Assalamu'alaikum ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  Nurisfm Network
Naskah tentang Ilmu Agama Islam dalam media ini diambil dan disusun dari berbagai sumber. Tidak tercantumnya sumber dan penulis, bermaksud untuk penyajian ilmu yang 'netral' semata. Mudah-mudahan menjadikan amal baik bagi penulisnya dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Kelemahan dan kekurangan serta segala yang kurang berkenan dihati mohon dimaafkan. Apabila ada pihak yang keberatan atau merasa dirugikan dimohonkan menghubungi Admin (Abu Azka). Dan untuk naskah-naskah ilmu pengetahuan umum, Insya Allah akan dicantumkan sumber dan atau penulisnya. Mohon Maaf sebelumnya, sekian dan terima kasih ^-^

Ramadhan 1433 H kali ini terasa berbeda.

Written By Rudianto on Kamis, 23 Agustus 2012 | 16.22

Sebetulnya, kami sekeluarga sepakat untuk tidak menyetel televisi saat sahur, mengingat betapa mustajabnya doa-doa manusia di sepertiga malam terakhir. Lebih baik mengisi dengan banyak istighfar atau memanjatkan doa-doa yag menjadi hajat kepentingan dunia akhirat. Tapi, sejak menonton serial Umar bin Khathab, anak-anak bersegera bangun sahur dan meloncat sembari berseru – menyebut dua tayangan film spesial.

“….Siti Maryam….”

“….film Umar bin Khathab, Mi!”

Film Umar bin Khathab terasa demikian istimewa, bukan hanya karena ditayangkan saat ramadhan. Bagi yang pernah menonton Ar Risalah ( The Messenger), Di Bawah Kilatan Pedang; mungkin akan merasa bahwa film yang satu ini memang 'beda’. Diproduksi secara kolosal, 10.000 figuran, melibatkan pemain peran dari 10 negara, memakan satu tahun produksi untuk 31 episode, didukung soundtrack yang cukup mewakili alur cerita; Umar bin Khathab mejadi salah satu film yang membuat hati terhanyut. Meski sekarang agak sebal juga, mengingat ratingnya yang semakin tinggi, iklannya juga semakin panjang. Meski menuai pro dan kontra sejak awal pembuatannya, - sebagian ulama tak setuju 4 khalifah rasyidin dipersonifikasikan dengan alasan, pemain perannya sungguh tak mewakili akhlaq para shabat yang sesungguhnya – film ini mendapat tanggapan meriah dari sejumlah negara.



Mengapa saya sekeluarga menyukai Umar bin Khathab?

Shiroh Nabawiyah, 60 Karakteristik Sahabat, buku-buku sejarah Mungkin, otak kita lebih cepat menangkap sesuatu secara visual, berwarna-warni, gambar-gambar yang memiliki olah gerak dan gmbar kehidupan nyata. Buku memang dekat, tetapi dibutuhkan ektra energi untuk membangun imajinasi : seperti apa perang Badar? Seperti apa perjanjian Hudaibiyah? Kenapa sih Islam dan Rasulullah Saw begitu dibenci kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi di Madinah? Lewat film, kita menjadi lebih memahami. Sekalipun, sekali lagi, interpretasi orang bisa sangat berbeda meyikapi segala sesuatu. Saya dan suami berdebat terkait Hamzah. ”Wah, Hamzah di film Umar kurang garang,” kata suami. ”Lebih mewakili di ar Risalah.” Meski kami berdua juga sepakat, belum menemukan pemain peran yang betul-betul bisa mewakili Hamzah, Singa Allah. Membaca Shirah Nabawiyah atau 60 Karakterisitk Sahabat Nabi, saya sendiri agak kesulitan menghafal nama. Budaya Arab yang memperhatikan nasab, bahasa yang berbeda, membuat nama-nama asing terasa sulit diingat.

Apalagi para pemain sejarah yang berawalan kata ”Abu”......wuah, saya angkat tangan. Yang sangat saya hafal tentu Abubakar dan Abu Lahab! Tetapi Abu Yazid, Abu Bashir, Abu Jandal? Siapa pula mereka? Di film Umar Alhamdulillah, kembali terbangun secara kokoh pemahaman hubungan antara tokoh, peristiwa, tempat-tempat bersejarah. Wahsyi-Bilal- Raihanna. Ikrimah-Khalid bin Walid- Walid bin Walid bin Mughirah. Abu Sufyan-Suhail bin Amr-Abu Lahab. Dan masih banyak lagi tokoh demi tokoh yang membuat kami memahami.

Ah, Rasulullah. Begitukah kau melalui hidupmu selama ini?

PERAN TOKOH ANTAGONIS

Bahwa Abu Jahal terkenal sebagai musuh Islam, kita faham. Tapi kejahatan macam apa yang membuatnya terjatuh dalam jurang kehinaan? Sebagai manusia, tentu ingin berkaca, jangan sampai terjatuh pula kita pada lubang yang sama. Memerankan tokoh antagonis, jahat, tentu tidak seperti sinetron-sinetron biasa yang menggambarkan seorang tokoh jahat harus bermuka jelek, bengis, berteriak-teriak, berkata kotor, selalu memaki dan memandang remeh si tokoh protagonis. Dalam sebuah film, kehidupan realitas dicoba digambarkan demikian dekat. Tokoh jahat tidak mesti memaki, tetapi dengan senyum dan kalimat halusnya, ia bisa memutar balikkan fakta. Ia tidak mesti bengis, tapi kita bisa dibuat gemetar lantaran tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi akal licinnya.

Dalam film Umar, ada beberapa tokoh antagonis yang dapat membuat kita semakin memahami arti kedatangan Islam dan Rasulullah Saw :

1. Abu Jahal ; bangsawan Quraisy ini merupakan tokoh yang disegani. Ia selalu memimpin sidang paripurna di Aula Pertemuan. Bukan hanya sekedar punya kedudukan kuat, Abu Jahal sangat brillian memutar balikkan kondisi Nabi dan para pengikutnya. Kharismatik, provokator ulung. Selalu punya segudang cara untuk menghasut dan menindas kaum muslimin. Kedatangan Islam memang meruntuhkan semua paradigma kaum bangsawann : budak hitam macam Bilal, bisa berbicara setara dengan Abubakar! Kedudukan Muhammad yang disegani dan dicintai, menggerogoti keyakinan kaum Quraisy. Hingga perang Badar berlangsung, sungguh kita justru memahami, pantaslah Nabi dimusuhi para pembesar Quraisy. Belum pernah terjadi kondisi demikian egaliter.

2. Hindun ; Cantik, mahir bersyair. Kecantikan dan mulut manisnya mampu merayu Wahsyi agar bersedia membunuh Hamzah. Syairnya pula mampu menghasut para lelaki, : ”apakah kalian akan duduk-duduk seperti kaum perempuan, sementara kaum kita dibunuh para budak di perang Badar?” Hindun adalah prototype masyhur, sebuah peperangan bisa berkobar karena dorongan perempuan. Pasca Badar Hindun tak henti-henti memprovokasi kaum Quraisy untuk membuat perhitungan dengan kaum muslimin. Dan, kepada Wahsyi, Hindun menjanjikan satu hal paling diimpikan seorang budak yang hidupnya habis bersama kotoran dan kandang kuda : kemerdekaan.

3. Abu Sufyan ; Abu Sufyan menggantikan posisi Abu Jahal di perang Badar. Sama kharismatik, provokator ulung. Merancang sekian banyak taktik dan strategi untuk melawan Nabi Saw. Berbeda dengan Abu Jahal yang ambisi utamanya menghabisi Nabi, Abu Sufyan agaknya mulai sadar bahwa lambat laun kekuatan kaum muslimin mulai terhimpun. Di Aula Abu Sufyan memfasilitasi Ikrimah, Khalid, Suhail untuk mengemukakan strategi terbaik memusuhi Nabi.

4. Suhail bin Amr, Abu Jahal, Hindun, Abu Sufyan adalah nama yang familiar. Suhail? Saya pernah mendengarnya beberapa kali, tapi tak seberapa faham. Di film Umar, Suhail mendapatkan porsi penting, sebagaimana perkataan Umar. ”Tidaklah suatu kaum mengutus Suhail bin Amr, kecuali untuk sebuah perjanjian.” Suhail menginisiasi perjanjian Hudhaibiyah yang kelak, justru akan sangat merugikan kaum Quraisy.

TOKOH PROTAGONIS

Siapa saja di film Umar? Hm, check it out! Seberapa jauh kita mengenal sejarah Nabi. Jadi ingin membuat film-film shahabat dan shahabiyah ya...

1. Umar bin Khatab (terlalu kalau tidak mengenalnya! )
2. Abubakar
3. Ali
4. Utsman
5. Fathimah bin Khatab
6. Bilal
7. Hamzah
8. Abu Bashir
9. Abdullah bin Suhail
10. Abu Jandal
11. Raihana
12. Walid bin Walid bin Mughirah
13. masih banyak lagi....

ADEGAN YANG MENGURAS AIRMATA

Mari kita menangis bersama , sampai suami berkata, “...persediaan air matanya banyak banget?” Ya. Hampir tiap episode saya dan anak-anak menangis. Di adegan mana sajakah itu?

1. Umar & surat Thoha

Umar di awal begitu antagonis. Tapi kejahatan Umar dan Abu Lahab sangat berbeda, sebab Umar sejak awal tak suka menidas orang lemah. Berbeda dengan Abu Lahab yang sangat arogan dan licik. Umar membenci Muhammad sebab dianggap memecah belah Arab. Kisah yang sangat terkenal adalah ketika ia menampar Fathimah hingga berdarah, tetapi akhirnya mampu membaca dengan mata kepala sendiri, ayat-ayat yang dibaca Fathimah. “Thoha. Ma anzalna alaika Quran litasyqo..” Wajah lelah, marah, kebingungan Umar campur aduk. Ia belum pernah mendengar sendiri ayat-ayat Quran. “…inikah yang membuat orang-orang Quraisy murka?”

2. Thola al Badru

Apapun versi filmnya, peristiwa hijrahnya Rasul dan sambutan orang Madinah tak dapat dikisahkan lewat kata-kata. Thola al Badru adalah lagu wajib kaum muslimin, terutama anak-anak untuk menggmabrkan kecintaan yang besar pada Nabi yang telah menjalankan misi ini dengan segenap penghinaan, kesakitan, dukalara dan segala macam nestapa yang
hanya sanggup dipikul seorang Nabi. Jadi, waktu soundtrack Thola al Badru mengalun bersama unta Nabi memasuki Madinah, airmata kami mengucur deras. Anak saya sampai berkata, “....kok kita nggak hidup di zaman Nabi aja ya Mi?”

3. Wahsyi yang (tidak) merdeka

Wahsyi hanya menginginkan kemerdekaan, maka ia menerima perintah Hindun. Sesaat setelah membunuh Hamzah, Hindun mengumumkan kemerdekaannya dan memberikan semua perhiasannya kepada Wahsyi. Wahsyi bersorak dan pongah, Raihanna berkata, ” tunggulah esok hari, Wahsyi, kau akan tau apakah kemerdekaan itu.” Esok harinya, Wahsyi berdandan ala orang merdeka. Di jalan ia tersenggol orang , yang serta merta memanggilnya, ” lihat jalanmu hai Budak!” Wahsyi memasuki aula yang dipimpin Abu Sufyan, semua pembesar Quraisy mentertawakannya. Tuannya berkata, ” kau urus kudaku saja!” Maka Wahsyi berlari ke rumahnya dan menangis tersedu. Ia tak mungkin bergabung dengan kaum muslimin sebagaimana Bilal, sebab kaum muslimin tentu membencinya. Kemerdekaan yang dijanjikan Hindun, tak berlaku bagi masyarakat Quraisy. Ia tetap budak! Benar apa yang diisyaratkan Raihanna, kekasihnya. Bahwa Bilal merdeka karena menjadi muslim dan sejak itu ia setara dengan seluruh kaum muslimin entah mereka
bangsawan, pedagang, prajurit. Tetapi Wahsyi, kemerdekaannya adalah semu. Ia tak akan pernah bebas merdeka sebagaimana harapan Wahsyi akan janji Hindun kepadanya.

4. Abu Jandal terjebak Hudhaibiyah

Di film Umar, kita akan mengenal 3 tokoh yang mendapat peran penting ;
Suhail bin Amr- Abdullah- Abu Jandal. Suhail adalah ayah kedua pemuda, Abdullah & Abu Jandal. Abdullah dan Abu Jandal telah menjadi muslim yang menentang Suhail. Keduanya ditawan dan dirantai dengan rantai besi, dikunci di ruang gelap. Dengan akal bulusnya, Abdullah berhasil menipu Suhail dan hijrah ke Madinah. Abu Jandal tidak ikut. Ia bimbang, antara kecintaannya pada Nabi Saw dan kecintaannya pada Suhail , sang ayah. Berkali-kali Abu Jandal berniat kabur, tetapi berhasil tertawan kembali. Suatu saat, ia berhasil melarikan diri, hingga Madinah. Tepat di gerbang, ketika pernjanjian Hudhaibiyah baru saja ditandatangai Suhail dan kaum muslimin ( Nabi, Umar, Abubakar, Ali, Abdullah). Di gerbang Madinah, Suhail mencengkram lengan Abu Jandal. Umar, Abubakar, Abdullah hanya menatap pilu. Abu Jandal berteriak pedih, ”Wahai kaum muslimin.... apakah kau akan mengembalikanku pada kaum yang memfitnah agamaku??” Abdullah menahan tangis. Umar berkata, ”demikianlah perjanjian kami.” Abubakar menyampaikan pesan dari Nabi Saw yang terkenal,” sabarlah Abu Jandal. Allah mengetahui kaum mustadhafin (lemah). Bersamamu akan ada kemudahan dan jalan keluar.”

Kami menangis di babak ini..... Sebab, bagaimana perjuangan Abu Jandal di tengah tekanan ayahnya Suhail, dan bagaimana ia mencoba berkali melarikan diri. Di pintu Madinah, perjanjian Hudhaibiyah yang mengatakan, bila ada orang Mekkah hijrah tanpa seizin walinya, harus dikembalikan. Dan di gerbang Madinah, Abu Jandal melihat Abdullah berada dalam barisan kaum muslimin sementara ia segera diseret ayahnya kembali ke Mekkah.

5. Walid bin Walid bin Mughirah dengan luka di kaki

Walid bin Walid bin Mughirah adalah saudara satu ayah berbeda ibu dengan Khalid bin Walid. Kalau Khalid, tentu namanya familiar kan? Walid lebih dahulu memeluk Islam. Bersama Abu Bashir, Abu Jandal, dan kamu muslimin yang tidak dapat masuk ke Madinah karena terikat perjanjian Hudhaibiyah; mereka juga tidak ingin kembali ke Mekkah yang berisi para penindas. Akhirnya, kelompok yang dimotori Abu Bashir membuat satu koloni baru di luar Mekkah dan Madinah. Koloni ini mengganggu pedagang Mekkah, hingga akhirnya perjanjian Hudhaibiyah terpaksa dibatalkan sebab kerugian pihak Abu Sufyan jauh lebih besar sementara kaum muslimin justru semakin kuat terhimpun. Ketika perjanjian udhaibiyah dibekukan, Nabi mengirim utusan ke koloni untuk menjemput kaum muslimin.

Betapa bahagianya koloni Abu Bashir, sekalipun Abu Bashir tak dapat ke Madinah karena meninggal . Dalam perjalanan dari wilayah koloni ke Madinah, unta hanya 3 ekor. Kaum muslimi bergantian. Sang bangsawan Walid berjalan, Abu Jandal di atas unta. Kaki Walid terluka hingga berlumur darah. Abu Jandal meneriakinya ”sudah kukatakan agar kau naik unta!” Walid terduduk sejenak, mengelus kakinya. “....biarlah, kaki ini terluka di jalan Allah.”

6. Pertemuan Abdullah dan Abu Jandal

Koloni Abu Bashir tiba di Madinah, disambut hangat Umar dan Abubakar. Abdullah dan Abu Jandal bertatapan, berpelukan. Setelah perjuangan yang lama, panjang, berliku, berpisah tempat meski hati bertaut dalam keimanan, akhirnya Abdullah dan Abu Jandal bertemu kembali. ”Akhiina Abu Jandal,” gumam Abdullah.

Selain lebih memahami jalannya sejarah.Lebih memahami tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Siap-siap terkuras airmata. Di titik ini, rasanya, semua penderitaan, kesedihan dan pengorbanan kita masih belum apa-apa dibanding para shahabat dulu. Meski film ini berjudul Umar bin Khatab, perasaan cinta kepada Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya –kita yang selama ini sudah tercemari kelelahan mengurus segala tetek bengek perkara duniawai- akan tersemai kembali.

Andai kita ikut hijrah.
Andai kita ikut membangun Khandaq
Andai kita bisa melihat senyum Rasulullah Saw.

EPILOG SEMENTARA (sebab masih berkelanjutan episodenya)

Pasca perjanjian Hudhaibiyah, Rasul mengutus sahabat untuk menyampaikan surat ke Persia, Romawi dll. Kaum Quraisy mengejek kaum muslimin. Abu Sufyan, Ikrimah, Khalid (semuaya belum muslim) menghina. ”Kalian akan mencoba merambah Persia dan Romawi, padahal kalian sendiri masih belum dapat mengalahkan kami?” Lagi-lagi kami menangis.
Nabi yang dihinakan macam itu, tetap teguh dalam kesabaran dan menatap optimis masa depan. Tetap mendoakan kebaikan bagi kaumnya.

Nis, anakku berkata berkali-kali, ”....andaikan kita hidup di zaman Nabi ya Mi.” Aku hanya bisa berkata, ”.....sanggupkah kita bersabar seperti Abubakar, Umar, Abu Jandal dan yang lainnya? Sanggupkah kita tetap percaya pada Nabi Saw seperti mereka –para shahabat- disaat kita dihina dan direndahkan?”

0 komentar:

Posting Komentar