Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

Lelaki Akhirat dari Sudut Kota Madinah

Written By Rudianto on Selasa, 05 Juni 2012 | 14.59


Ini  kisah tentang keikhlasan tingkat tinggi, tentang
loyalitas penuh, tentang kemuliaan diri, tentang rahasia dahsyatnya doa, cerita tentang manusia akhirat yang jauh dari hiruk pikuk duniawi. Kisahnya dituturkan sendiri oleh Syekh Muhammad Munkadir, ulama kharismatik Madinah pada masanya.

Sudah hampir setahun, penduduk Madinah diterpa kekeringan yang panjang. Penduduk kota Nabi itu keluar ke jalan-jalan melakukan shalat istisqa' untuk meminta hujan, namun hujan tak kunjung menyiram bumi.

Di Masjid Nabi, berdiri tegak sebuah tiang yang biasa dipakai Syekh Munkadir untuk bersandar seusai shalat sembari melepas penatnya beribadah.

Malam harinya, seperti biasa, ulama kharismatik kota Madinah itu shalat isya di masjid. Ia mendatangi tiang kesukaan­nya itu lalu bersandar santai padanya.
Di keheningan malam, tiba-tiba lelaki sederhana berkulit hitam dan berpakaian jubah datang mendekat. Ia maju ke arah tiang yang ada di hadapan Syekh dan melakukan shalat dua rakaat di situ. Khusyu sekali.

Usai shalat, tangannya tengadah ke langit. Air matanya tumpah ruah. Lirih sekali ketika pintanya memecah sunyi, "Ya, Rabbi! Penduduk tanah suci Nabi-Mu saat ini keluar
memohon hujan, tetapi hujan tak kunjung mengguyur. Hamba bersumpah kepada Engkau, turunkanlah hujan untuk kami sekarang juga!"

Melihat apa yang dilakukan lelaki berkulit hitam itu, Syekh bergumam, "Ini gila. Siapa hamba sederhana ini yang memiliki permintaan besar!" Akan tetapi, sebelum orang itu menurunkan kembali kedua tangannya dari tengadah, suara guntur tiba-tiba menggelegar memekakkan gendang telinga dan hujan segera turun dengan derasnya.

Setelah merasakan hujan turun, laki-laki sederhana itu segera memanjatkan puji kepada Allah, "Wahai, Rabb! Aku bukanlah siapa-siapa dan apalah aku ini sehingga doaku dikabulkan sebegitu cepat? Akan tetapi, Engkaulah Pemberi kemuliaan itu."
Tidak lama setelah itu, lelaki berkulit hitam itu beranjak dari duduknya dan mencampakkan kainnya lalu terus melakukan shalat hingga fajar menyapa.

Saat shalat subuh tiba, orang-orang berdatangan ke masj id dari segala penjuru kota Madinah. Usai imam membaca salam tanda shalat selesai, lelaki itu buru-buru keluar dan Syekh Munkadir mengikutinya dari belakangnya, tetapi ia tidak mengetahui ke mana lelaki itu pergi.

Malam kedua, Syekh shalat isya di Masjid Nabi seperti biasanya. Ia datang ke tempat tiang walau sekadar duduk bersandar padanya. Lelaki sederhana berkulit hitam itu datang kembali dan menggelar kain selendangnya lalu shalat dan terus larut dalam zikir-zikir indahnya hingga ketika merasa waktu fajar kian mendekat, ia shalat witir untuk menutup rangkaian shalat tahajudnya.
Waktu subuh pun tiba. Orang-orang masuk masj id dan lelaki berkulit hitam itu masuk mendekati imam bersamaan dengan Syekh Munkadir.

Usai shalat subuh, ia segera beranjak pergi dan Syekh Munkadir mengikutinya lagi dari belakang hingga sampai di sebuah gubuk di sudut kota Madinah. Setelah memastikan, Syekh lalu kembali ke masj id hingga waktu dhuha mulai tiba.

Saat senja mulai menyingsing seperti menyunggingkan senyum hangat, Syekh Munkadir datang kembali ke gubuk itu untuk mengetahui siapa gerangan lelaki itu. Ternyata lelaki itu sedang menjahit kulit, bekerja sebagai tukang sepatu. Kedatangan Syekh Munkadir yang telah ia kenal disambut hangat dan ia mengira bahwa Syekh akan memesan untuk dibuatkan sepatu.
Setelah duduk, Syekh Munkadir membuka pembicaraan, "Wahai, sahabat. Bukankah engkau orang yang aku lihat sejak kita bertemu pada malam pertama di masj id Nabi?"

Pertanyaan ini membuatnya tiba-tiba marah sejadi­jadinya. Rona ketidaksukaan begitu jelas di wajahnya. Dengan wajah sendu, ia balik bertanya dengan suara keras, "Wahai, Syekh! Apa urusanmu dengan semua ini?!" Syekh Munkadir kemudian berpikir untuk segera pergi dari gubuk itu.

Malam ketiga, Syekh Munkadir shalat isya di masj id seperti biasanya, tetapi kali ini ia tidak lagi melihat lelaki sederhana itu. Ia datang ke tempat tiang untuk duduk bersandar
dan menanti barangkali lelaki yang dikenalnya sebagai tukang sepatu itu akan datang seperti biasa.

Pagi-pagi buta, karena penasaran, Syekh Munkadir mendatangi lagi rumah si lelaki tadi dan ternyata pintunya terbuka lebar. Ketika Syekh bertanya kepada tetangganya, ia menjawab, "Setelah kedatangan Syekh Munkadir kemarin, ia tampak marah sekali. Betul-betul marah. Ia mengemas semua peralatan dan barang-barangnya lalu dibawa keluar. Entah ke mana perginya."

Syekh Munkadir mencarinya dan terus mencari ke semua sudut rumah di Madinah, tetapi ia tak juga menemukannya, bahkan hingga hari ini, lelaki sederhana itu tidak diketahui keberadaannya.
(Diangkat dan diadaptasi dari kitab Shifatu shafwah, Ibnul  Jauzi)

Manusia akhirat ini mengajari kita makna ikhlas yang
tidak bertepi, sebuah nilai yang hari-hari ini begitu sulit
ditemukan. Barang langka. Saat ini, semua orang ingin
dikenal, tidak raja kebaikannya, tapi juga keburukan‑
keburukannya. Laki-laki hitam ini betul-betul mulia
di mata Allah. la sadar, ia bukan siapa-siapa. la
menginginkan kebaikan-kebaikannya hanya dia dan
Allah yang mengetahui. Untuk apa mengemis puji
manusia, tetapi jika di mata Allah kau tak memiliki nilai.
Sungguh, ikhlasmu tidak bertepi.
14.59 | 0 komentar

Laa Tansa (Don’t Forget)

Ujaran bijak menyatakan bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Ungkapan ini tepat menggambarkan bahwa di samping memiliki kelebihan dan keutamaan manusia juga menyandang sifat alami yaitu kekurangan. Di antara kekurangan yang melekat pada diri manusia adalah sifat salah dan lupa.
Buku yang disusun oleh Ustadz Abu Umar Basyier ini menyiratkan pesan agar kita tidak melakukan pembiaran dan memelihara sifat lupa ini. Agar kita bisa memilah antara lupa yang bisa dimaafkan dan lupa yang tidak mungkin ditoleransi. Buku ini dengan serius tapi ringan dan santai membahas berbagai topik yang sangat menarik, yang boleh jadi lepas dari perhatian kita semua.

Di antara pembahasan buku ini adalah: Jangan Lupa kepada Rabbmu, Jangan Lupa Kehidupan Akhirat, Jangan Lupa bahwa Anda Seorang ’Hamba’!, Jangan Lupa bahwa Anda adalah Manusia!, Jangan Lupakan Kehidupan Dunia, Jangan Lupakan Teman dan Musuh Manusia, Jangan Lupakan ’Peringatan’ Allah, Jangan Lupakan ’Kemaslahatan’ Anda, Jangan Lupa Diri, Jangan Lupa Belajar, Jangan Lupakan ’Lingkungan’ Anda, Jangan Lupakan ’Hal-Hal Kecil’ di Sekitar Anda.
14.40 | 0 komentar

Sungguh Ada Nama Allah di Tubuh Ibu

Bagaimanakah kabar ibu kita hari ini? sudahkah kita mengunjungi, atau sekedar menelepon mengucapkan salam hari ini, atau mungkin sahabat sudah mempunyai rencana spesial dengan ibu hari ini?

Memang seorang ibu sudah sepantasnyalah mendapatkan tempat spesial di dalam hati semua orang.

“Seorang ibu dapat membesarkan 6 orang anak-anaknya dengan kasih sayang yang tercurah walaupun hanya seorang diri. Sementara anak yang banyak beluml tentu dapat mengurusi ibunya yang sudah tua walaupun ibunya hanya satu”.

Masya Allah. Boleh jadi ucapan itu banyak benarnya, dikarenakan kita seringkali lupa terhadap ibu. Seringkali kita disibukkan oleh urusan-urusan keseharian yang akhirnya kita lupa atau tidak sempat.

Artinya jika kita sudah tidak satu rumah dengan ibu, walau berdekatan atau notabene masih satu kotapun belum tentu setiap week end kita dapat mengunjungi ibu kita, apalagi bagi yang ibunya di luar kota atau bahkan di luar negeri.

Sementara masih dapat kita ingat, betapa nyamannya pelukan hangat seorang ibu. Yang dengan kasih sayangnya menentramkan kita, yang dengan telatennya mengurusi kita dalam setiap keadaan. Sakit, sedih, gembira, dan tidak peduli betapa nakalnya kita, tetap doa dan kasih sayangnya selalu ada di depan.

Karena itu dalam hadis Rasulullah SAW menyatakan ketika ada yang bertanya; “Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? “Ibumu”, jawab Nabi. “Kemudian siapa?” “Ibumu.” “Lalu?”, “Ibumu,” baru kemudian Bapakmu dan keluarga terdekat yang lain,” tegas Nabi. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan dalam sebuah hadis Qudsi, Abdurrahman bin ‘Auf ra berkata, ia mendengar dari Rasullullah SAW, “Allah pernah mengatakan, ‘Aku adalah Allah, dan Aku adalah Arrahman (Maha Pengasih), Akulah Yang Menciptakan rahim (ibu), dan Aku ambilkan sebutannya dari NamaKU (Arrahiim = Maha Penyayang), barang siapa yang menyambungkannya, maka Aku akan menyambungkan (diriKU) dengannya. Tapi bagi yang memutuskannya maka Aku pun akan memutuskan (diriKU) dengannya.” (HR. Tirmidzi).

Tidak ada bagian tubuh kita yang diambil dari nama suci Allah, kecuali rahim seorang ibu. Tempat dimana Allah telah memilih untuk menaruh buah kasih saying sepasang hamba ciptaanNYA. Di dalam rahim itulah yang biasa juga disebut sebagai alam rahim (alam kasih sayang) proses janin terbentuk, tumbuh dan berkembang dan pada akhirnya ditiupkannya ruh dan setelah lewat dari 3 masa kegelapan akhirnya lahirlah seorang anak manusia ke dunia.

Dimensi rahiim atau kasih saying sangatlah luas. Betapa kasih saying ibupun kita tidak dapat membalasnya. Sebagaimana hadits yang menceritakan tentang seorang ibu yang digendong ketika berthawaf, lelaki itu menggendong kemanapun si ibu mau. Kemudian lelaki yang menggendongnya bertanya kepada sahabat Umar, lalu apa jawab Abdullah bin Umar ra, "Belum, setetespun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu."

Seandainya kita mempunyai dua buah gunung emas dan kita berikan semua kepada ibu kita pun belumlah cukup dibandingkan dengan kasih sayang serta kebaikan yang telah ibu berikan kepada kita. Karena itu perlulah kita tafakuri sudahkah kita terus menyambung tali silaturahiim, dalam artian menebarkan kasih saying kepada ibu kita, ibu, ibu kemudian bapak kita, lalu kepada keluarga dan sesama?

Berhati-hatilah karena Rasullullah SAW, mengingatkan dalam haditsnya; “Dua dosa besar yang Allah segerakan azabnya di dunia, yaitu berbuat zalim dan durhaka kepada orang tua.” (HR. Hakim). Oleh karena itu, mari segerakan kita bersimpuh memohon maaf, menebarkan doa dan kasih saying kepada mereka, “Ya Allah, ampunilah kedua orang tuaku dan kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka mengasihiku sewaktu kecil. Aamiin.

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH sudah barang tentu adalah yang MENGAMALKANNYA.

Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)Twitter: @erickyusuf
14.07 | 0 komentar

Buah Untuk Meningkatkan Keimanan

Buah Yang Bagus Untuk Dikonsumsi:
"Tidak Usah Pilih-Pilih"


- Semangka = Semangat Karena ALLAH
- Pisang = Pantang Iri Sombong dan Angkuh
- Rambutan = Rame Sambut RAMADLAN
- Anggur = Anggota Gemar Bersyukur
- Stroberi = Selalu Terobsesi Untuk Memberi
- Apel = Ayo Pelajari AL-Qur'an
- Jambu = jaga Iman Dengan Qalbu
- Sirsak = Silaturahim Satukan Yang Rusak
- Mentimun = Menuntut Ilmu Anti Melamun
- Salak = Selalu Jaga Akhlak

- Durian = Duduk Sembari Baca Al-Qur'an
- Kedongdong = Kejujuran Gak Pakai Boong Dong
- Kelapa = Kepada ALLAH Kita Memohon Apa-Apa
- Salak = Shalat Menjaga Akhlak
- Nangka = Senang Akan Karunia-NYA
- Mangga = Mari Berlomba Menuju Sorga.... 
- Pepaya = Percya Dan Patuh kepada Orang Tua 
- Alpukat = Al-Qur'an Pedoman Untuk Umat 
- Jeruk  = Jangan Berbuat Buruk
- Tomat = Taubat Berhenti Maksiat
- Ceri = Ceria Tiap Hari :)

- Leci= Lebih Cinta Ilahi
- Srikaya : Sering-Sering Buka AL QUR'AN Ya ^__^
13.59 | 0 komentar
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu. (QS. Al-Baqarah:261)

DONASI

TEBAR DAKWAH FILM ISLAM

Teknik Support Streaming

DJ ONLINE

IP

Visitor

free counters

TAFSIR IBNU KATSIR

NURIS TV

AGENDA TV

STREAMING RADIO RUQO FM

STREAMING RADIO RUQO FM
Radio Dakwah Ruqyah Syariyyah

RUQO FM

Server Luar Negeri

Dengarkan Nurisfm Disini

Total Tayangan Halaman

Pengunjung