Siapa saja yang mentadabburi ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah serta atsar para Salaf tentu akan mendapati anjuran beradu argumentasi dan berdebat. Di antaranya adalah firman Allah SWT, "Serulah
(manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (Qs. An-Nahl:125).
Dan firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik," (Qs. Al-Ankabuut: 46). Ayat-ayat dalam Kitabullah tidaklah bertentangan satu sama lainnya, bahkan saling membenarkan. Jidal dan debat yang dicela dalam Al-Qur'an tidak sama dengan jidal dan debat yang dianjurkan.
Adapun jidal yang tercela disebutkan dalam firman Allah SWT, "(Yaitu) orang orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang beriman." (Qs. Ghaafir: 35).
Jidal yang tercela adalah jidal tanpa hujjah, jidal dalam membela kebathilan dan berdebat tentang Al-Qur'an untuk mencari-cari fitnah dan takwil bathil.
Adapun jidal yang terpuji adalah nasehat untuk Allah, Rasul-Nya, Kitab-Nya, para imam dan segenap kaum Muslimin. Nabi Nuh As sering beradu argumentasi dengan kaumnya hingga beliau menegakkan hujjah atas mereka dan menjelaskan kepada mereka jalan yang benar. Allah SWT berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami," (Qs. Huud: 32).
Demikianlah sunnah Rasulullah saw. dan sirah (sejarah hidup) generasi Salaf terdahulu r.a. Jidal yang terpuji tujuannya adalah membela kebenaran dan untuk mencari kebenaran, untuk menampakkan kebathilan dan menjelaskan kerusakannya. Adapun jidal yang tercela adalah sikap menentang dan bersitegang urat leher
dalam adu argumentasi untuk membela kebathilan dan menolak kebenaran.
Ibnu Hibban berkata (IV/326), "Jika seseorang berdebat tentang Al-Qur'an, maka apabila Allah tidak melindunginya ia akan terseret kepada keraguan dalam mengimani ayat-ayat mutasyabihat. Jika sudah disusupi keraguan, maka ia akan menolaknya. Rasulullah saw menyebutnya sebagai kekufuran yang
merupakan salah satu bentuk penolakan yang berpangkal dari perdebatan."
Seorang Muslim mengimani seluruh ayat-ayat Al-Qur'an, yang muhkam maupun yang mutasyaabih. Jika ia tidak mengetahui, hendaklah bertanya kepada ahli ilmu atau menyerahkan masalah kepada orang yang mengetahuinya. Ia tidak bertanya kepada orang yang tidak mengetahuinya.Perselisihan tentang Al-Qur'an dapat menyeret kepada sikap mempertentangkan satu ayat dengan ayat lainnya. Kemudian dari situ akan muncul sikap melepaskan diri dari hukum-hukumnya dan mengubah hukum halal haramnya. Kemudian akan berlakulah sunnatullah pada ummat terdahulu atas orang-orang yang saling berselisih itu, yakni kebinasaan dan kehancuran.
Antara Debat Terpuji dan Tercela
Written By Rudianto on Kamis, 30 Agustus 2012 | 07.55
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar