Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

Hati yang Lunak

Written By Rudianto on Senin, 21 Januari 2013 | 21.07

Nabi Muhammad SAW sebagai Dai (mubalig) pertama, dalam sejarahnya tidak pernah mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang, seperti “ Kamu Kapir, Fasik, Munafik atau Tukang Bid’ah ” .Kepada seseorang.yang non muslim, dipanggilnya dengan lunak , “ Ya ahli Kitab “ ( Hai yang punya kitab suci), “ Ya bani Adam “ ( Hai keturunan Adam), ” (Hai bangsa manusia), dsb..Padahal yang dihadapi, adalah mereka yang terang-terangan menentang Islam. Apalagi kepada sesama muslim. Berbeda sekali yang kita dengarkan dari yang karbitan.

Seluruh ahli dakwah sepakat, bahwa menyampaikan pesan-pesan agama itu, hendaknya lunak, dan menyentuh hati. Definisinya “ Minal qalbi ilal qalbi “ ( Keluar dari hati, menyentuh hati pula)

Dalam Bahasa Arab, hati itu disebut “Qalbu litaqallubih “ (Dinamakan qalbu, karena gampang berubah-ubah ).Sebab itu dalam Tahiyah akhir salat, seorang musalli dianjurkan membaca “ Stabbit qalby ‘ala dinika” (Wahai Tuhan yang dapat mengubah-ubah hati, tetapkanlah hatiku, agar konsisten memegang agamamu ). Artinya, seorang mushalli selalu memohon kepada Allah agar iman itu, jangan sampai berubah-ubah, seperti berubah-ubahnya pengaruh keduniaan.

Banyak ayat dalam Al-Quran yang mengarahkan betapa perlunya hati dan prilaku itu lunak, terutama seorang Imam ( pemimpin ) dan Da’I. Diantaranya “ Ya Muhammad jika kamu berhati keras niscaya mereka akan lari dari sekelilingmu “.(QS.3 :159). Artinya sebaliknya, jika kamu berhati lunak dalam berdakwah, niscaya mereka akan datang mendekatimu dan mempercayaimu. Hal ini dapat dilihat beberapa metode dakwah yang digariskan Al-Quran, misalnya :

(1) “Berdakwah dengan hikmah dan mau’izhah al-hasanah. ( bijaksana dan pelajaran yang baik) dan jika berdiskusi (dialog) dengan cara yang lebih baik (Ahsan ) (QS.al-Nahl : 125).

(2) “ Aku mengajak kalian ke jalan Allah dengan Basirah (keterangan yang nyata )” . (QS. Yusuf :1O8).

Lebih empati: Menurut Doktor Yusul Al-Qardhawi, kedua ayat tersebut menjelaskan, bahwa dalam mengajak orang berbuat baik, hendaknya dilakukan dengan cara yang rasional dan menyentuh hati (Akal dan qalbu).Itu dimaksudkan, bahwa dalam menerangkan masalah akidah dan muamalah, bukan hanya dengan ancaman meninggalkan yang dilarang, tetapi hendaknya disertai dengan solusi. Sehingga terlihat bahwa kebaikan yang hendak dicapai, sedapat mungkin tidak meninggalkan problema baru. Demikian juga dalam berdialog, bukan dengan cara mencederai perasaan sesama manusia, sekalipun kita sedang sedang bersaingan. Artinya, ayat ini mengandung dua metode.

Pertama : dengan cara yang baik.(Bilhikmah wal mauizhah hasanah).

Kedua : dengan berdikusi dan dialog dengan cara yang lebih baik lagi (hiya ahsan). Mengapa harus demikian ?.

Karena dalam berdiskusi itu biasanya ada persaingan, sehingga sebagian orang condong membiasakan dirinya, ingin menjatuhkan lawan, atau mencederai, sehingga berusaha akan tampil jadi pemenang. dalam berdebat. Sebab itu metode Al-Quran, mengantisipasi jauh sebelumnya. Agar jangan sampai kebiasaan itu disandang juga seorang mubalig yang tujuaannya harus lebih empati.

Maka sebab itu “ Hiya ahsan” berarti ( Hendaknya cara yang lebih baik, dan lebih indah). Hal itu telah dipraktekkan Rasul, sehingga umatnya perlu meneladani. Dan sebagai gambaran bahwa Islam itu betul-betul ajaran yang rahmat, indah dan menawan.

Imam Al-Gazali pernah berkata, baik yang mengajak berbuat baik (Da’i) maupun yang yang diajak berbuat baik (Mad’u) keduanya hendaknya sama-sama berhati lunak. Dan diharapkan lebih lunak lagi, disertai kesabaran. jika yang dihadapi, adalah orang yang doyan berbuat kemungkaran (dosa besar).

Hal tersebut dapat dilihat, bagaimana pesan Tuhan kepada Nabi Musa dan Harun, ketika mengahadapi Fir’aun, yang memaklumkan dirinya Tuhan, kata Tuhan “ Berbicaralah kepadanya dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut” (QS. Thaha 43).

Menurut sahabat nabi Ibnu Mas’ud, “ Perkataan yang disampaikan jika tidak sesuai otak dan sentuhan kalbu manusia, justru akan menimbulkan pitnah dan kontra.

Syekh Muhammad Abduh, lebih transparan dalam tafsirnya bahwa metode Al-Quran surah Al-Nahal 125, yaitu ada 3 golongan :

(1) Terhadap cendikiawan, hendaknya yang disampaikan, dengan cara pemahaman kritis, rasional dan argumentasi yang kuat.

(2) Terhadap yang awam, dengan nasehat yang baik dengan ajaran yang mudah dipahami serta mempunyai solusi.

(3) Terhadap mereka yang bukan dari keduanya, terutama kepada yang non muslim, hendaknya dengan cara yang lebih baik, sehat dan empati.

Akhirnya, berdasarkan Al-Quran, Sunnah dan ahli Dakwah, maka dakwah Islam itu hendaknya disampaikan dengan lunak dan menyentuh hati yang terdalam. Al-Quran sendiri dengan keindahan bahasa, kelunakan nada dan irama, yang spesifik lagu padang pasir, dapat mengubah hati yang keras, menjadi hati yang lunak, seperti yang dialami oleh Umar bin Khattab.

0 komentar:

Posting Komentar