Subhanallah maha suci Allah swt yang telah menciptakan segala apa yang ada di bumi ini dengan penuh hikmah. Tidak ada kesia-siaan dalam ciptaan Nya. "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Ali Imron: 191)
Allah telah memerintahkan umat Islam untuk selalu berkaca dan mengambil palajaran dari apapun, termasuk dari hewan. Allah swt berfirman,
"Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu." (An-NahI:66)
Dikisahkah, ada seorang panglima perang yang bernama Timur Lenk. Dalam sebuah peperangan, pasukannya mengalam i kekalahan yang sangat menggenaskan. Pasukan musuh berhasil memporak-porandakan kekuatannya, sehingga prajurit Timur Lenk bercerai-berai dan melarikan diri.
Timur Lenk pun demikian, ia mundur ke hutan. Di sana, di sebuah gua yang teduh ia bersembunyi dari kejaran pasukan musuh. la belum bisa menerima kekalahan ini. Hampir saja ia putus asa, tatkala ia merenungi kekalahannya, tiba-tiba, matanya melihat seekor semut yang sedang berusaha menaiki sebuah batu licin dihadapannya.
Berkali-kali semut itu gagal, setiap ia berusaha untuk mendaki pasti terjatuh, namun ia tidak putus asa, ia memutari batu tersebut dan menaikinya dari sisi-sisinya yang lain. Seorang diri Timur Lenk memperhatikannya dengan seksama, seraya menghitung berapa kali semut itu jatuh. Dan untuk kesekian puluh kalinya, ia berhasil menaiki batu tersebut. Seakan semut tersebut mengajarkan mental pejuang kepada Timur Lenk. Ia terilhami oleh semut kecil itu. "Saya baru kalah sekali, kenapa harus mundur dan takluk, tidak, aku berusaha keras, sekeras usaha semut ini." Pikir Timur Lenk. la bangkit dengan satu tekad, harus menang atau mati di medan laga sebagai pejuang. Setelah ia memobilisasi pasukannya, peperangan di lanjutkan. Konon, sejak itu ia memenangi banyak pertempuran. Sesibuk Apapun, Silaturahim Tetap Terjalin.Pernah suatu ketika, saya memperhatikan semut-semut yang beriring-iringan di kantor. Menakjubkan, setiap kali berpapasan dengan saudara-saudaranya yang berlawanan arah, mereka sempatkan diri untuk saling menyapa. Kata orang, mereka bersalaman.
Yang lebih menakjubkan, sesibuk apapun semut-semut tersebut, mereka tetap meluangkan waktunya untuk saling menyapa. Menyambung silaturahim. Walau ada beban di pundaknya, ia tetap tidak keberatan menerima uluran tangan temannya untuk bersalaman. Bahkan seringkali yang membawa beban terlebih dahulu menyalami kawan-kawannya.
lni adalah satu pengalaman hidup makhluk yang bisa dijadikan pelajaran oleh setiap manusia. Terutama para aktifis yang mendambakan kekuatan ukhuwah untuk membangun jaringan dakwah. Juga sangat balk dijadikan contoh oleh setiap dal. sesibuk apapun aktifitas dakwahnya, ia tidak boleh melupakan tegur sapa dengan tetangga-tetangganya, apalagi dengan keluarganya. Baik orang tua kandung-mertua maupun keluarga-keluarganya yang lain.
Hendaknya la meluangkan waktu untuk mengobrol atau mendengar apa yang menjadi keluhan ataupun harapan mereka. dengan tegur sapa ini, ia sebenarnya telah membangun relasi dakwah dengan keluarga.
Terkadang, jika komunikasi antar aktifis balk dalam jama'ah yang sama maupun lain jama'ah akan menyebabkan hubungan yang kurang harmonis bahkan keretakkan ukhuwah. Yang Iebih ekstrim, rasa curigamencurigai akan berkembang dan berakhir pada perselisihan yang akan melemahkan kekuatan.
"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (al-Anfal: 46)
Tidakkah kita belajar dari semut? Bukankah adanya penyebutan semut dalam al-Qur'an menjadi pertanda kelebihan hewan ini yang bisa diambil ibroh oleh umat Islam? Allah swt berfirman
"Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarangsarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari." (An-Naml: 17-18)
Satu Jiwa, Sejuta Manfaat
Merenungi ayat dalam surat An-Naml di atas, akan mengantarkan kita ke banyak pelajaran. Keunikan yang luar biasa dalam ayat tersebut adalah inisiatif jitu dari seekor semut. la menyeru kaumnya agar menghindar dari bahaya besar.
Sebagian ulama menyebutkan, seekor semut itu bukanlah semut raja, juga bukan panglima, tapi ia semut biasa. Namun, dahsyatnya, ia melakukan tindakan yang luar biasa, yaitu menyelamatkan kaumnya dari kebinasaan.
Ada rasa tanggung jawab yang luar biasa dari seekor semut ini. walau ia tidak pernah dilantik sebagai penjabat, ia tetap merasa bertanggung jawab atas keselamat bangsa dan keturunannya. Meskipun ia tidak pernah sumpah jabatan untuk amanah, jujur, dan bertanggung jawab untuk bangsanya, ia tetap merasa sebagai bagian dari komunitas smut yang harus memiliki kepedulian bagi masa depan komunitasnya.
Tidak sebagaimana para pejabat negara hari ini, walau sudah disumpah untuk setia dan bertanggung jawab atas keselamatan negeri serta bangsanya, tetap saja berani mengorbankan rakyat dan negerinya dengan korupsi atau menjual asset bangsa demi keuntungan pribadinya. Apalagi jika tidak di sumpah. Malulah pada semut!
Walau ia sendirian, semut itu tetap optimis untuk bisa berbuat banyak untuk komunitasnya. Ia menyeru kaumnya untuk segera masuk ke dalam lubangnya. Ada satu pelajaran yang bisa diambil; kesungguhan seorang individu untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat atau jama'ahnya sangat berarti.
Jangan sampai kesendirian di sebuah lingkungan menjadikan seorang muslim canggung atau enggan berdakwah. Berhenii berkarya bagi Islam, mandul tidak mewarnai lingkungannya.
Seringkali tuntutan dakwah dan hidup membuat seorang aktifis harus jauh dari komunitas ikhwan. Terkadang harus tinggal di lereng gunung, di mana masyarakatnya terbelakang secara ekonomi maupun pikiran. Kondisi ini, tidak jarang membuat aktifis meliburkan diri dari aktifitas dakwah dan iqomatuddin.
Lingkungan terkadang bisa menjadi guru yang terbaik dalam kondisi seperti ini. Banyak pelajaran yang bisa digali dari lingkungan kita yang tidak bisa didapatkan dalam lembaranlembaran kitab kuning. Semut di atas adalah salah satu guru terbaik di saat demikian.
Bukankah rasulullah saw sendirian dalam mendakwahkan tauhid ini? menentang derasnya jahiliyah pada masa itu. Sebelum kita ada Nabi Ibrahim AS yang menjadi tauladan dalam kesendirian saat berdakwah. Kesendiriannya tidak mematikan motivasi, inovasi dan iniasiatifnya dalam mendakwahkan akidah tauhid ini.
Mush'ab bin Umair pun mengawali dakwah di Yastrib, nama Madinah saat itu, juga sendirian. Dan umur beliau kala itu masih sangat muda, belum genap 27 tahun. Ya, satu jiwa, sejuta manfaat.
Satu Jiwa, Sejuta Manfaat
Written By Rudianto on Minggu, 15 Juli 2012 | 08.32
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar