Sepuluh tahun yang lalu, ketika aku masih kuliah, aku bekerja di museum National History milik universitasku. Suatu hari ketika sedang bekerja sebagai kasir di toko barang-barang cendera mata, aku melihat sepasang suami istri yang telah lanjut usia bersama seorang gadis kecil di kursi roda. Kuamati gadis itu, ia seakan duduk dengan posisi aneh, baru kemudian kusadari bahwa gadis itu ternyata tidak memiliki kaki dan tangan, hanya kepala, leher dan tubuh. Ia mengenakan pakaian putih kecil bertitik-titik merah. Kedua orang tua itu mendorongnya ke arahku.
Aku melihat mesin hitung, lalu menoleh ke arah gadis kecil dan mengedipkan mata kepadanya. Ketika mengambil uang dari kakeknya, aku sekali lagi melirik ke gadis itu. Tak disangka ia tersenyum sangat manis kepadaku. Senyuman paling lebar yang pernah kulihat. Tiba-tiba saja cacatnya hilang dan yang kulihat hanyalah seorang gadis cantik yang senyumnya melumerkan diriku. Sebuah senyuman yang saat itu juga memberiku pengertian baru tentang kehidupan ini. Ia menarikku, mahasiswi miskin yang sengsara ini, ke dalam dunianya: dunia yang penuh senyum, cinta dan kehangatan.
Itu sepuluh tahun yang lalu dan sekarang aku telah menjadi seorang pengusaha sukses. Namun, kapanpun merasa sedih dan memikirkan kesulitan-kesulitan di dunia, aku segera teringat gadis kecil ini, dan pelajaran yang mengagumkan yang telah diberikannya kepadaku.
Tersenyum Pada Nasib
Written By Rudianto on Senin, 18 April 2011 | 09.07
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar