Abu Sa’id Al Khudri ra
dahulu pernah menjenguk Rasulullah saw saat beliau menderita demam,
menjelang wafatnya. "Kuletakkan tanganku di badannya. Aku merasakan
panas di tanganku di atas selimut. Lalu aku berkata: "Wahai Rasulullah,
alangkah kerasnya sakit ini." Rasul mengatakan, "Begitulah kami (para
nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi
kami." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat
cobaannya?" Beliau menjawab: "Para nabi." Aku bertanya lagi, "Wahai
Rasulullah, kemudian siapa lagi?" Rasul mengatakan, "Orang-orang shalih.
Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, adalah
sampai salah seorang mereka diuji tidak mendapatkan apapun kecuali
mantel yang kumpulkan. Tapi, bila seorang diantara mereka diberi ujian
kesenangan, adalah sebagaimana salah seorang di antara kalian senang
karena kemewahan." (HR. Ibnu Majah)
Kita pasti ingin hidup bahagia, jauh dari kesulitan dan kesedihan. Tak ada masalah yang memberatkan. Ya, kita semua ingin bahagia. Dan kebahagiaan hidup yang sejati itu, hanya bisa dicapai melalui kedekatan kepada Allah, melalui amal-amal ibadah dan keshalihan. Hanya itu jalannya.
Coba renungkan, bagaimana kondisi hati, ketika kita melakukan aktivitas ibadah kepada Allah swt. Renungkan juga, bagaimana suasana kalbu saat kita melakukan ibadah shalat yang dilakukan dengan berjamaah. Gembirakah? Senangkah? Bercahayakah? Jawabannya, iya. Pasti. Dengarlah, bagaimana bunyi do’a yang dianjurkan oleh Rasul saw, untuk dibaca kala kita melangkah ke masjid, "Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya. Di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya dan dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya, dan jadikanlah aku cahaya." (HR. Muslim dun Abu Dawud)
Cahaya itu yang akan menerangi jiwa. Jiwa yang bercahaya pasti akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan. Itulah inti kehidupan yang sering dilupakan manusia. Mungkin oleh kita juga. Kita banyak yang mencari-cari suplai kebahagiaan dari sumber yang tidak memiliki kebahagiaan yang memberi ketenangan. Kita sering menggantungkan kebahagiaan dari keadaan dan kondisi yang sebenarnya tidak menyusupkan kebahagiaan yang menentramkan hati.
Kita pasti ingin hidup bahagia, jauh dari kesulitan dan kesedihan. Tak ada masalah yang memberatkan. Ya, kita semua ingin bahagia. Dan kebahagiaan hidup yang sejati itu, hanya bisa dicapai melalui kedekatan kepada Allah, melalui amal-amal ibadah dan keshalihan. Hanya itu jalannya.
Coba renungkan, bagaimana kondisi hati, ketika kita melakukan aktivitas ibadah kepada Allah swt. Renungkan juga, bagaimana suasana kalbu saat kita melakukan ibadah shalat yang dilakukan dengan berjamaah. Gembirakah? Senangkah? Bercahayakah? Jawabannya, iya. Pasti. Dengarlah, bagaimana bunyi do’a yang dianjurkan oleh Rasul saw, untuk dibaca kala kita melangkah ke masjid, "Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya. Di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya dan dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya, dan jadikanlah aku cahaya." (HR. Muslim dun Abu Dawud)
Cahaya itu yang akan menerangi jiwa. Jiwa yang bercahaya pasti akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan. Itulah inti kehidupan yang sering dilupakan manusia. Mungkin oleh kita juga. Kita banyak yang mencari-cari suplai kebahagiaan dari sumber yang tidak memiliki kebahagiaan yang memberi ketenangan. Kita sering menggantungkan kebahagiaan dari keadaan dan kondisi yang sebenarnya tidak menyusupkan kebahagiaan yang menentramkan hati.
0 komentar:
Posting Komentar