TERUNTUK istriku tersayang, Ummi Shalihah dalam perjuangan mewujudkan ideal ismenya.
Alhamdulillah, alhamdulillah wa ba'da dzalika alhamdulillah... Puji syukur atas kemurahan Allah yang masih deras mengucurkan rahmat-Nya mengiringi langkah-langkah rumah tangga kita hingga hari ini. Betapa besar kasih sayang dan kelembutan-Nya pada diri kita, sehingga la masih berkenan memberikan hidayah kepada kita, meski ibadah tak sepadan dengan limpahan nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Mi, tak terasa cukup lama kita rajut untaian benang rumah tangga kita. Ada tawa dalam canda, senyum dalam duka dan air mata bahagia. Meski tak jarang, seringkali kulihat engkau menahan tangis dan menyimpannya jauh dalam hatimu ketika menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Tangisan hanyalah kelegaan sementara dan tidak akan menyelesaikan permasalahan. Yang kita lakukan adalah mencari solusi mengatasi persoalan tersebut, bukan menangisinya. Demikian ujarmu meghibur diri dengan nafas panjang dan seulas senyum kegetiran.
Mi, aku masih ingat saat itu. Engkau menghela nafas sambil menatap laci lemari yang kosong melompong. Laci itu memang menjadi saksi bisu manakala rizki kita mengalir, juga ketika tak ada rizki yang mampir. "Nggak ada uang ya Bi.." desismu lirih. Kamu pun duduk di sampingku dan menemaniku menekuri lantai semen kamar kita berdua, diiringi dengkuran halus kedua anak kita yang masih balita. Kita pun hanya diam. Larut dalam pikiran kita masingmasing.
Uang kita habis Mi. Saat itu memang kita tak punya uang kecuali beberapa recehan dan tiga lembar seribuan di dompetku. Tak ada uang tersisa di laci lemari kita. Barangkali, kita terlalu jelas mendefinisikan 'tidak ada', sehingga 'tidak ada' bagi kita adalah nol rupiah atau kosong melompong. Namun bukan berarti kita tidak punya rizki hari itu. Allah masih memberikan nikmat yang tak terhingga jumlah dan kualitasnya. Sayangnya, kita sering merumuskan rizki itu dengan uang dan materi. Padahal desah nafas, berfungsinya organ-organ tubuh kita dengan baik, sehatnya anak-anak dan diri kita adalah rizki yang luar biasa besarnya.
Mi, rizki materi milik kita sudah tertakar rapi sesuai dengan kadar kebutuhan yang ditetapkan oleh-Nya. Selama kita tak berpangku tangan, terus berusaha, berdoa dan bertawakkal, kita yakin rizki kita tak akan lari kemana-mana. Lantaran itulah aku yakin kamu tidak akan menyesal menikah denganku. Tempaan tarbiyah telah mengajarimu tentang hal itu dan kamu pun lebih tahu bagaimana kehidupan rumah tangga akhwat yang bersuamikan ikhwan sepertiku.
Kita memang masih jauh dari ukuran kemapanan clan penghasilan yang ideal. Bukan berarti karena kita mengabaikan begitu saja lowongan pekerjaan serta peluang yang tersebar itu. Melainkan karena kita begitu selektif dalam memilih ladang rizki. Bagi kita, pekerjaan tidak lepas dari perhitungan-perhitungan syar'i termasuk kadar ikhtilat di dalamnya. Masih terekam dalam memoriku ketika seorang kerabat menawarimu posisi strategis di kantornya karena melihatmu yang berpotensi dan lulusan S1 cumlaude yang masih nganggur. Syaratnya, asalkan kamu mau merubah tampilan jilbab dan jubah lebarmu supaya terlihat Iebih modis dan cantik. Kamu pun menolak dengan santun.
Mi, perjalanan iqamatuddin itu panjang, seperti rentangan garis lurus yang tak bertepi. Kata orang Matematlka, garis itu adalah himpunan titik-titik. Kamu bisa membayangkan, berapa milyar titik yang dlbutuhkan untuk membentuk sebuah garis, apatah lagi jika garis Itu tak terhingga panjangnya.
Titik-titik yang terhimpun di sepanjang garis Itu pada hakikatnya adalah cobaan dakwah kita. Begitu banyak dan njlimet. Lihatlah perjalanan iqamatuddin para Nabi dan Rasul serta pengikut-pengikutnya, betapa beragam cobaan dakwahnya, Mi. Hal itupun akan datang pada kita sebagaimana mereka mengalaminya. Mihnah (cobaan) dakwah diberikan oleh Allah untuk mengukur konsistensi kita. Bukankah AI-Qur'an telah memberi kabar itu.
"Apakah kamu menglra bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka dltimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta dlgoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat, (QS. AlBagarah : 214)
Kita baru dicoba oleh Allah pada titlk kenyataan sosial yang klta hadapi. Tarikan-tarikan sosial yang menguji keyakinan dan cita-cita, memang kerap muncul di tengah rumah tangga ikhwan-akhwat yang mencoba hidup mandiri dan menentukan jalan hidupnya sesuai dengan manhaj dan sunah Rasul-Nya. Berapa banyak diantara kita terpaksa mengalaml "perang dingin" dengan mertua atau keluarga dekat lainnya, lantaran mereka menganggap kita lain jika dibandingkan dengan kehidupan keluarga pada umumnya.
Mereka tldak salah Mi, karena kenyataannya memang demlklan. "Frame" berplklr kebanyakan masyarakat kita telah dibentuk oleh alam materialisme, sehingga terkadang mereka I upa terhadap nilai sebuah rumah tangga yang seharusnya. Kita harus kuat menerima kenyataan ini tanpa perlu bersitegang dengan mereka. Yang penting, klta berupaya mewujudkan sebuah rumah tangga yang sakinah di atas nilai-nilai yang klta pahaml dan yakini kebenarannya.
Mi... semua yang kita alami, hanyalah sepersekian dari rencengan mihnah yang akan klta hadapi. Belum ada apa-apanya jika dlbandingkan dengan saudara-saudara klta di Afghanistan, Palestina dan tempat-tempat lain yang tengah ditindas. Mereka kokoh dan tegar, bertahan dan berjuang. Bahkan dari merekalah ruhul jihad menggetarkan dan menggemuruhkan dada umat Islam dl belahan buml yang lain. Apalagi jika klta mau membandingkannya dengan Rasulullah dan para shahabat yang meletakkan asas di tengah-tengah kejahillyahan. Rasanya, malu untuk mengatakan bahwa kita tengah dicoba
Sabar ya Mi, bukankah karena kesabaranlah, para malaikat memasuki tempat-tempat di jannah dari semua pintu; seraya mengucapkan: "Salamun 'alaikum bima shabartum (kesela ma ta n atasmu, berkat kesabaranmu)" (QS Ar-Ra'du:24)... Semoga Allah mengumpulkan kita di Istana Firdaus-Nya yang indah, ya Mi.. .
Sepucuk Surat Untuk Istri
Written By Rudianto on Rabu, 11 Juli 2012 | 03.20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar