dengan kampung halamannya perlahan mulai mengubah Karim. Istrinya, Nargess (Maryam Akbari), khawatir dengan suaminya. Selain menyoroti tentang kehidupan Karim, Majid Majidi juga mengajak kita untuk melihat fantasi polosnya anak lelaki Karim, Hossein (Hamid Aghazi), dan konco-konconya yang bermimpi menjadi miliarder dengan mengembangbiakkan ikan emas.
The Song of Sparrows adalah sebuah film yang dirangkai dengan sangat indah. Harus diakui, Majid Majidi adalah seorang master dalam menuturkan kisah. Durasi 96 menit terasa singkat. Menyaksikan The Song of Sparrows bagaikan makan permen nano nano, penuh sensasi dengan perasaan yang terus dicampur aduk. Ada kalanya kita dibuat tertawa, namun di menit lain Majidi membuat kita terharu dan pedih, dan di menit yang lain kita dibuat tegang. Semua itu ditampilkan dengan realistis, tanpa ada kesan dibuat-buat. Majidi ingin memperlihatkan kepada penontonnya bagaimana kota besar dan gaya hidup modern mampu mengubah seseorang. Di awal film Karim digambarkan sebagai seorang ayah yang penyayang, namun setelah beberapa lama merasakan kehidupan Tehran, dia berubah menjadi seseorang yang temperamen dan serakah. Perubahan karakter Karim diwujudkan dengan sangat brilian oleh akting Reza Naji. Tak heran jika kemudian dia mendapat banyak penghargaan atas perannya ini. Aktor langganan Majid Majidi ini sanggup membuat saya gemas sepanjang film. Percampuran antara menaruh rasa simpati dan sebal. Tekanan atas tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya serta kehidupan kota yang sangat berbeda menjadi alasan Karim mudah terpancing emosinya.
Menyenangkan rasanya melihat Reza Naji dikelilingi oleh aktor-aktor lokal berbakat yang bermain natural sebagai istinya, anak-anaknya, tetangganya dan rekan bisnisnya. Permainan apik dari para aktornya ditingkahi dengan sinematografi cantik Tooraj Mansouri. Penggunaan juktaposisi dalam mengekspos kehidupan Tehran yang serba semrawut dan pedesaan di Iran yang damai dan menyejukkan sungguh menarik. Namun yang membuat saya berdecak kagum adalah adegan dimana Karim membawa daun pintu bercat biru melintasi ladang dan ketika Karim menyamar sebagai burung unta. Gambar yang ditampilkan sangat cantik. Iringan musik tar dan senar dari Hossein Alizadeh yang merdu mengiringi adegan-adegan dalam The Song of Sparrows sanggup menciptakan nuansa tersendiri yang mungkin tidak akan kita temui dalam film non-Iran. Dengan pesan-pesannya yang indah tanpa kesan menggurui, The Song of Sparrows menjelma menjadi sebuah film berseni dengan realisme sosial yang tinggi. Saya sangat puas dengan film ini ditilik dari segi apapun. Bagi Anda yang jatuh cinta dengan Children of Heaven, saya sangat merekomendasikan film ini. Ditonton di saat Ramadhan seperti sekarang ini malah jauh lebih nikmat.
0 komentar:
Posting Komentar