Maafkan aku jika coretan ini memanaskan hatimu.
Wahai Adamku…
Aku asalnya dari tulang rusukmu yang bengkok.
Jadi, tidak herah jika perjalanan hidupku senantiasa inginkan bimbingan darimu tatkala aku senantiasa mau terpesong dari landasan… karena aku buruan syaitan.
Adam… Maha suci Allah yang mentakdirkan kaumku lebih banyak bilangannnya dari kaummu di akhir zaman, itulah sebenarnya ketelitian Allah dalam urusan-Nya.
Jika bilangan kaummu mengatasi kaumku niscaya merahlah dunia karena darah manusia, kacau balaulah suasana karena Adam sama Adam bermusuhan karena Hawa.
Buktinya cukup nyata dari peristiwa Habil dan Qabil sehinggalah pada zaman cucu-cicitnya.
Pun jika begitu maka tidak selaraslah undang-undang Allah yang mengharuskan Adam beristeri lebih dari satu tapi tidak lebih dari empat pada satu waktu.
Adam…
Bukan karena banyanya isterimu yang membimbangkan aku. Bukan karena sedikitnya bilanganmu yang merisaukan aku.
Tetapi… aku risau, gundah gulana menyaksikan tingkahmu.
Aku sejak dulu lagi sudah tahu bahwa aku mesti tunduk ketika menjadi isterimu. Namun… terasa berat pula untukku menyatakan isi perkara.
Adam…
Aku tahu bahawa dalam Al-Quran ada ayat yang menyatakan kaum lelaki adalah menguasai terhadap kaum wanita.
Kau diberi amanah untuk mendidik aku.
Kau diberi tanggungjawab untuk menjaga aku, memerhati dan mengawasi aku agar senantiasa di dalam redha Tuhanku dan Tuhanmu.
Tapi Adam, nyata dan rata-rata apa yang sudah terjadi pada kaumku kini.
Kami dibiarkan terumbang-ambing tanpa haluan, malahan engkau juga mengambil kesempatan atas kelemahanku.
Dimana perginya keadilanmu?
Asalnya Allah menghendaki aku tinggal tetap di rumah. Aku akur asalkan aku keluar dari rumah, seluruh tubuhku mesti ditutup dari hujung kaki sampai hujung rambut… tetapi realitanya kini, Hawa telah lebih dari sepatutnya.
Adam..
Mengapa kau biarkan aku begini? Apakah kau sekarang tidak lagi seperti dulu?
Apakah sudah hilang kasih sucimu terhadapku?Adakah akhlak kaum Adam boleh dijadikan contoh terhadap kaum Hawa?
Adam…
Kau sebenarnya Imam dan aku adalah makmummu. Aku adalah pengikutmu karena kau adalah ketuaku.
Jika kau benar, maka benarlah aku. Jika kau lalai, lalailah aku.
Kau punya kelebihan akal manakala aku kelebihan nafsu. Akalmu sembilan, nafsumu satu.
Aku? Akalku satu, nafsuku sembilan.
Oleh itu Adam…pimpinlah, bimbinglah aku kerana aku sering lupa, lalai dan alpa sehingga aku tergelincir ditolak sorong oleh nafsu dan kuncu-kuncunya.
Bimbinglah daku untuk menyelami kalimah Allah. Perdengarkanlah daku kalimah syahdu dari Tuhanmu agar menerangi hidupku. Tiuplah ruh jihad ke dalam dadaku agar aku menjadi mujahidah kekasih Allah.
Adam...
Andainya aku masih lalai karena tingkahmu
sendiri, masih segan mengikut langkah para sahabat,
masih gentar mencegah mungkar, maka kita tunggu dan
lihatlah, dunia ini akan hancur bila kaum hawa yang
menjadi pemimpin. Malulah engkau Adam, malulah
engkau pada dirimu sendiri dan pada Tuhanmu yang
engkau Agungkan itu.....
Maafkan aku sekali lagi Adam…
Andainya surat yang ku layangkan ini menimbulkan amarah di dadamu.
Jauh sekali niatku untuk membuat kau keliru apa lagi menjadi buntu.
Waspadalah Adam…
Andai auratku tidak terlindungi…andai suaraku mengatasimu… andai langkah seiringmu… andai maruahku dirobek maka engkaulah yang bakal membawaku kepada kebenaran.
Usah dipersalahkan Hawa lantaran tewas mengemudi bahtera andai si Adam masih lena diulit mimpi…
Tetapi percayalah!!! Bukan emas yang kucari… bukan berlian yang kupinta… tetapi, hanyalah hati yang tulus ikhlas darimu…
Adam…
Dengarlah…keluhan hatiku buat dirimu…
Ikhlas dari Hawa abad ini.......